7 Catatan Tajam LPSK untuk Komjen Listyo Sigit, Singgung Kematian Laskar FPI

Senin, 18 Januari 2021 – 02:10 WIB
Calon tunggal Kapolri Komjen Listyo Sigit Prabowo. Foto: Ricardo/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Edwin Partogi Pasaribu menyampaikan sejumlah catatan tajam lembaganya mengenai pekerjaan yang mesti dituntaskan Kapolri yang baru.

Catatan ini disampaikan Edwin Partogi menyusul diusulkannya nama Komjen Listyo Sigit Prabowo sebagai calon tunggal Kapolri oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke DPR RI.

BACA JUGA: Dedengkot Jawara Banten Bongkar Sepak Terjang Komjen Listyo Sigit, Begini Kesaksiannya

Edwin mengawali catatan tajam lembaganya dengan menyinggung mekanisme penegakan hukum seperti apa yang akan diterapkan Kapolri baru menyikapi kasus penyiksaan yang dilakukan oknum anggota Polri.

Sebab, catatan LPSK pada 2020 terdapat 13 permohonan perlindungan perkara penyiksaan, sedangkan di 2019 lebih tinggi dengan 24 permohonan.

BACA JUGA: 3 Kelompok Penolak Komjen Listyo Sigit Prabowo, Terakhir Paling Berbahaya

"Artinya, terjadinya penurunan sebesar 54 persen perkara penyiksaan pada 2020 dibanding 2019. Namun bila merujuk jumlah terlindung, pada 2020 terdapat 37 terlindung LPSK dari peristiwa penyiksaan," kata Edwin.

Pria yang juga mantan kadiv investigasi di Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) ini menyatakan kejadian terakhir yang menarik perhatian dikenal dengan peristiwa KM 50 yang menewaskan enam Laskar FPI.

BACA JUGA: Tim Kopaska Temukan Barang Berharga Milik Penumpang Sriwijaya Air SJ182

"Rekomendasi Komnas HAM meminta agar peristiwa itu diproses dalam mekanisme peradilan umum pidana. Sebaiknya Kapolri mencontoh KSAD yang dengan tegas memproses hukum oknum TNI di Peristiwa Intan Jaya," tegas Edwin Partogi.

Kedua, LSPK menyinggu bagaimana Kapolri menyikapi penyebaran hoaks dan ujaran kebencian yang terus meningkat beberapa tahun terakhir.

Sebagai contoh, Polda Metro Jaya di 2020 melansir telah menangani 443 kasus hoaks dan ujaran kebencian. Sebanyak 1.448 akun media sosial telah dilakukan "take down", sedangkan 14 kasus dilakukan penyidikan hingga tuntas.

"Yang sering muncul menjadi pertanyaan publik atas perkara ini ialah sejauh mana Polri bertindak imparsial tanpa melihat afiliasi politik dari para pelakunya," ucap dia mempertanyakan.

Ketiga, bagaimana pula pendekatan restorative justice yang akan dikembangkan Polri soal kondisi penjara yang melebihi kapasitas di mana jumlah napi yang masuk, tak berbanding lurus dengan kapasitas Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).

"Situasi ini sebaiknya disikapi Polri menggunakan pendekatan restorative justice sebagai alternatif penyelesaian tindak pidana," saran pria yang menamatkan studi S1 hukum di Universitas Indonesia (UI) ini.

Berikutnya yang keempat, LSPK mempertanyakan bagaimana upaya Kapolri memerangi korupsi di Korps Bhayangkara seperti contoh kasus surat palsu Djoko Tjandra.

Kasus itu menurut LPSK tidak terlepas dari praktik suap dan telah menempatkan dua jenderal polisi sebagai terdakwa. Persoalan ini akan menjadi tantangan bagi Komjen Listyo setelah dilantik menjadi Kapolri.

"Menjadi tugas Kapolri agar pelayanan dan proses hukum di tubuhnya bersih dari praktik transaksional yang dapat menghilangkan kepercayaan publik," ujar pria yang pernah menjadi penyelidik Ad Hoc peristiwa Petrus 1983-1985 itu.

Kelima, lanjut Edwin, kasus kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan masih menjadi keprihatinan nasional. Pada masa pandemi, catatan LPSK di 2020 terdapat 245 permohonan atas kasus ini, menurun 31,75 persen dibandingkan 2019.

Dalam kaitan itu, Polri menurutnya dituntut aktif melakukan patroli siber untuk memerangi konten pornografi di dunia maya.

Keenam, bagaimana strategi kolaborasi dan sinergi Polri dalam penegakan hukum bersama LPSK, KPK, Kejaksaan Agung, dan lainnya. Edwin berharap Kapolri nantinya mampu membangun koordinasi dan sinergi, tidak berhenti menjadi slogan.

LPSK mengapresiasi Polri atas kolaborasinya selama ini dengan LPSK dalam perlindungan korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan terorisme.

Harapannya, kata mantan direktur hukum dan HAM pada Institute Kebajikan Publik (Public Virtue Institute) ini, kolaborasi itu dapat berlanjut di perkara lain seperti tindak pidana korupsi.

Terakhir, Edwin menyinggung bagaimana strategi Polri meningkatkan keamanan di daerah zona terorisme di Sulawesi Tengah dan kelompok kekerasan bersenjata di Papua, yang berpotensi jatuhnya korban dari masyarakat.

Diketahui bahwa pada hari ini, Selasa (18/1), Komjen Listyo Sigit Prabowo akan menjalani rangkaian fit and proper test sebagai calon kapolri di Komisi III DPR RI.(antara/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler