jpnn.com, JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menemukan sembilan masalah seputar PPDB (penerimaan peserta didik baru) jalur zonasi.
Menurut Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti, sembilan permasalahan PPDB sistem zonasi ini erdasarkan pemantauan sejak dua tahun terakhir.
BACA JUGA: Pendaftar PPDB 2019 Jalur Prestasi Harus Berasal dari Luar Zonasi
"PPDB jalur zonasi sudah dilakukan sejak 2016, tapi masih saja bermasalah. Berdasarkan analisis kami, ada sembilan masalah utama PPDB jalur zonasi," kata Retno di Jakarta, Rabu (19/6).
Sembilan masalah PPDB itu adalah:
BACA JUGA: Jika Kuota PPDB 2019 Sudah Terpenuhi tetapi Masih Banyak Pendaftar
1. Penyebaran sekolah negeri yang tidak merata di tiap kecamatan dan kelurahan, sementara banyak daerah yang pembagian zonasi pada awalnya di dasarkan pada wilayah administrasi kecamatan.
2. Ada calon siswa yang tidak terakomodasi, sehingga tidak terakomodasi, karena tidak bisa mendaftar ke sekolah manapun. Sementara ada sekolah yang kekurangan siswa, karena letaknya jauh dari pemukiman penduduk.
BACA JUGA: Ombudsman Nilai Kemendikbud Gagal Menjelaskan PPDB Sistem Zonasi
BACA JUGA: Pendaftaran PPDB 2019 Jalur Zonasi: Orang Tua Jangan Fokus ke Sekolah Favorit
3. Orangtua mengantre hingga menginap di sekolah, padahal kebijakan PPDB nya zonasi dan sistem online, siswa di zona terdekat dengan sekolah pasti diterima. Meski mendapatkan nomor antrian 1, akan tetapi domisili jauh dari sekolah, maka peluangnya sangat kecil untuk diterima.
4. Minimnya sosialisasi sistem PPDB ke para calon peserta didik dan orangtuanya, sehingga menimbulkan kebingungan. Sosialisasi seharusnya dilakukan secara terstruktur, sistematis dan massif.
5. Masalah kesiapan infrastruktur untuk pendaftaran secara online.
6. Transparansi kuota per zonasi yang sering menjadi pertanyaan masyarakat, termasuk kuota rombongan belajar dan daya tampung. Permendikbud 51/2018 menentukan maksimal jumlah Rombel per kelas untuk SD 28, untuk SMP 32 dan untuk SMA/SMK 36 siswa.
7. Penentuan jarak atau ruang lingkup zonasi yang kurang melibatkan kelurahan, sehingga di PPDB tahun 2019 titik tolak zonasi dari Kelurahan.
8. Soal petunjuk teknis (juknis) yang kurang jelas dan kurang dipahami masyarakat, dan terkadang petugas penerima pendaftaran juga kurang paham.
9. Karena jumlah sekolah negeri yang tidak merata di setiap kecamatan maka daerah membuat kebiajkan menambah jumlah kelas dengan system 2 shift (pagi dan siang), dampaknya banyak sekolah swasta di wilayah tersebut kekurangan peserta didik.
BACA JUGA: Jika Kuota PPDB 2019 Sudah Terpenuhi tetapi Masih Banyak Pendaftar
"Dikhawatirkan, kalau tidak dipikirkan maka sekolah akan tutup. Di DKI Jakarta, pada 2016 pemprov berencana membeli sekolah-sekolah swasta itu dengan APBD agar mayoritas anak Jakarta bisa mengakses sekolah gratis di negeri,” tandasnya. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mestinya Dimulai Pemerataan Kualitas Guru, Baru PPDB Sistem Zonasi
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad