KOTABARU – Meskipun tidak menelan korban jiwa, ada 80 kasus rabies di Kota Jambi selama tiga tahun terakhir. Said Abu Bakar, Kabid Peternakan Dinas Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Kehutanan (DP3K) Kota Jambi, Rabu (16/1), mengatakan, secara keseluruhan grafis jumlah korban yang terkena rabies tidak tetap setiap tahunnya. “Seperti mata gergaji, naik turun,” katanya.
Said mengatakan, tiga tahun terakhir memang ada 80 kasus positif rabies dari total 176 kasus yang masuk ke DP3K. “Sekarang ini populasi hewan penular rabies (HPR) di Kota Jambi diperkirakan mencapai 9.494 ekor. Makanya, potensi kasus rabies bisa saja terjadi kapan saja, terutama di daerah rawan rabies,” katanya.
Secara rinci, Said mengatakan, di 2010 ada sekitar 47 kasus gigitan HPR. Yang positif ada 15 kasus. Selanjutnya, di tahun 2011 mengalami peningkatan yang cukup tinggi, dimana ditemukan 77 kasus gigitan. Dari total gigitan tersebut, 34 di antaranya positif rabies. Dan di tahun 2012, jumlah kasus kembali menurun yakni 52 kasus gigitan, dan 21 di antaranya positif rabies. Kecamatan Kotabaru dan Jambi Selatan, menurutnya kawasan paling banyak kasus gigitan.
Said mengatakan, ada empat langkah yang diambil untuk menekan kasus rabies di Kota Jambi. Pertama, melakukan sosialisasi kepada masyarakat, terutama pemilik HPR. Selanjutnya, dengan melakukan vaksinasi HPR, agar bahaya rabies yang ada pada hewan tersebut berkurang. “Sehingga ketika menggigit manusia tidak begitu berbahaya,” katanya.
Kemudian langkah ke tiga adalah pemusnahan atau eliminasi. “Sasarannya adalah HPR liar yang berkeliaran dan tidak jelas siapa pemiliknya,” lanjutnya. Langkah yang terakhir adalah kastrasi atau sejenis vasektomi terhadap HPR. Program ini, menurut Said, sedang digalakkan DP3K. Program ini bertujuan agar HPR tidak berkembang biak lantaran sudah dialukan operasi khusus. “Hingga saat ini sudah ada sembilan HPR yang dilakukan kastrasi,” paparnya.
Mengenai dokter hewan, Said mengatakan, pihaknya menyiagakan dokter hewan untuk pelayanan terhadap masyarakat. Dokter tersebut siap melayani jika ada masyarakat yang ingin meakukan vaksinasi terhadap hewan peliharaan mereka yang berpotensi menularkan rabies.
Pihaknya juga mengimbau agar masyarakat segera melaporkan kepada petugas melalui RT atau lurah jika menemukan kasus rabies. “Nantinya petugas akan datang dan melakukan observasi, termasuk pemusnahan atas dasar permintaan warga supaya tidak menyebar serangan rabiesnya,” tandasnya. Dia menambahkan, hewan yang berpotensi menularkan rabies adalah anjing, kucing, dan monyet.
Chandra, warga Kelurahan Beliung, Kecamatan Kotabaru, mengatakan, di daerah tempat tinggalnya banyak anjing berkeliaran. Beberapa ekor anjing tak bertuan berkeliaran pada saing dan malam hari. “Adalah lima atau enam ekor,” katanya.
Dia khawatir anjing-anjing liar tersebut akan menggigit anak-anak di sekitar pemukiman. Anjing-anjing yang berkeliaran tersebut yang dijumpainya banyak yang korengan. Dan sebagian lainnya juga menyerupai anjing-anjing yang memiliki ciri mengidap rabies. “Ada juga yang lidahnya menjulur,” katanya. (enn)
Said mengatakan, tiga tahun terakhir memang ada 80 kasus positif rabies dari total 176 kasus yang masuk ke DP3K. “Sekarang ini populasi hewan penular rabies (HPR) di Kota Jambi diperkirakan mencapai 9.494 ekor. Makanya, potensi kasus rabies bisa saja terjadi kapan saja, terutama di daerah rawan rabies,” katanya.
Secara rinci, Said mengatakan, di 2010 ada sekitar 47 kasus gigitan HPR. Yang positif ada 15 kasus. Selanjutnya, di tahun 2011 mengalami peningkatan yang cukup tinggi, dimana ditemukan 77 kasus gigitan. Dari total gigitan tersebut, 34 di antaranya positif rabies. Dan di tahun 2012, jumlah kasus kembali menurun yakni 52 kasus gigitan, dan 21 di antaranya positif rabies. Kecamatan Kotabaru dan Jambi Selatan, menurutnya kawasan paling banyak kasus gigitan.
Said mengatakan, ada empat langkah yang diambil untuk menekan kasus rabies di Kota Jambi. Pertama, melakukan sosialisasi kepada masyarakat, terutama pemilik HPR. Selanjutnya, dengan melakukan vaksinasi HPR, agar bahaya rabies yang ada pada hewan tersebut berkurang. “Sehingga ketika menggigit manusia tidak begitu berbahaya,” katanya.
Kemudian langkah ke tiga adalah pemusnahan atau eliminasi. “Sasarannya adalah HPR liar yang berkeliaran dan tidak jelas siapa pemiliknya,” lanjutnya. Langkah yang terakhir adalah kastrasi atau sejenis vasektomi terhadap HPR. Program ini, menurut Said, sedang digalakkan DP3K. Program ini bertujuan agar HPR tidak berkembang biak lantaran sudah dialukan operasi khusus. “Hingga saat ini sudah ada sembilan HPR yang dilakukan kastrasi,” paparnya.
Mengenai dokter hewan, Said mengatakan, pihaknya menyiagakan dokter hewan untuk pelayanan terhadap masyarakat. Dokter tersebut siap melayani jika ada masyarakat yang ingin meakukan vaksinasi terhadap hewan peliharaan mereka yang berpotensi menularkan rabies.
Pihaknya juga mengimbau agar masyarakat segera melaporkan kepada petugas melalui RT atau lurah jika menemukan kasus rabies. “Nantinya petugas akan datang dan melakukan observasi, termasuk pemusnahan atas dasar permintaan warga supaya tidak menyebar serangan rabiesnya,” tandasnya. Dia menambahkan, hewan yang berpotensi menularkan rabies adalah anjing, kucing, dan monyet.
Chandra, warga Kelurahan Beliung, Kecamatan Kotabaru, mengatakan, di daerah tempat tinggalnya banyak anjing berkeliaran. Beberapa ekor anjing tak bertuan berkeliaran pada saing dan malam hari. “Adalah lima atau enam ekor,” katanya.
Dia khawatir anjing-anjing liar tersebut akan menggigit anak-anak di sekitar pemukiman. Anjing-anjing yang berkeliaran tersebut yang dijumpainya banyak yang korengan. Dan sebagian lainnya juga menyerupai anjing-anjing yang memiliki ciri mengidap rabies. “Ada juga yang lidahnya menjulur,” katanya. (enn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... NTB Layak Disebut Serambi Madinah
Redaktur : Tim Redaksi