jpnn.com, JAKARTA - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) membeber delapan modus kekerasan seksual pada anak di sekolah yang bernaung di bawah Kemendikbudristek maupun Kemendikbud sepanjang 2023. Korban mencapai 86 anak-anak.
"Dari sepuluh kasus di tahun 2023 ini, FSGI mencatat ada sejumlah modus pelaku dalam melancarkan aksi bejatnya terhadap anak yang jadi korban," kata Dewan Pakar FSGI Retno Listyarti melalui siaran pers di Jakarta, Minggu (19/2).
BACA JUGA: FSGI Ungkap Data Kekerasan Seksual pada Anak di Sekolah Sepanjang 2023, Korbannya, Ya Tuhan
8 Modus kekerasan seksual pada anak di satuan pendidikan sepanjang 2023:
1. Korban anak dibujuk agar mendapatkan barokah dari Tuhan oleh pelaku yang pemilik Ponpes
2. Valuasi pembelajaran di dalam ruang Podcast Ponpes pada pukul 23.00 WIB kemudian korban dicabuli
BACA JUGA: Mengalami Kekerasan Seksual, Istri Mengaku Takut Bertemu Rizal Djibran
3. Korban anak diiming-imingi uang dan jajanan oleh pelaku
4. Korban melapor dilecehkan teman sekolah kepada kepala sekolah (kepsek), malah dicabuli kepsek di ruang UKS dengan dalih memeriksa dampak pelecehan yang dilaporkan
BACA JUGA: Pilot Susi Air Disandera KKB, Dahlan Iskan: TNI Tahu Kapan Harus Memainkan Peran
5. Guru kelas menyentuh pinggang dan dada, siswinya melawan, namun si guru malah mengulangi
6. Guru agama periksa PR, siswi dipangku dan diminta kakinya mengangkang
7. Pelaku bukan guru. Pelakunya berkenalan dengan korban anak melalui medsos, lalu dimasukan korban ke grup WA teman sekolahnya. Lantas, pelaku melakukan video call, mengirimi video porno dan melakukan kekerasan seksual berbasis daring terhadap 22 siswi SD dari sekolah yang sama
8. Korban diberi uang dan diajak ke kantin, lalu diciumi dan diremas dadanya
Retno mengatakan dari 8 modus tersebut, terutama kasus kekerasan seksual yang terjadi di satuan pendidikan berasrama berbasis agama, seperti pondok pesantren, FSGI menilai bahwa relasi kuasa antara tokoh agama dan santrinya melekat kuat.
Kemudian, nilai-nilai ketakziman santri untuk memperoleh keberkahan guru dan semua perkataan kiai atau ustaznya merupakan sesuatu yang harus dilakukan jika tidak akan mengurangi keberkahan maupun syafaat.
"Pelaku biasanya dianggap memiliki kebenaran hakiki baik ucapan maupun tindakannya, sehingga hanya sedikit masyarakat yang memercayai kebenaran peristiwa kekerasan seksual yang dialami korban yang notabene masih di bawah umur," ujar Retno.
Sebelumnya, FSGI mengungkap ada 10 kasus pelecehan seksual pada anak di satuan pendidikan pada awal 2023 ini.
Adapun 50 persen kasus kekerasan seksual terjadi di jenjang SD/MI, 10 persen di jenjang SMP, dan 40 persen di Pondok Pesantren (Ponpes). Dari 10 kasus tersebut, 60 persen satuan pendidikan tersebut berada di bawah kewenangan Kementerian Agama dan 40 persen wewenangnya Kemendikbudristek.
Retno menyebut pelaku kekerasan seksual di lingkungan satuan pendidikan itu ada 10 orang laki-laki. Adapun status pelaku, mayoritas pimpinan Ponpes dan guru dengan persentase masing-masing 40 persen, kepala sekolah dan penjaga sekolah masing-masing 10 persen.
"Korban total 86 anak, baik laki-laki maupun perempuan. Anak korban laki-laki sebanyak 37,20 persen dan anak perempuan mencapai 62,80 persen," ucap Retno yang mantan komisioner KPAI itu.
Dalam siaran yang sama, Sekjen FSGI Heru Purnomo menyebut kekerasan seksual anak yang berbasis daring pada tahun 2023 ada 1 kasus (10 persen) dan 90 persen kasus dilakukan secara luring oleh pelaku.
Kekerasan seksual berbasis daring yang terjadi di awal 2023 ini menyasar anak usia SD dengan jumlah korbannya 36 anak, dan 22 anak dari 36 tersebut merupakan teman satu sekolah yang sama, laki-laki maupun perempuan.
"Korban rata-rata berusia 12 tahun, dikenal pelaku melalui akun facebook. Modus pelaku mengirimkan konten pornografi melalui grup WhatsApp korban dan video call pribadi dengan meminta anak korban melepas pakaiannya," beber Heru.(fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam