8 Fakta Catatan FAO, Serangan Corona Dibandingkan dengan Perang Dunia II

Senin, 23 Maret 2020 – 04:53 WIB
Ilustrasi - Covid-19. Foto: Antara/Dian Hadiyatna/HO

jpnn.com, SINGAPORE - Abdolreza Abbassian, seorang ekonom senior di Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia PBB (FAO), menyebut sejumlah fakta dampak penyebaran virus corona jenis baru, COVID-19.

Pertama, karantina wilayah dan belanja dalam skala besar-besaran atau panic buying yang sudah terjadi di sejumlah negara akibat pandemi virus corona, dapat memicu inflasi pangan dunia.

BACA JUGA: Bapak Ibu Guru, terkait Siswa Belajar di Rumah, Ini Saran dari Pakar Pendidikan

Kedua, negara-negara terkaya di dunia menggelontorkan bantuan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Ketiga, kasus-kasus virus corona meningkat di seluruh Eropa dan Amerika Serikat, dengan jumlah kematian di Italia melebihi yang ada di China daratan, tempat virus itu berasal.

BACA JUGA: Negara NATO Tak Berdaya, Italia Andalkan Bantuan Tiongkok dan Rusia

Keempat, dengan lebih dari 270.000 infeksi dan lebih dari 11.000 kematian, serangan corona mengejutkan dunia dan diperbandingkan dengan periode seperti Perang Dunia II dan pandemi flu Spanyol tahun 1918.

Kepada Reuters melalui telepon dari Roma, markas FAO, Abdolreza Abbassian, mengatakan, "Ini bukan masalah pasokan, tetapi itu adalah perubahan perilaku atas keamanan pangan.”

BACA JUGA: Mohon Perhatian Para Orang Tua, yang Dialami Nadia Ini Jangan Sampai Terjadi Lagi!

"Bagaimana jika pembeli massal berpikir mereka tidak bisa mendapatkan gandum atau beras pada Mei atau Juni? Itulah yang dapat menyebabkan krisis pasokan pangan global," Abbassian menambahkan.

Kelima, konsumen di seluruh dunia dari Singapura hingga Amerika Serikat telah mengantre di pasar swalayan dalam beberapa minggu terakhir untuk memperoleh persediaan barang-barang mulai dari beras, pembersih tangan, hingga tisu toilet.

Keenam, patokan global Chicago wheat futures naik lebih dari 6 persen minggu ini---kenaikan mingguan terbesar dalam sembilan bulan terakhir---sementara harga beras di Thailand, eksportir biji-bijian terbesar kedua di dunia, telah naik ke level tertinggi sejak Agustus 2013.

Ketujuh, industri biji-bijian Prancis berjuang untuk menemukan truk dan staf yang memadai guna menjaga pabrik dan pelabuhan tetap beroperasi karena pembelian pasta dan tepung dalam skala besar bertepatan dengan lonjakan ekspor gandum.

Kedelapan, pembatasan yang diberlakukan oleh beberapa negara Uni Eropa di perbatasan mereka dengan negara-negara anggota lainnya dalam menanggapi pandemi juga mengganggu pasokan makanan, kata perwakilan industri dan petani.

Namun, stok gandum global pada akhir tahun pemasaran tanaman pada Juni diproyeksikan naik menjadi 287,14 juta ton, naik dari 277,57 juta ton tahun lalu, menurut perkiraan Departemen Pertanian AS (USDA).

Stok beras dunia diproyeksikan 182,3 juta ton dibandingkan dengan 175,3 juta ton tahun lalu.

Logistik cenderung menjadi masalah global utama, kata para analis.

"Ada sekitar 140 juta ton jagung yang masuk dalam etanol di Amerika Serikat dan beberapa di antaranya dapat digunakan untuk makanan karena tidak akan diperlukan untuk bahan bakar, mengingat penurunan harga minyak," kata Ole Houe, direktur penasehat layanan dari IKON Commodities. (antara/reuters/jpnn)


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler