jpnn.com - SURABAYA - Hari ini (8/10) 70 dai yang akan mendampingi PSK Dolly dan Jarak diundang ke kecamatan. Sebelum bertugas, mereka mendapat pengarahan terlebih dahulu.
"Kami akan memberikan arahan umum tentang tugas mereka selama turun di Dolly dan Jarak," jelas Camat Sawahan Muslich Hariadi.
BACA JUGA: Transaksi di Zona Bebas, Gunakan Ringgit dan Rupiah
Tugas itu antara lain membekali PSK dengan keterampilan yang diinginkan. Bisa menjahit, menata rambut, serta berwirausaha. Pekerjaan utama mengajari PSK dengan ilmu agama tentu tak ketinggalan. "Keterampilan itu akan diberikan ketika para dai itu dilatih di Dinsos," ungkap Muslich.
Pelatihan tersebut berlangsung 1-2 minggu. Setelah itu, 70 dai tersebut bisa segera bertugas. Satu orang dai akan memegang 15 PSK.
BACA JUGA: Robek Baju Gerindra, Wabup Terpilih jadi Tersangka
Keberadaan dai tersebut diyakini bisa diterima oleh kalangan PSK dan warga sekitar. Sebab, 70 dai itu rata-rata ketua RW/RT, LKMK, tokoh agama, dan ibu-ibu PKK dari tempat tersebut. Namun, ada juga yang diambil dari Kelurahan Banyu Urip dan Pakis. Masing-masing sepuluh orang. "Hal itu untuk memunculkan kepedulian warga sekitar. Bukan hanya diambil dari warga Dolly dan Jarak," jelas Muslich.
Sementara itu, makin banyak kelompok masyarakat yang mendukung upaya pemkot menutup lokalisasi Dolly dan Jarak. Setelah Yayasan Salamun Dolly, giliran Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Surabaya yang mendeklarasikan dukungan.
BACA JUGA: Polda Tarik 78 Pistol Pengusaha dan Pejabat
"Kami sudah mengumpulkan aspirasi dari berbagai perguruan tinggi seperti ITS, IAIN, dan Unair. Semuanya sepakat untuk mendukung pemkot menutup Dolly dan Jarak tahun depan," jelas Ketua Cabang KAMMI Surabaya Yulianto Agung.
Yulianto dan beberapa temannya juga pernah memberikan keterampilan seperti berkesenian teater, menulis, dan membuat kerajinan serta membentuk character building untuk anak-anak yang tingggal di Putat Jaya Gang II A dan Gang Makam pada 2007. Awalnya, keberadaan mereka mendapat tentangan dari orang tua anak-anak tersebut.
Mahasiswa Teknik Elektro ITS itu menyatakan bahwa orang tua mereka lebih suka anak-anak mereka membantu mencari uang. "Lama-kelamaan, mereka berubah setelah salah satu anak di lokalisasi menjadi juara lomba puisi," paparnya.
Yulianto mengatakan, lokalisasi memberikan efek negatif bagi anak-anak tersebut. Mereka menjadi lebih cepat dewasa. Juga mengenal hal-hal yang seharusnya hanya boleh diketahui orang dewasa. "Setiap hari mereka membantu orang tuanya. Misalnya menjadi operator karaoke dan pramusaji bir," tuturnya.
Rencana ke depan, pihaknya membentuk Sekolah Perempuan Indonesia. Murid-muridnya berasal dari PSK. Dalam sekolah itu, PSK diajari membuat kerajinan. Misalnya membuat kerajinan boneka atau menjahit.
Pihak mahasiswa akan membantu memasarkan. Selain itu, mereka akan mengubah cara pandang PSK. "Sebab, selama ini mereka beranggapan, bekerja dari prostitusi menghasilkan uang yang mudah," jelasnya. (aph/c11/ai)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gula Pasir Menghilang di Pontianak
Redaktur : Tim Redaksi