7 Alasan Guru Honorer Gugat PP Manajemen PPPK ke MA

Jumat, 28 Desember 2018 – 18:15 WIB
Andi Asrun, kuasa hukum guru honorer menggugat PP tentang Manajemen PPPK ke MA. Foto: Istimewa for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Guru honorer yang tergabung dalam berbagai forum hari ini mengajukan gugatan uji materi PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) ke Mahkamah Agung. Didampingi kuasa hukumnya, Dr. Andi M Asrun SH, gugatan tersebut telah resmi didaftarkan.

"Siang ini kami telah mendaftarkan uji formil dan uji materiil PP No 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK ke Mahkamah Agung," kata Andi Asrun yang dihubungi, Jumat (28/12).

BACA JUGA: Alhamdulillah, MA Kabulkan Gugatan Guru Honorer

Dia menyebutkan, alasan uji formil disebabkan proses pembentukan PP 49/2018 tidak memenuhi standar pembentukan peraturan perundang-undangan.

Uji materi PP 49/2018 dilakukan dengan argumentasi beberapa pasalnya bertentangan dengan UU Nomor 5/2014 tentang ASN, UU 14/2005 tentang Guru dan Dosen, UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, serta UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-undangan.

BACA JUGA: Tolong, Jangan Sempit Melihat PP Manajemen PPPK

Setelah mempelajari isi PP 49/2018, lanjut Asrun, ada beberapa poin yang dinilai cacat hukum. Pertama, PP ini memiliki tenggang waktu pelaksanaan dua tahun sejak penetapannya.

Kedua, PP 49/2018 tidak mengakomodir Guru Tidak Tetap (honorer) yang telah bekerja lama, setidaknya di atas lima tahun.

BACA JUGA: Ingat ya, Bukan Hanya SBY yang Peduli Nasib Honorer

Ketiga, seleksi PPPK dilakukan sebagaimana seleksi pegawai baru, tidak memperhatikan masa kerja sebelumnya.

Keempat, seleksi PPPK dilaksanakan bukan sebagai akibat hukum seleksi CPNS atau "kompensasi" bagi yang tidak lulus seleksi CPNS.

"Alasan kelima, penerapan masa kontrak bagi PPPK bertentangan dengan UU Perburuhan, karena masa kontrak kerja hanya maksimal 2 x 1 tahun sebelum diangkat sebagai Pegawai Tetap. Sedangkan masa kontrak PPPK adalah minimal 1 tahun atau maksimal 5 tahun untuk satu periode kontrak," bebernya.

Keenam, tidak ada ukuran batasan seleksi bagi jabatan untuk guru.

Ketujuh, pengadaan PPPK (Pasal 10) dilakukan secara nasional, tetapi sesungguhnya peta kebutuhan tenaga guru dan kependidikan sudah jelas tingkat kebutuhannya, termasuk soal jumlah kebutuhan dan wilayah tempatnya.

"Pasal 16 pembatasan usia maksimal 1 tahun sebelum batas usia jabatan adalah tidak rasional, karena proses seleksi sampai waktu pengumuman memakan waktu yang pada akhirnya masa kerja Calon PPPK batas waktu 1 tahun tidak mungkin melaksanakan pekerjaannya sampai batas usia pensiunnya. Bagaimana menerapkan batas moralitas dan integritas bagi seleksi guru untuk Calon PPPK," paparnya.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Pakuan ini menambahkan, bagaimana menerapkan Pasal 25 menguji psikologis dan kejiwaan guru yang telah menjalankan profesi pendidik setidaknya 5 tahun, sehingga apakah bisa disamakan dengan Calon PPPK yang baru lulus "fresh graduate".

Bagaimana juga menerapkan Pasal 37 tentang masa kerja yang tidak ditentukan berapa kali perpanjangan masa kerja tersebut, ketentuan ini tidak memberi kepastian hukum.

BACA JUGA: Alhamdulillah, MA Kabulkan Gugatan Guru Honorer

Selanjutnya, bagaimana melaksanakan ketentuan Pasal 57 tentang pemutusan hubungan kerja akibat perampingan organisasi bagi profesi pendidik atau tenaga kependidikan, sehingga tidak memberikan kepastian hukum.

"Terakhir, bagaimana melaksanakan Pasal 60 terkait penilaian kinerja guru, karena Kepala Sekolah lah yang bisa menilai kinerja guru dan tenaga kependidikan, sehingga PP ini menimbulkan ketidakpastian hukum. Makanya kami minta agar PP 49/2018 ini dicabut," pungkasnya. (esy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Berharap Kekurangan Guru Diisi PPPK dari Honorer


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler