Abdul Hakim: Bank Penerima Obligasi Rekap BLBI Semestinya Bekerja untuk Rakyat

Sabtu, 23 April 2022 – 03:51 WIB
Anggota Pansus BLBI DPD RI Abdul Hakim. Foto: Dokumentasi pribadi

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Pansus BLBI DPD RI Abdul Hakim menyoroti bank-bank penerima obligasi rekap BLBI.

Dia menilai bank-bank penerima obligasi rekap BLBI tak hanya merugikan negara dari pembayaran bunga oleh pemerintah, namun juga mengarahkan ekonomi negara ini ke arah yang keliru.

BACA JUGA: DPD RI Berencana Panggil Bank yang Jadi Obligator BLBI

“Bank-bank yang sudah mau bangkrut pada medio 1998-1999 dan ditolong oleh akal-akalan akuntansi IMF dengan menerbitkan obligasi rekap BLBI itu semestinya bekerja untuk rakyat,” kata Abdul Hakim di Jakarta, Jumat (22/4).

Dia menilai outstanding kredit perbankan penerima obligasi rekap diduga mayoritas justru mengarah ke sektor-sektor nonproduktif kerakyatan dan hanya melanggengkan kekayaan dan kekuasaan para konglomerat kroni.

BACA JUGA: Satgas BLBI dan Penerimaan Pajak Bikin Bu Sri Mulyani Kebanjiran Apresiasi

Menurut Abdul Hakim, bunga obligasi rekap yang setahun diperkirakan Rp 60-80 triliun itu dibayar dari uang rakyat.

Namun, kata dia, nyatanya kalau kita buka outstanding kredit bank-bank penerima rekap itu, masih saja jor-joran di sektor properti besar dan konsumsi barang-barang impor seperti pangan dan mobil.

BACA JUGA: Terlibat dalam Satgas BLBI, Polri Sita Aset Senilai Rp 5,9 Triliun

Senator Abdul Hakim mengatakan dugaan angka Rp 1.200 triliun untuk sektor properti mewah seperti membangun mal dan super-blok elite dan Rp 2.300 triliun untuk kredit konsumsi impor seperti mobil, elektronik, dan pangan.

Menurut dia, bank-bank penerima rekap itu benar-benar tak tahu untung karena sudah diselamatkan rakyat, giliran sudah mulai sehat malah meninggalkan rakyat.

Sektor-sektor produktif rakyat seperti UMKM pinggir jalan malah banyak mendapat pinjaman dari Financial Technology yang berbunga tinggi. Pertanian, peternakan, dan perikanan rakyat masih sulit mengakses kredit.

Pertanian bahkan di saat panen malah dibanjiri pangan impor.

“Kalau begini terus negara kita makin gemuk di atas, sementara di bawah makan pun susah,” kata Abdul Hakim.

Pertanyaannya, kalau tiba-tiba sektor konsumsi tersebut ambruk, bublle, siapa lagi nanti yang akan menolong?

“Duit rakyat lagi. Inilah jahatnya, jahat sekali,” ujar Abdul Hakim.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler