Aa Gatot Kena Asma dan Diabetes, Obatnya ya...Sabu

Rabu, 04 Januari 2017 – 00:24 WIB
Gatot Brajamusti (tengah) terlihat berdiskusi dengan kuasa hukumnya sebelum menjalani sidang kedua di PN Mataram, kemarin (3/1). Foto: Didit/Lombok Post/JPNN.com

jpnn.com - JPNN.Com - Pengadilan Negeri (PN) Mataram, NTB, menggelar sidang kedua perkara kepemilikan dan penyalahgunaan narkoba dengan terdakwa Gatot Brajamusti, kemarin (3/1).

Dalam eksepsinya, tim kuasa hukum Gatot Brajamusti, menganggap dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) cacat hukum.

BACA JUGA: Cerita Aa Gatot soal Dua WNA Masuk Islam di Tahanan

Juru bicara tim kuasa hukum Gatot, Irfan Suryadiata mengatakan, telah terjadi kekeliruan dalam proses hukum terhadap kliennya.

Kekeliruan tersebut bahkan dimulai sejak pengembangan kasus Gatot di Jakarta Selatan.

BACA JUGA: Sidang Perdana Aa Gatot...Beraaaat

Dalam pengembangan tersebut, polisi menemukan sejumlah barang bukti lain, salah satunya adalah narkotika jenis sabu. Namun, proses tersebut diklaim Irfan tanpa melalui prosedur yang benar.

”Penggeledahan dan penyitaan di rumah klien kami, tidak didasari surat izin dari pengadilan, baik PN Mataram maupun PN Jakarta Selatan,” kata Irfan usai sidang, kemarin (3/1).

Menurut Irfan, tanpa adanya surat izin tersebut, seluruh proses hukum lanjutan yang dijalani kliennya dianggap tidak sah. Ini sesuai dengan Pasal 33 Ayat 1 KUHAP.

”Kalau sudah begitu, hasil dari penggeledahan di Jakarta Selatan tidak bisa dijadikan barang bukti untuk persidangan,” ujarnya.

Lebih lanjut, Irfan menjelaskan jika merujuk pada atuaran KUHAP, ada hal yang dapat menjadi pertimbangan dalam melakukan penggeledahan, meski tanpa izin ketua pengadilan.

Hanya saja, dia menilai pertimbangan tersebut tidak bisa dijadikan alasan penyidik untuk tidak meminta izin.

”Untuk hal-hal tertentu bisa, tapi untuk kasus klien kami tidak ada yang dapat memenuhi ketentuan tersebut,” beber dia.

Karena itu, dia melihat terdapat cacat dalam proses hukum yang dijalani kliennya. Proses yang cacat ini, berimbas pada tidak sahnya proses lanjutan yang dijalani kliennya.

Dia pun meminta Majelis Hakim PN Mataram untuk mencabut dakwaan terhadap kliennya.

”Istilah hukumnya itu, integrated criminal justice system,” kata pria berkacamata ini.

Selain proses penggeledahan, Irfan juga menyoroti penggabungan barang bukti yang dilakukan penyidik, yakni sabu yang ditemukan di Mataram dan Jakarta Selatan.

Menurut dia, penggabungan ini merupakan hal yang keliru. ”Itu kan ada di dua wilayah hukum yang berbeda, bertentangan dengan Pasal 84 Ayat 3 KUHAP,” tandasnya.

Sementara itu, kuasa hukum Gatot lainnya, Suryahadi dalam eksepsinya mengatakan, sejak awal penangkapan kliennya, media seolah-olah membangun opini publik jika terdakwa orang yang betul-betul bersalah.

Padahal saat penangkapan di Hotel Golden Tulip, sabu yang ditemukan hanya seberat 0,63 gram. ”Terdakwa ini hanya korban,” kata Suryahadi.

Selain itu, penggunaan narkotika yang dilakukan kliennya, diklaim Suryahadi bukan untuk bersenang-senang atau mencari keuntungan.

Kliennya, lanjut dia, memakai narkotika hanya untuk pengobatan. Sebab Gatot diketahui menderita penyakit asma dan diabetes. Jika kumat, maka menimbulkan efek bengkak di sebagian tubuhnya.

”Saat penyakit terdakwa kambuh, dengan mengonsumsi itu (narkotika, Red) kesehatan terdakwa bisa normal,” kilahnya.

Atas dasar itu, Suryahadi menganggap kliennya bukan seorang kriminal. Melainkan hanya korban dari peredaran barang haram narkotika, yang perlu direhabilitasi.

”Harus direhabilitasi, karena penyalahguna bukan kriminal, tetapi korban,” tandasnya.

Terpisah, JPU dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB Ginung Pratidina mengatakan, pihaknya masih tetap bertahan sesuai dakwaan. Karena itu, agenda sidang berikutnya jaksa akan menjawab seluruh keberatan dari terdakwa.

”Seluruh materi eksepsi akan kita jawab, termasuk izin penggeledahan itu,” pungka Ginung.(dit/r2)

 


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler