84 Persen Lahan Gambut Kritis

Rabu, 01 Mei 2013 – 10:18 WIB
PALEMBANG – Dari total 1,37 juta hektare lahan gambut di Sumsel, sekitar 84,7 persen di antaranya dalam kondisi kritis. Demikian diungkap Asisten III bidang Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Sumsel, Drs H Akhmad Najib M Hum, Selasa (30/5).

Menurutnya, ada beberapa faktor yang menyebabkan kerusakan lahan gambut tersebut. Di antaranya penebangan liar, konversi lahan gambut, kebakaran, dan pembukaan parit serta saluran irigasi. “Kerusakan juga diakibatkan karena rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya lahan gambut dalam menunjang kehidupan,” cetusnya.

Lebih dari 70 persen lahan gambut di Sumsel sebenarnya sudah terbebani dengan izin pengelolaan yang dikeluarkan pemerintah daerah setempat.  “Nah, 40 persen luas areal gambut yang ada memiliki riwayat sudah pernah terbakar,” beber Najib. Untuk itu, perlu dibuat institusi khusus yang bertanggung jawab dalam rangka mengurus dan memberikan arah terkait pemanfaatan gambut.

Ditegaskan Najib, keberadaan lahan gambut sangat penting bagi lingkungan, termasuk membantu pelestarian daerah aliran sungai (DAS) Musi. Jika gambut rusak, maka akan juga merusak lingkungan sekitarnya. Karena itu persoalan ini harus ditangani secara serius  agar tidak berdampak negatif pada punahnya ekosistem yang ada di sana.

Kerusakan lahan gambut juga menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir. Pemanfaatan lahan gambut diatur dalam Keppres No 32 Tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung. Di dalamnya adanya larangan pengelolaan lahan gambut sedalam 3 meter. ”Aturan ini dibuat agar kita dapat memanfaatkan lahan gambut secara bijaksana,” tutur Najib.

Semua stakeholder harus dilibatkan sebelum melakukan pemanfaatan areal gambut ini. Baik pakar dari perguruan tinggi, pemerhati lingkungan, dan instansi terkait lainnya. “Mereka perlu saling memahami dengan membentuk suatu wadah pelestarian lahan gambut Sumsel,” ujarnya.

Nantinya, lembaga legal dan formal  tersebut diharapkan dapat membuat roadmap revitalisasi lahan gambut yang tersebar di Sumsel. Roadmap itulah yang akan jadi semacam acuan oleh stakeholders terkait untuk melakukan penyelamatan kerusakan lahan gambut.

Prof Dr Robiyanto dari Universitas Sriwijaya (Unsri) mengatakan, pelestarian lingkungan lahan rawa/gambut merupakan hal yang harus dilaksanakan. Katanya, melihat suksesnya pembangunan daerah tidak hanya dilihat dari keberhasilan produksi, tapi juga penanganan pascapanen, pemasaran sehingga berpengaruh kepada petani.

“Dalam hal ini, kita perlu melakukan pengembangan dan pengelolaan rawa gambut yang bersifat kawasan. Hidrologi gambut merupakan permasalahan utama yang sangat perlu untuk diperhatikan,” katanya.

Untuk melakukan pengembangan dan pengelolaan rawa guna pembangunan berkelanjutan diperlukan tiga hal utama. Yakni adaptasi tanam dan pola tanam dengan kondisi alam serta lingkungan, rekayasa lingkungan agar sesuai kebutuhan tanam, dan kombinasi antara adaptasi dan rekayasa lingkungan.

“Untuk itu, sarana dan prasarana yang bertujuan untuk optimalisasi pengelolaan lahan rawa/gambut harus dikaji lagi. Perlu dibuat suatu peta sehingga kebutuhan lahan gambut dapat dikembangkan sesuai dengan ketersediaan anggaran,” tandas Robiyanto. (rip/ce2)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Nelayan Sulit Dapatkan Solar

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler