jpnn.com, JAKARTA - Kritik yang kerap dilontarkan mantan Ketua Pansus Banjir DPRD DKI Jakarta Zita Anjani dianggap salah sasaran. Selain itu, Zita juga dinilai berlebihan lantaran menuding Gubernur DKI Anies Baswedan tidak bekerja terkait persoalan banjir Jakarta.
Demikian disampaikan Penasehat Fraksi Gerindra DPRD DKI, Abdul Ghoni saat berbincang dengan wartawan, di Jakarta, Jumat (26/2).
BACA JUGA: Korban Banjir Jakarta Memohon kepada DPRD DKI: Tolong Panggil Pak Anies!
"Bu Zita terkesan belum menguasai Jakarta. Menurut saya, Bu Zita kalau menganggap Pak Anies tidak bekerja, Bu Zita sebaiknya pahami dulu terkait persoalan banjir di Jakarta," kata Ghoni.
Ghoni mengatakan, sengkarut banjir yang sudah menahun membelit Ibu Kota tidak bisa diselesaikan hanya dengan rekomendasi Pansus Banjir DPRD DKI. Terlebih, kajian Pansus tersebut bersumber dari studi banding di dua daerah yang ternyata juga belum berhasil mengatasi banjir, yaitu Surabaya dan Semarang.
BACA JUGA: Simak, Saran Romo Benny Untuk Atasi Banjir di Jakarta
"Kunjungan Pansus studi banding ke Surabaya dan Semarang itu salah sasaran. Karena di dua daerah tersebut, bahkan sebelum kunjungan Pansus juga sudah banjir kok," ungkap Ghoni.
"Saya kan juga salah satu anggota Pansus Banjir, disana sungai yang dinormalisasi juga tidak mampu menampung debit air dan melimpah ke jalan. Jadi, menurut saya Pansus Banjir DPRD DKI salah sasaran. Meskipun studi banding kesana juga sah-sah saja," sambungnya.
BACA JUGA: Soal Penanganan Banjir di Wilayah Sungai, Menteri PUPR: Harus Ditangani Sistemik
Karena itu, Ghoni menyebut, kajian Pansus tidak relevan untuk menjawab persoalan banjir di kawasan metropolitan Jakarta.
"Kalau studi bandingnya cuma Surabaya dan Semarang, ya.. itu kan kota kecil. Beda dengan Jakarta, disini ada 13 sungai. Saya kira Pansus terlalu cepat dan buru-buru, sehingga tidak maksimal. Kemarin rekomendasi Bu Zita juga sudah saya kasih masukan," katanya.
"Jadi, kita tidak bisa hanya sekedar merekomendasikan, lalu menyalahkan Pak Anies, itu tidak mungkin. Karena sejak zamannya Pak Ali Sadikin, Pak Sutiyoso sampai sekarang tidak ada Gubernur yang bisa mengatasi banjir Jakarta," ucap Ketua Forum Komunikasi Anak Betawi (Forkabi) periode 2021-2026 itu.
Anggota DPRD DKI tiga periode ini menyebut, mestinya, studi banding untuk mendalami solusi penanggulangan banjir bisa dilakukan ke negara-negara yang sudah terbukti mengatasi lersoalan banjir. Misalnya, Malaysia dan Jepang.
"Ya, kalau mau studi banding yang bener ke Japang dan Malaysia yang relatif berhasil menangani banjir. Saya dulu sudah pernah studi banding ke sana, di Malaysia misalnya, disana jalan tol bawahnya bisa menampung air, jadi air masuk dibawah jalan-jalan tol. Begitu juga di Jepang, itu punya DAM besar, yang bisa menampung sampai 3 juta kubik air," papar Ghoni.
Lebih jauh, Anggota Komisi D DPRD DKI ini menjelaskan, bahwa persoalan utama banjir Jakarta ada di 13 sungai di DKI Jakarta yang kondisinya sudah mengalami pendangkalan, penyempitan hingga pencemaran sampah. Akibatnya, tingginya volume air tidak mungkin lagi tertampung.
Namun, kata dia, untuk kewajiban normalisasi 13 sungai itu kewenangannya ada di pemerintah pusat dalam hal ini adalah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Inilah yang membuat penanganan banjir di DKI lambat.
"Bu Zita juga seharusnya sudah tahu ini, bahwa kewajiban normalisasi 13 sungai itu di PUPR. Sedangkan kewajiban Pemprov DKI itu hanya sebatas pembebasan lahannya. Kalau PUPR ada kendala di pembebasan lahan, bilang aja ke Pemprov DKI, pasti diberesin. Kita ada anggarannya kok," tegas Ghoni.
"Tapi, ini PUPR-nya gimana ya, sampai sekarang Kali Ciliwung dan Kali Krukut saja belum selesai," katanya.
Karena itu, menurut Ghoni tidak tepat kalau persoalan banjir Jakarta terus menerus saling menyalahkan. Dia pun meminta semua pihak untuk memahami persoalan banjir yang tidak sederhana.
"Menurut saya, Pemprov DKI sudah bekerja cukup baik. Tapi kita juga harus memahami, kenapa sih normalisasi lambat?, nanyaknya jangan ke Pak Anies, tapi nanyak ke Kementerian PUPR. Karena kewajiban 13 sungai itu di PUPR," terang Ghoni.
"Kalau Bu Zita terus-terusan menyalahkan Pak Anies, nanti Bu Zita sendiri yang justru dianggap gagal paham," ucapnya.
Selanjutnya, Ghoni kemudian jugq menyinggung lambatnya PUPR terkait proyek pembangunan dua Bendungan Cimahi dan Sukamahi, di Kabupaten Bogor.
Sebab, selain normalisasi, perlambatan dan penanggulangan aliran air di sepanjang sungai juga tidak kalah penting.
Menurut Ghoni, pembangunan kedua bendungan itu merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam upaya pemerintah mengurangi kerentanan bencana banjir di Ibu Kota.
Karena itu, dia meminta PUPR segera duduk bareng dengan Pemprov DKI untuk mempercepat pengerjaan kedua waduk tersebut.
"Ini sudah pernah saya sampaikan di DPRD DKI pada 2005, waktu zamannya Pak Sutiyoso, agar segera dibikin waduk di Ciawi yang saat ini sedang digarap PUPR, tapi pengerjaannya sampai sekarang juga belum selesai," sesal Ghoni.
Ghoni mensinyalir, lambatnya penanganan banjir di DKI dipicu oleh tumpang tindih kewenangan antara Pemda dan Pemerintah Pusat.
"Maka itu, kalau serius ingin menyelesaikan masalah ini, lebih baik Presiden Jokowi bikin Kepres, serahkan saja penanganan banjir ini kepada Pemprov DKI, insyaallah beres itu masalah banjir," tandas Ghoni.
Selain itu, dia juga menyarankan agar daerah hulu di sepanjang bantaran kali di Depok dan Bogor diberikan hibah saringan sampah. Dengan begitu warga sekitar tidak lagi membuang sampah sembarangan.
"Kita tahu, persoalan banjir ini kan dipicu oleh sampah yang luar biasa. Saat ini kesadaran masyarakat terkait sampah masih lemah. Lihat saja kemarin waktu banjir, sampah itu ada kasur, kursi pada nyangkut semua," ujar Ghoni.
"Nah, nanti kita karyakan saja itu warga-warga di bantaran kali agar mengontrol sampah di situ. Ini juga sudah sampaikan di tahun 2007. Tapi belum juga jalan," terang Ghoni.
"Jangan sampai banjir Jakarta ini yang dikambing hitamkan selalu banjir kiriman Depok, Bogor terus," tambahnya.
Terakhir, Ghoni mengajak semua pihak agar tidak melihat persoalan banjir Jakarta dengan narasi saling menyalahkan.
"Harusnya semua duduk bareng, harus terintegrasi, Jakarta, Depok, Bogor, dan Pemerintah Pusat. Jangan lagi saling menyalahkan," tutup Ghoni. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil