MATARAM-Puluhan rumah warga di pesisir Pantai Tanjung Karang terancam roboh. Abrasi di tempat tersebut semakin meluas karena ombak yang semakin besar. Bahkan, salah satu rumah warga yang jaraknya hanya beberapa meter dari bibir pantai seakan tinggal menunggu waktu untuk terkena abrasi.
Dari pantauan Lombok Post (Group JPNN) di sekitar Pantai Tanjung Karang, kemarin, jarak rumah salah satu warga dengan bibir pantai hanya sekitar satu meter. Artinya, jika sewaktu-waktu muncul ombak besar, rumah tersebut bakal menjadi korban.
Di wilyah ini, Pemerintah Kota Mataram sebenarnya sudah melakukan langkah antisipatif dengan memabngun tanggul dari beton yang cukup tinggi. Sayangnya, tanggul tersebut sudah tidak berfungsi lagi. Sebagian sudah roboh karena tak kuasa menahan hantaman ombak.
Tanggul itu dibangun tahun 2007 lalu. Dana yang dihabiskan untuk membangun tanggul itu sekitar Rp 1,5 miliar. Sayangnya, tanggul itu tak mampu menjadi solusi jangka panjang. Setelah rusak, hantaman ombak besar kini kembali mengancam rumah-rumah warga di pesisir pantai tersebut.
‘’(Tanggul) itu sudah tidak berfungsi lagi. Buktinya tanggul itu justru jebol karena tak kuasa menahan besarnya ombak,’’ kata Sarhan, salah satu warga yang tinggal di pesisir Pantai Tanjung Karang kepada Lombok Post, kemarin.
Satu-satunya solusi agar warga lebih tenang adalah dengan memperbaiki tanggul. Atau kalau mau lebih aman lagi, sekitar 120 KK (kepala keluarga) yang bermukim di pesisir pantai tersebut direlokasi. ‘’Solusi lainnya bisa dengan membuat jetty,’’ kata Kepala Bidang Pengairan Dinas Pekerjaan Umum Kota Mataram, H Rumasih.
Ombak di pesisir pantai Tanjung Karang memang jauh lebih besar bila dibandingkan dengan ombak yang ada di Pantai Ampenan lainnya. Bahkan, para nelayan di tempat ini lebih dulu libur melaut akibat cuaca buruk dibandingkan dengan nelayan Pantai Bintaro. ‘’Kami tidak melaut sejak seminggu lalu,’’ tutur salah satu nelayan yang ditemui Lombok Post ketika sedang memperbaiki perahunya.
Menurutnya, saat musim angin barat seperti sekarang ini, ia tidak mau mengambil risiko. Hampir 90 persen nelayan di tempat itu tidak berani melaut. ‘’Kalau seperti ini, untuk mengisi waktu kami hanya memperbaiki perahu atau jaring,’’ ucapnya.
Kenapa tidak mencari pekerjaan lain? Menurut para nelayan, mereka sebenarnya ingin mencari pekerjaan lain saat musim angin barat seperti sekarang ini. Hanya saja, mencari pekerjaan juga tidak semudah yang dibayangkan. ‘’Kami mau mengerjakan pekerjaan apa? Yang kami bisa kan hanya melaut,’’ katanya dengan nada sedikit pasrah. (oni)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Merpati Dinilai Langgar Kesepakatan
Redaktur : Tim Redaksi