9 Ribu Nyawa Melayang Dampak Konflik Syria

Senin, 02 April 2012 – 10:21 WIB

ISTANBUL - Klaim rezim Presiden Bashar al-Assad bahwa mereka berhasil meredam dan menghentikan bara api revolusi atau perlawanan oposisi ternyata sama sekali tidak benar. Bentrok sengit antara pasukan pemerintah dan oposisi, yang didukung tentara pembangkang Free Syrian Army (FSA), masih berlangsung hingga kemarin (1/4).

Bersamaan itu, komunitas internasional kemarin juga terus berupaya meningkatkan tekanan atas rezim Assad terkait tindakan represif terhadap oposisi dan demonstran antipemerintah.

Bentrok sengit tidak hanya terjadi di dekat Damaskus, tetapi juga di timur dan barat laut ibu kota. Sedikitnya, 16 orang tewas dalam berbagai bentrok itu. Bahkan, delapan tentara pemerintah tewas dalam operasi penyergapan dan baku tembak di beberapa wilayah tersebut.

Pertempuran paling sengit meletus di Quriyeh, Provinsi  Deir Ezzor, timur Syria, kemarin. Menurut aktivis Syrian Observatory for Human Rights (SOHR), lima gerilyawan oposisi, empat tentara pemerintah, dan seorang warga sipil tewas dalam bentrok itu. Sekelompok anggota FSA berhasil pula menewaskan empat tentara pemerintah dalam operasi penyergapan terhadap konvoi militer Syria di dekat Kota Jisr al-Shughur, Provinsi Idlib, barat laut Syria, atau dekat perbatasan dengan Turki.

Di provinsi yang sama, seorang penembak jitu (sniper) menembak mati seorang perempuan dekat Kota Maaret al-Numan. Pertempuran sengit lain pecah di dekat Saraqeb. "Seorang pemuda tewas saat pasukan keamanan rezim (Assad) menyerbu Kota Dmeir, Provinsi Damaskus. Empat warga lain ditahan," ujar pernyataan SOHR kemarin.

Lembaga itu menambahkan, pasukan pemerintah terus melancarkan razia dan menangkap sejumlah orang di dekat Douma, timur laut Damaskus. Di Desa Maaraba, Provinsi Damaskus, seorang tentara pemerintah terluka saat sebuah pos pemeriksaan diserang oposisi. Pertempuran itu terjadi hanya sehari setelah rezim Assad mengklaim telah berhasil mengalahkan "pembenrontak" dan memadamkan revolusi.

Menurut PBB, lebih dari 9 ribu orang telah tewas akibat kekerasan dan krisis politik di Syria sejak Maret tahun lalu. Karena itu, PBB berupaya mengimpelemntasikan proposal damai untuk menghentikan pertempuran darah di Syria.

Sementara itu, komunitas internasional semakin serius dalam meningkatkan upaya menekan dan mengisolasi lebih kuat terhadap rezim Assad. Lebih dari 70 menteri luar negeri dari negara-negara Arab dan Barat bertemu di Turki kemarin untuk mencari jalan guna meningkatkan tekanan atas Assad dan memperkuat dukungan pada oposisi.

Pertemuan forum yang dikenal sebagai "Sahabat Rakyat Syria" (Friends of Syria) itu menindaklanjuti permintaan dari pejuang oposisi untuk dipersenjatai. Oposisi menyebut bahwa sikap Assad yang menyetujui dan menerima rencana perdamaian PBB-Liga Arab hanya upaya menunda waktu dan melanjutkan aksi kekerasan atas warga sipil.

Perdana Menteri (PM) Turki Recep Tayyip Erdogan berjanji bahwa rakyat Syria "tidak akan pernah dibiarkan sendirian". "Makin banyak warga yang sekarat dan tewas di Syria. Permukiman-permukiman penduduk dikepung dan diserang (oleh tentara Assad)," katanya ketika membuka pertemuan tersebut.

Erdogan berharap rezim Syria tidak memanipulasi persetujuan atas rancangan damai PBB itu untuk mengulur waktu.

Forum itu kali kedua diadakan dalam beberapa bulan terakhir. Forum para menteri luar negeri di Istanbul, yang juga dihadiri Menlu AS Hillary Clinton, itu bertujuan untuk memperkuat tekanan diplomatik terhadap Assad karena sudah berkomitmen mendukung rancangan damai usulan Utusan Khusus PBB dan Liga Arab Kofi Annan.

Sikap Assad yang menerima enam poin jalan damai yang diusulkan Annan justru disikapi skeptis oleh negara-negara Arab dan Barat. Menlu Inggris William Hague mendesak pemerintah Syria melaksanakan isi rancangan perdamaian tersebut segera.

Dia mengatakan, komunitas internasional ingin melihat transisi kekuasaan yang teratur di Syria. "Kami berupaya menyatukan persepsi soal sanksi dan mengirimkan pesan kepada rezim Syria bahwa ada batas waktu bagi mereka untuk melaksanakan proposal damai sebelum kami kembali ke Dewan Keamanan PBB untuk membahas resolusi baru. Bahkan, ada yang mengusulkan untuk mempersenjatai pejuang oposisi jika tidak terjadi perkembangan positif," paparnya. 

Friends of Syria merilis peringatan pada Damaskus agar tak menunda lagi pelaksanaan rancangan damai PBB-Liga Arab. Di sisi lain, forum itu menekankan dukungan mereka pada oposisi. Meski begitu, beberapa negara memboikot pertemuan tersebut. Yakni, Rusia, Tiongkok, dan Iran.

Menurut Hillary Clinton, hingga saat ini belum ada satu poin dari kesepakatan antara pemerintah Syria dan Kofi Annan yang dilaksanakan. "Hampir sepekan berlalu dan kita menyimpulkan bahwa rezim (Assad) menambah daftar panjang janji-janji yang mereka ingkari," kecamnya. 

Rezim Assad justru yakin bahwa pertemuan di Istanbul itu tidak akan membawa banyak pengaruh negatif terhadap Damaskus. Bahkan, televisi nasional Syria menayangkan cuplikan siaran pembukaan forum tersebut dan memberi label pertemuan itu sebagai "musuh rakyat Syria".

Sejauh ini, belum banyak kemajuan pertemuan Istanbul. Para pemimpin negara-negara Barat menyatakan perlunya meningkatkan tekanan pada rezim Assad dan mendukung oposisi. Namun, mereka sama sekali tidak ingin intervensi militer dalam bentuk apapun dan juga belum mendukung upaya mempersenjatai oposisi.

Usul mempersenjatai oposisi datang dari Qatar dan Arab Saudi. Namun, sebagian besar negara lain menolak. Mereka khawatir terjadi banjir darah di Syria karena senjata bakal mendorong terjadinya perang sektarian.

Sebelumnya, permintaan untuk mempersenjatai oposisi dimunculkan oleh Dewan Nasional Syria (SNC), koalisi oposisi Syria. Kepala SNC Burhan Ghalion minta negara-negara tetangga mengizinkan pengiriman senjata bagi FSA. "Kami mendesak perlunya mempersenjatai (FSA) untuk mempertahankan banyak nyawa rakyat Syria. Kami harap Sahabat Syria akan menyetujui usulan kami," tandasnya. (AFP/CNN/BBC/cak/dwi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Selera Sama si Kembar Beda Warna


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler