800 Ribu Rumah Berpotensi Hilang

Senin, 16 Januari 2012 – 09:57 WIB
JAKARTA - Moratorium (pemberhentian sementara) penyaluran kredit Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) berdampak luar biasa dalam penyerapan rumah sejahtera tapak. Surat moratorium FLPP yang dikeluarkan Deputi Pembiayaan Perumahan Kementerian Perumahan Rakyat atas nama Menteri Perumahan Rakyat (Kemenpera) dinilai para pengembang dan perbankan dapat menghilangkan potensi penyerapan 8 ribu unit rumah atau setara dengan Rp 500 miliar dana FLPP tak terserap.

"Penyaluran KPR FLPP sementara ditunda karena menunggu penetapan suku bunga baru yang diharapkan dapat lebih rendah dari sebelumnya (8,15 persen)," kata Deputi Pembiayaan Perumahan Kemenpera, Sri Hartoyo.

Dia berdalih Kemenpera saat ini menghentikan FLPP yang lama dengan bunga 8,15 persen karena tengah mencari formula baru agar bunganya bisa lebih rendah. Sri Hartoyo menegaskan moratorium itu tidak akan lama, hanya sampai akhir Januari 2012 ini.

Meski demikian, Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi), Eddy Ganefo mengatakan selama moratorium 4 minggu ini, pontential loss perumahan bisa mencapai 8 ribu unit rumah sejahtera tapak. "Dari kami (Apersi) mayoritas pembelinya adalah Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang menggunakan fasilitas KPR FLPP," kata Eddy di Jakarta.

Eddy menyebutkan Kemenpera beralasan melakukan moratorium karena berusaha untuk menurunkan suku bunga 8,15 persen dan itu diprediksi tidak mungkin. Pasalnya saat ini komposisi pembiayaan rumah adalah 60 persen FLPP (pemerintah) dan 40 persen perbankan.

"Bank sulit merealisasikan bunga turun di bawah 8,15 persen, jadi penghentian ini justru menyusahkan rakyat," tegasnya. Potensi kehilangan 8 ribu unit rumah sejahtera tapak setara dengan Rp 500 miliar dana FLPP yang harusnya terserap.
  
Kemudian, kata Eddy, dengan tertundanya pelaksanaan KPR FLPP, banyak konsumen MBR yang menyangsikan apakah subsidi perumahan melalui FLPP itu masih ada di 2012 ini sehingga mereka banyak yang mengundurkan diri untuk membeli rumah.

"Tolonglah, Menpera, jika beliau memang pro rakyat, seharusnya segera menetapkan kebijakan transisi agar tidak menimbulkan korban yang lebih besar serta bank pelaksana segera mengajukan Perjanjian Kerja Operasional (PKO) yang baru ke Menpera," katanya.
 
Eddy menambahkan pihaknya meminta agar sambil menyelesaikan PKO yang baru, Kemenpera tetap menyalurkan FLPP bersama bank pelaksana dengan PKO yang lama. "Jadi tidak ada kevakuman di lapangan," katanya. Setelah adanya PKO baru, kata Eddy, akad kredit selama masa transisi dilakukan perhitungan atas resiko bunga yang menjadi beban masyarakat, kepada perbankan. (vit)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hatta Pimpin Tim Evaluasi Kontrak Karya Pertambangan

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler