Acara KAMI Dibubarkan, Konser Dangdut dan Pilkada Kenapa Diizinkan?

Selasa, 29 September 2020 – 15:25 WIB
Said Salahudin. FOTO: Dok. JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pemerhati hukum tata negara Said Salahudin menilai pembubaran kegiatan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) di Surabaya, merupakan tindakan yang tidak demokratis.

Said bahkan menggolongkan aksi tersebut sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Karena itu KOMNAS HAM tidak boleh menutup mata terhadap kejadian tersebut.

BACA JUGA: Deklarasi KAMI Ditolak di Surabaya, Gatot Nurmantyo Malah Senang dan Bersyukur

"Aksi blokade, ‘sweeping’ dan pengusiran oleh kelompok massa yang diikuti tindakan pembubaran oleh aparat, telah mengoyak tiga pondasi hak-hak sipil dan politik warga negara," ujar Said dalam keterangannya, Selasa (29/9).

Tiga pondasi yang dimaksud direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) ini, yaitu hak dan kebebasan berserikat (freedom of association), hak untuk berkumpul (freedom of assembly) dan hak serta kebebasan menyatakan pendapat (freedom of expression).

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Akhirnya Jokowi Teken Perpes PPPK, Silvany Pasaribu Luar Biasa! Sederet Fakta soal PKI

Menurut Said, dalam sebuah negara demokratis, hak-hak itu seharusnya diakui, dihormati, dilindungi, difasilitasi, serta dipenuhi oleh negara. Bukan justru sebaliknya.

"Apa artinya 75 tahun merdeka jika prinsip-prinsip kebebasan itu tidak dapat diaktualisasikan oleh warga negara? KAMI kan gerakan yang ingin mengupayakan pembebasan sistem kenegaraan dari kungkungan struktur pemerintahan yang tidak adil," ucapnya.

BACA JUGA: Arek Suroboyo Menolak KAMI, Barisan Sakit Hati Pemecah Bangsa

Said kemudian mengingatkan, fungsi dari konstitusi salah satunya membebaskan negeri dari struktur ketidakadilan di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena itu konstitusi disebut sebagai ‘liberating constitution’.

"Kalau benar KAMI itu kelompok barisan sakit hati, memiliki agenda politik men-downgrade pemerintahan dan sebagainya, apakah dengan sendirinya mereka kehilangan hak asasi untuk berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat di negeri ini? Kan semestinya tidak demikian," katanya.

Said lebih lanjut mengatakan, konstitusi tegas mengatakan, setiap orang wajib menghormati hak asasi orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Dalam konteks itu, perbedaan pandangan politik tidak boleh dijadikan alasan oleh kelompok yang tidak setuju pada gerakan KAMI, dengan melakukan aksi pengadangan, blokade, pembubaran, atau pengusiran.

"Kalau tidak setuju dengan pemikiran KAMI, kelompok masyarakat itu boleh saja menyuarakan penolakan lewat berbagai cara. Melalui aksi demonstrasi pun boleh, tetapi tidak semestinya diikuti aksi persekusi," katanya.

Said kemudian mengutip Undang-Undang Nomor 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dinyatakan, setiap orang bebas memilih dan meyakini pilihan politiknya.

Setiap orang juga diberikan kebebasan menyampaikan dan menyebarluaskan pendapat sesuai dengan hati nuraninya.

Menurut Said, dalam UU 12/2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik juga ditegaskan, hak untuk berkumpul secara damai tidak boleh dibatasi kecuali untuk enam alasan.

Yaitu, alasan keamanan nasional, keselamatan publik, ketertiban umum, moral, untuk melindungi hak dan kebebasan orang lain.

"Unsur-unsur tersebut jelas tidak terpenuhi, sehingga tidak dapat dimajukan sebagai alasan untuk membubarkan kegiatan KAMI. Adapun terhadap alasan yang keenam, yakni terkait perlindungan kesehatan, kita bisa berdebat panjang soal ini," katanya.

Menurut Said, dari video aksi pembubaran terlihat para peserta kegiatan KAMI duduk dengan posisi menjaga jarak dan menggunakan masker. Jumlahnya pun terbatas.

"Kalau alasan kesehatan dijadikan dasar pembubaran, bagaimana dengan kegiatan lain yang justru diperbolehkan? Konser dangdut di Tegal beberapa waktu lalu kok boleh? Lalu ada lagi Pilkada, misalnya," kata Said. 

Said menegaskan, dalam pelaksanaan pilkada ada kegiatan kampanye yang tetap memperbolehkan adanya kegiatan pertemuan.

Belum lagi pada saat pemungutan suara masyarakat yang berkumpul, jumlahnya diprediksi akan lebih banyak lagi.

"Karena adanya perbedaan perlakuan itulah saya mendorong KOMNAS HAM turun tangan atas kasus kegiatan KAMI di Surabaya," pungkas Said.(gir/jpnn)


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler