jpnn.com, JAKARTA - Sungguh ironis. Anggaran pendidikan di Indonesia tidak pernah dievaluasi. Evaluasi bukan sekadar penyerapan anggaran tapi bagaimana efeknya terhadap peningkatan mutu pendidikan.
"Coba bayangkan, 73 tahun Indonesia merdeka, anggaran pendidikan belum pernah dievaluasi. Wajar bila Menkeu mengeluh, anggaran pendidikan terus bertambah tapi mutunya rendah," ungkap kata pengamat pendidikan Indra Charismiadji di Jakarta.
BACA JUGA: Kemendikbud Ungkap Penyebab Bahasa Kerinci Terancam Punah
Dia mencontohkan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Rp 2000 triliun dengan pemasukan Rp 1000 triliun.
Itu berarti anggaran pendidikan yang harus diserap Rp 200 triliun. Namun, dari tahun ke tahun anggarannya tidak terserap sehingga menjadi silpa.
BACA JUGA: Mendikbud: Joni, Contoh Patriot Zaman Now
Karena baik pusat maupun daerah belum punya blue print sehingga arah pendidikannya tidak terarah.
"Kenapa silpa anggaran pendidikan di daerah banyak? Karena daerah tidak punya program pendidikan yang jelas. Coba kalau punya blue print pasti terarah program pendiidkan enggak seperti kutu loncat mengikuti pergantian kepala daerah," bebernya.
Dia menyebutkan, sudah saatnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menempatkan fungsinya di level manajerial.
BACA JUGA: 117 Guru Diganjar Penghargaan, Ini Pesan Mendikbud
Kemendikbud tidak usah lagi mengurus pembangunan sekolah rusak, penambahan ruang kelas, urus buku, dan teknis lainnya.
Biarkan itu diurus oleh pemda karena pusat sudah mengalokasikan dana transfer ke daerah sangat besar.
"Kemendikbud harus melakukan evaluasi penggunaan anggaran pendidikan di daerah. Enggak usah mengurus bantuan buku, bangun sekolah, dan lain-lain. Cukup melakukan manajerial saja. Kalau ada daerah yang penggunaan anggaran tidak jelas, Kemendikbud bisa memberikan rekomendasi kepada Kemenkeu agar ada tindakan tegas," bebernya. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kompetensi Guru di Wilayah Terpencil Masih Rendah
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad