ABG Penampar Prajurit Israel Jadi Simbol Perlawanan

Kamis, 04 Januari 2018 – 06:44 WIB
Ahed Tamimi (tengah) diapit dua sipir jelang persidangan di Pengadilan Militer Israel. Foto: Reuters

jpnn.com, TEPI BARAT - Gadis berambut cokelat itu bernama Ahed Tamimi. Sejak masih anak-anak, dia sudah sering berhadapan dengan tentara Israel. Tapi, aksi nekatnya menampar serdadu Israel sekitar dua pekan lalu membuat mata dunia tertuju kepadanya.

”Kami ingin membebaskan Palestina. Kami ingin hidup sebagai orang bebas. Para serdadu itu berada di sini hanya untuk melindungi para pemukim (Yahudi) dan mencegah kami mendekat ke tanah kami,” kata Ahed seperti ditulis Harriet Sherwood dalam kolomnya di The Guardian kemarin, Rabu (3/1).

BACA JUGA: Pesan Palestina untuk Trump: Kami Tidak Bisa Diperas!

Jawaban itu meluncur dari mulut Ahed saat Sherwood bertanya tentang alasannya nekat melawan tentara Israel.

Namun, dialog tersebut tidak terjadi dalam kurun waktu dua pekan terakhir. Percakapan itu terjadi saat Ahed masih berusia 12 tahun. Atau sekitar empat tahun lalu.

BACA JUGA: Israel Berancang-ancang Mencaplok Wilayah Tepi Barat

Memang, sebelum memasuki remaja pun, putri Bassem Tamimi itu sudah sering berkonfrontasi dengan Pasukan Pertahanan Israel (IDF). Bahkan, pada 2012, fotonya yang mengepalkan tangan ke arah personel IDF sempat melahirkan kehebohan.

Tinggal di Desa Nabi Salih, Tepi Barat, Palestina, Ahed mau tak mau harus akrab dengan kekerasan dan perlawanan. Kekerasan para personel IDF terhadap warga desanya dan perlawanan orang-orang di sekitarnya terhadap militer Israel.

BACA JUGA: Perang Vietnam di Film Rambo itu Parah, di Gaza Lebih Parah

Apalagi, orang tuanya, Tamimi dan Nariman, termasuk aktivis. Di desa yang berjarak sekitar 20 kilometer dari Kota Ramallah itu, unjuk rasa anti-Israel berlangsung tiap pekan.

Karena terbiasa dengan pemandangan unjuk rasa dan penjagaan ketat personel IDF bersenjata lengkap selama sekitar satu dekade terakhir, Ahed pun tidak mengenal rasa takut.

Dia juga tidak pernah menyesal telah melakukan kekerasan terhadap personel IDF sebagaimana terekam dalam video sepupunya, Nour, itu. Bagi dia, melawan tentara, menyuarakan aspirasi, dan menuntut hak adalah aktivitas yang normal.

Maka, Ahed pun tak menyangka bahwa ulahnya pada 19 Desember berbuntut panjang. Dia ditangkap, kemudian ditahan di kantor polisi.

Selama dua pekan terakhir, tentu saja, dia menjalani interogasi. Di mata Israel, Ahed adalah pelaku kriminal. Tapi, di mata Palestina, Ahed adalah pahlawan. Jika Israel bermaksud membungkam Ahed dengan memenjarakannya, cara itu tidak akan berhasil.

”Sekarang mari kita lihat latar belakangnya. Tentara-tentara itu setiap hari parkir di tanah milik keluarga besar Tamimi. Militer Israel juga telah melakukan banyak kekejian di sana. Termasuk membunuh beberapa anggota keluarga Tamimi. Dan, Ahed hanya mereaksi semua itu,” papar Hiba Khan, jurnalis senior The Independent.

Dia menambahkan bahwa tamparan Ahed tidak sebanding dengan semprotan gas air mata, aksi pemecahan kaca jendela, maupun penembakan yang dialami Ahed dan keluarga besarnya.

Kemarin Khan menggugat masyarakat internasional yang memperlakukan Ahed dengan sangat tidak adil. Dengan tidak membela Ahed, menurut dia, dunia telah berlaku tidak adil kepada Palestina.

”Nelson Mandela pernah berkata bahwa kemerdekaan umat manusia tidaklah lengkap tanpa kemerdekaan Palestina. Dan, dengan tidak ikut menyuarakan aspirasi Ahed, dunia telah mengabaikan kemerdekaan Palestina. Juga, kemerdekaan seluruh umat manusia,” ungkap Khan.

Saat seorang gadis remaja dengan tangan kosong menampar serdadu bersenjata lengkap, tidak seharusnya dunia diam saja. Apalagi, gadis itu lantas dihadapkan pada 12 dakwaan kriminal terkait aksinya.

Sherwood dan Khan kecewa karena tidak ada gerakan masal untuk membela Ahed seperti saat kasus Malala muncul pada 2012. Ketika itu, mantan Perdana Menteri (PM) Inggris Gordon Brown langsung meluncurkan kampanye I am Malala.

Berbagai aksi digelar untuk membela bocah asal Pakistan tersebut. ”Tapi, lihatlah sekarang. Tagar #IamAhed saja tidak ada di media sosial,” protes Sherwood.

Setidaknya, ulah Ahed sukses membuat Israel gundah. Sebab, meski Ahed sukses dibungkam lewat jalur hukum, keberaniannya sudah kadung tersebar luas dan menginspirasi generasi muda Palestina.

”Kini mereka punya panutan. Semua pemuda dan pemudi Palestina ingin menjadi Ahed Tamimi,” tulis Uri Avnery, aktivis sayap kiri Israel, dalam opininya di Haaretz. Di sana dia menyamakan Ahed dengan Joan of Arc. (hep/c10/dos)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Edan, Israel Jadikan Donald Trump Nama Stasiun di Yerusalem


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler