888 Orang Dipasung di Jatim

Selasa, 27 November 2018 – 10:45 WIB
Ilustrasi pasung

jpnn.com, SURABAYA - Kasus pasung karena gangguan jiwa di Jatim kini mengalami kenaikan. Terutama dalam kurun tiga tahun terakhir.

Yakni, pada 2016 yang mencapai 716 kasus menjadi 888 kasus pada November 2018. Penyebabnya beragam.

BACA JUGA: Cinta Ditolak, Jiwa Terganggu, Komar Dipasung 10 Tahun

Di antaranya, faktor himpitan ekonomi dan keinginan yang tidak terpenuhi. Akibatnya, mereka berperilaku agresif dan membahayakan.

Kepala Dinas Kesehatan Jatim Kohar Hari Santoso menyatakan, gangguan jiwa terbagi atas dua macam. Yakni, neurosis dan psikosis.

BACA JUGA: Akhirnya Empat Warga yang Dipasung Keluarga Dibebaskan

Gangguan jiwa neurosis terjadi karena depresi akibat beban kerja ataupun stres ringan. Selanjutnya, psikosis merupakan gangguan jiwa berat yang bisa berakibat pemasungan.

''Meningkat. Tapi, ada penurunan signifikan pada 2014 yang mencapai 2.500-3.000 kasus kini menjadi ratusan kasus,'' ujarnya.

BACA JUGA: 16 Orang Masih Dipasung Keluarga

Menurut dia, gangguan jiwa memang tidak bisa dihindari. Apalagi, setiap orang memiliki beban hidup masing-masing.

Namun, kasus pemasungan memang banyak menjadi perhatiannya. Sinergi dengan lintas sektor pun dilakukan, baik dinas sosial, pendekatan pendidikan, maupun pendekatan agama.

''Poinnya, pendekatan dengan berbasis masyarakat supaya kasus pasung bisa ditekan,'' jelasnya.

Di beberapa daerah kasus pasung masih banyak dijumpai. Di antaranya, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Probolinggo, dan Kabupaten Lumajang.

Jumlah kasus pasung di Kabupaten Bangkalan dan Probolinggo bahkan lebih dari seratus kasus. Sementara itu, Kabupaten Lumajang mencapai 70 kasus.

''Mereka yang mengalami gangguan jiwa berasal dari beragam usia,'' tuturnya.

Pemasungan yang terjadi di masyarakat, ujar Kohar, bermula dari berbagai hal. Misalnya, marah-marah lantaran tidak dibelikan sepeda motor.

Ada juga yang minta nikah tapi tidak dituruti orang tuanya. Ada juga yang asli mengalami gangguan jiwa. ''Ini semua harus diobati agar tidak menjadi manifes,'' katanya.

Menurut Kohar, pendekatan berbasis masyarakat penting untuk mengatasi kasus pemasungan. Sinergi pun dilakukan.

Terutama bagi lingkungan keluarga itu sendiri agar mau terbuka dan melaporkan kasus yang dialami.

Masyarakat, ujar dia, juga harus bisa menerima kembali orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang sudah sembuh. Harapannya, tidak ada lagi stigma gangguan jiwa yang melekat. (puj/c22/end/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ibu Kandung Ikat Anak di Tempat Tidur


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler