Abu Vulkanis Gunung Agung tak Boleh Diremehkan, Ini Buktinya

Jumat, 08 Desember 2017 – 05:32 WIB
Suasana di kawasan Pura Pasar Agung Karangasem yang berjarak 1 km dari Gunung Agung,Tanaman yang mati akibat hujan abu yang mengandung zat belerang. Foto: RAKA DENNY/JAWA POS

jpnn.com, KARANGASEM - Gunung Agung kembali menyemburkan asap tebal, membumbung 1.000 meter sampai 2.600 meter di atas puncak kawah, kemarin (7/12).

Menjelang siang sampai sore hari, petugas dari Pos Pengamatan Gunung Api Agung terus memantau kepulan asap tersebut.

BACA JUGA: Secara Visual Gunung Agung Tampak Tenang, tapi…

Semburan asap menegaskan kembali bahwa gunung tertinggi di Pulau Dewata itu masih sangat aktif.

Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kasbani menjelaskan, aktivitas Gunung Agung memang naik turun.

BACA JUGA: Cara Unik Duo VJ Kitty Live Galang Dana Peduli Gunung Agung

Beberapa hari belakangan, pengamatan visual menunjukkan bahwa gunung tersebut lebih tenang. Tapi, tidak demikian halnya dengan aktivitas di tubuh gunung dengan ketinggian 3.142 meter di atas permukaan laut (mdpl) itu. ”Di dalamnya, aktivitas vulkanik masih relatif tinggi,” kata dia.

Kasbani menyampaikan itu lantaran instansinya masih mendeteksi sejumlah gempa. Baik gempa vulkanik dalam, gempa vulkanik dangkal, gempa low frekuensi, maupun gempa tremor.

BACA JUGA: Magma Gunung Agung Bergerak ke Permukaan Kawah

Seluruhnya menunjukkan bahwa gejolak yang terjadi di dalam tubuh Gunung Agung belum selesai. Lebih dari itu, gejolak tersebut juga mengindikasikan pergerakan magma ke permukaan kawah.

”Memang beberapa hari kemarin mengalami perlambatan,” jelasnya.

Namun, tidak berarti tak ada suplai magma sama sekali. Juga tidak mengartikan bahwa aliran lava yang mengisi kawah berhenti total. ”Suplai masih ada terus,” kata Kasbani.

Menurut pria berkumis tebal itu, lava masih terus mengisi kawah Gunung Agung. Hanya, pertumbuhannya melambat.

Tidak secepat sebelumnya. Selain itu, sejumlah data mengindikasikan telah terjadi penurunan suhu lava yang ada di permukaan.

Tidak hanya berpengaruh terhadap pertumbuhan lava, kondisi itu juga menyebabkan glow atau sinar api relatif lebih jarang teramati.

”Saat ini sebagian (lava) sudah mengeras. Jadi, sinar api semakin berkurang,” ucap Kasbani. Tapi, asap yang teramati menyembur dari puncak kawah Gunung Agung tetap harus diwaspadai.

Apalagi jika disertai abu vulkanis seperti terjadi kemarin. Sebab, abu vulkanis sangat berpotensi menjadi lahar hujan atau lahar dingin.

Berkaitan dengan semburan asap tebal kemarin, Kepala Subbidang Mitigasi Gunung Api Wilayah Timur PVMBG Devy Kamil Syahbana menyampaikan bahwa asap tersebut keluar disertai abu vulkanis.

”Tapi, abunya masih tipis dan sebarannya masih di sekitar puncak,” terang dia.

Karena itu, abu tersebut belum berpotensi mengganggu aktivitas penerbangan pesawat dari dan menuju Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai. Demikian pula pesawat yang hendak terbang dan mendarat di Lombok.

Meski demikian, sebaran abu vulkanis tidak boleh diremehkan. Sebab, daya rusaknya cukup tinggi. Buktinya, sejumlah tanaman yang berada di sekitar Gunung Agung rusak.

Berdasar pantauan Jawa Pos di Desa Pempatan, Kecamatan Rendang, hutan pinus yang berjarak sekitar 7,5 kilometer dari puncak gunung tersebut rusak.

Tumbuhan lain seperti bambu serta produk pertanian mati. Penyebabnya, hujan abu terjadi ketika letusan akhir bulan lalu.

Bukan hanya Desa Pempatan, kondisi serupa tampak di Desa Sebudi, Kecamatan Selat. Sejumlah tanaman mati setelah dihinggapi abu vulkanis.

Alhasil, masyarakat tidak hanya wajib mengungsi, tapi juga harus rela kehilangan sebagian mata pencaharian.

Bahkan, tidak sedikit yang mesti merelakan ternaknya habis. ”Bebek saya tinggal satu ekor. Tadinya 16 ekor,” ungkap Nengah Artana, warga desa.

Data terakhir Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bali pukul 18.00 Wita kemarin, kenaikan jumlah pengungsi tidak terlalu signifikan jika dibandingkan dengan dua hari lalu (6/12).

Hanya naik 89 jiwa, dari 66.716 jiwa menjadi 66.805 jiwa. Namun, masih ada kemungkinan jumlahnya kembali bertambah.

Sebab, beberapa masyarakat masih bertahan di zona berbahaya. Untuk itu, evakuasi terus berlanjut. (syn/c10/oki)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Harus Gerak Cepat demi Recovery Pariwisata Bali


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler