DEPOK - Ratusan warga Kota Depok yang menderita Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) meminta pemerintah daerah setempat menerima mereka sebagai peserta Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Pasalnya, ratusan orang yang hidup dengan AIDS (Odha) ini mengaku terbebani biaya pengobatan.
Apalagi, hingga kini penularan virus penyakit yang belum ada obatnya itu terus meningkat di kota yang berbatasan dengan DKI Jakarta itu. Data LSM Layak, hingga kini di Kota Depok tercatat 718 pengidap HIV yang tersebar di 11 kecamatan. Dengan penularan, periode 2008- 2010 tercatat 700 warga Kota Depok terkena HIV/AIDS.
Sementara, periode Februari-Mei 2013 terdapat 18 orang terindikasi mengidap HIV/AIDS. Sedangkan, data Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Depok periode 2008-2010 terdapat 400 penderita virus yang menyerang kekebalan tubuh tersebut. Pada 2013 tercatat hanya 12 pengidap HIV saja yang terdata.
Koordinator Sub Resdipen Yayasan Kaki Depok, Tommy Soemantri mengatakan Jamkesda bisa diperuntukan bagi pengidap HIV/AIDS. Sebab, para penderita penyakit itu korban yang tidak mengetahui akan tertular virus HIV dari orang lain. Penularannya biasanya bukan hanya melalui hubungan seks bebas. Tapi juga bisa karena narkoba, transfusi darah atau dari ibu yang menderita HIV.
”Mereka (para Odha) juga warga Kota Depok yang berhak menerima bantuan pemerintah daerah. Mereka sangat membutuhkan perhatian, karena kebutuhan biaya pengobatan HIV/AIDS besar,” terangnya kepada INDOPOS (JPNN Grup), Senin (10/6). Dia juga membenarkan jumlah penderita HIV/AIDS di Kota Depok banyak dan terus bertambah.
”Para penderita HIV/AIDS sangat membutuhkan perhatian pemerintah daerah. Kenapa didiamkan saja. Apa harus jatuh korban baru ada kepedulian,” cetus pria betubuh atletis ini. Ada beberapa alasan penderita HIV membutuhkan Jamkesda. Yakni, karena biaya pengobatana mahal dan mayoritas penderita HIV/AIDS warga miskin.
Tommy memaparkan biaya yang dikeluarkan untuk membeli obat untuk penderita HIV/AIDS tidak sedikit. Dia mencontohkan, setiap bulan seorang Odha harus membeli cluster of differentiation 4 (CD4) Rp 150 ribu sampai Rp 200 ribu. Lalu ditambah viralut (cek virus) antara Rp 600 ribu- Rp1 juta. Obat-obat tersebut harus diminum secara berkala.
”Kalau mereka berobat tiap bulan dengan tiap biaya sebesar itu memang memberatkan. Kami berharap penderita HIV/AIDS mendapat layanan kesehatan gratis dari pemerintah daerah sama dengan masyarakat lain,” harapnya juga. Tommy juga memaparkan, selama ini anak-anak penderita HIV/AIDS memang dapat Jamkesda sementara orangtuanya belum.
DV, 48, salah satu pengidap HIV mengakui selama empat tahun menjalani pengobatan belum terdaftar sebagai peserta Jamkesda. Padahal diri merupakan warga Kota Depok yang tidak mampu. ”Saya sangat layak dapat Jamkesda,” terangnya. Namun, karena tak memiliki Jamkesda itu, dia harus bekerja keras pontang-panting mencari dana untuk membeli obat guna mengurangi peredaran virus mematikan ditubuhnya.
”Saya dan ratusan penderita HIV/AIDS ingin sebagai peserta Jamkesda. Hanya saat mendaftar tidak diterima. Padahal saya warga kurang mampu. Kenapa kami dibedakan? Apa karena penyakit kami ini tak bisa sembuh? Apa kami tidak boleh mendapatkan pengobatan yang layak,” ucapnya.
Menanggapi itu, anggota Komisi D, DPRD Depok, Tengku Farida berjanji memperjuangkan para penderita HIV/AIDS agar mendapatkan Jamkesda. Dia juga mengaku akan melobi anggota DPRD lainnya untuk membantu menggolkan rencana tersebut. Apalagi dalam perda yang mengatur Jamkesda tidak ada tertera aturan penderita HIV/AIDS tidak boleh mendapat Jamkesda. ”Kami akan memperjuangkan melalui parlemen,” terang politisi PKS Kota Depok ini.
Terpisah, Kepala Dinkes Kota Depok, Hardiono mengklaim pihaknya sudah cukup membantu penderita HIV/AIDS. Dengan membangun dua unit layanan pengobatan HIV/AIDS. Yakni di Puskesmas Sukmajaya dan RSUD Kota Depok. Di dua tempat itu, para penderita HIV/AIDS diberikan vaksin secara gratis untuk mengurangi keganasan virus yang ada ditubuhnya.
”Memang benar penderita HIV/AIDS tidak dibiayai Jamkesda tapi tidak benar kami diam saja. Karena kami membangun dua tempat pengobatan bagi penderita HIV/AIDS,” terangnya. Dia juga mengaku keputusan penderita HIV/AIDS bisa menerima Jamkesda menunggu rekomendasi Wali Kota Depok dan DPRD Kota Depok. (cok)
Apalagi, hingga kini penularan virus penyakit yang belum ada obatnya itu terus meningkat di kota yang berbatasan dengan DKI Jakarta itu. Data LSM Layak, hingga kini di Kota Depok tercatat 718 pengidap HIV yang tersebar di 11 kecamatan. Dengan penularan, periode 2008- 2010 tercatat 700 warga Kota Depok terkena HIV/AIDS.
Sementara, periode Februari-Mei 2013 terdapat 18 orang terindikasi mengidap HIV/AIDS. Sedangkan, data Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Depok periode 2008-2010 terdapat 400 penderita virus yang menyerang kekebalan tubuh tersebut. Pada 2013 tercatat hanya 12 pengidap HIV saja yang terdata.
Koordinator Sub Resdipen Yayasan Kaki Depok, Tommy Soemantri mengatakan Jamkesda bisa diperuntukan bagi pengidap HIV/AIDS. Sebab, para penderita penyakit itu korban yang tidak mengetahui akan tertular virus HIV dari orang lain. Penularannya biasanya bukan hanya melalui hubungan seks bebas. Tapi juga bisa karena narkoba, transfusi darah atau dari ibu yang menderita HIV.
”Mereka (para Odha) juga warga Kota Depok yang berhak menerima bantuan pemerintah daerah. Mereka sangat membutuhkan perhatian, karena kebutuhan biaya pengobatan HIV/AIDS besar,” terangnya kepada INDOPOS (JPNN Grup), Senin (10/6). Dia juga membenarkan jumlah penderita HIV/AIDS di Kota Depok banyak dan terus bertambah.
”Para penderita HIV/AIDS sangat membutuhkan perhatian pemerintah daerah. Kenapa didiamkan saja. Apa harus jatuh korban baru ada kepedulian,” cetus pria betubuh atletis ini. Ada beberapa alasan penderita HIV membutuhkan Jamkesda. Yakni, karena biaya pengobatana mahal dan mayoritas penderita HIV/AIDS warga miskin.
Tommy memaparkan biaya yang dikeluarkan untuk membeli obat untuk penderita HIV/AIDS tidak sedikit. Dia mencontohkan, setiap bulan seorang Odha harus membeli cluster of differentiation 4 (CD4) Rp 150 ribu sampai Rp 200 ribu. Lalu ditambah viralut (cek virus) antara Rp 600 ribu- Rp1 juta. Obat-obat tersebut harus diminum secara berkala.
”Kalau mereka berobat tiap bulan dengan tiap biaya sebesar itu memang memberatkan. Kami berharap penderita HIV/AIDS mendapat layanan kesehatan gratis dari pemerintah daerah sama dengan masyarakat lain,” harapnya juga. Tommy juga memaparkan, selama ini anak-anak penderita HIV/AIDS memang dapat Jamkesda sementara orangtuanya belum.
DV, 48, salah satu pengidap HIV mengakui selama empat tahun menjalani pengobatan belum terdaftar sebagai peserta Jamkesda. Padahal diri merupakan warga Kota Depok yang tidak mampu. ”Saya sangat layak dapat Jamkesda,” terangnya. Namun, karena tak memiliki Jamkesda itu, dia harus bekerja keras pontang-panting mencari dana untuk membeli obat guna mengurangi peredaran virus mematikan ditubuhnya.
”Saya dan ratusan penderita HIV/AIDS ingin sebagai peserta Jamkesda. Hanya saat mendaftar tidak diterima. Padahal saya warga kurang mampu. Kenapa kami dibedakan? Apa karena penyakit kami ini tak bisa sembuh? Apa kami tidak boleh mendapatkan pengobatan yang layak,” ucapnya.
Menanggapi itu, anggota Komisi D, DPRD Depok, Tengku Farida berjanji memperjuangkan para penderita HIV/AIDS agar mendapatkan Jamkesda. Dia juga mengaku akan melobi anggota DPRD lainnya untuk membantu menggolkan rencana tersebut. Apalagi dalam perda yang mengatur Jamkesda tidak ada tertera aturan penderita HIV/AIDS tidak boleh mendapat Jamkesda. ”Kami akan memperjuangkan melalui parlemen,” terang politisi PKS Kota Depok ini.
Terpisah, Kepala Dinkes Kota Depok, Hardiono mengklaim pihaknya sudah cukup membantu penderita HIV/AIDS. Dengan membangun dua unit layanan pengobatan HIV/AIDS. Yakni di Puskesmas Sukmajaya dan RSUD Kota Depok. Di dua tempat itu, para penderita HIV/AIDS diberikan vaksin secara gratis untuk mengurangi keganasan virus yang ada ditubuhnya.
”Memang benar penderita HIV/AIDS tidak dibiayai Jamkesda tapi tidak benar kami diam saja. Karena kami membangun dua tempat pengobatan bagi penderita HIV/AIDS,” terangnya. Dia juga mengaku keputusan penderita HIV/AIDS bisa menerima Jamkesda menunggu rekomendasi Wali Kota Depok dan DPRD Kota Depok. (cok)
BACA ARTIKEL LAINNYA... APBD DKI Membengkak Rp 2,1 Triliun
Redaktur : Tim Redaksi