ACSS 2024: Peneliti Indonesia Paparkan Strategi Mengatasi Masalah Merokok

Senin, 27 Mei 2024 – 20:50 WIB
Perokok (Ilustrasi). Foto: Ricardo/jpnn.com

jpnn.com, JAKARTA - Peneliti dari Universitas Sahid Jakarta, Prof. Kholil dan Hifni Alifahmi, berkesempatan menghadiri konferensi The 15th Asian Conference on The Social Sciences (ACSS 2024) yang digelar oleh International Academic Forum (IAFOR) di Tokyo pada Minggu, (26/5).

Pada konferensi tersebut, kedua peneliti memaparkan hasil kajian mereka mengenai strategi komunikasi untuk membangun kesadaran tentang masalah merokok di Indonesia dengan pendekatan pengurangan risiko.

BACA JUGA: Viral Remaja di Klaten Sakit Karena Rokok dan Vape, Dokter Bilang Begini

Kholil menjelaskan latar belakang masalah merokok di Indonesia serta dampaknya terhadap kualitas hidup yang terancam baik dari segi kesehatan, ekonomi, dan sosial.

Kholil menyebutkan seseorang mulai merokok karena dua alasan utama yakni kebiasaan atau budaya dalam keluarga dan pergaulan dengan rekan kerja, teman atau kelompok sebaya.

BACA JUGA: Kementerian BUMN Apresiasi Kolaborasi SIG & Astra dalam Meningkatkan TKDN Sparepart Berbasis Binaan UKM

Oleh karena itu, diperlukan strategi komunikasi persuasif dengan pendekatan pengurangan risiko, terutama bagi perokok sebagai target audiens tersegmentasi sesuai dengan kebutuhan dan preferensi spesifik mereka.

“Dari hasil kajian tersebut, kami menemukan bahwa demografi, ekonomi, dan sosial budaya tidak berpengaruh langsung terhadap upaya mengatasi masalah merokok, namun menjadi signifikan setelah melalui variabel intervening strategi komunikasi. Oleh sebab itu, strategi komunikasi yang efektif adalah kunci untuk membangun kesadaran tentang masalah merokok dan upaya pengurangan risikonya," kata Kholil.

BACA JUGA: Produk Alternatif Tembakau Terbukti Tekan Angka Perokok di Eropa

Berdasarkan analisis deskriptif, aspek kesehatan, kebijakan pemerintah, dan ekonomi merupakan kontributor terbesar terhadap strategi komunikasi dengan model pengurangan risiko ini.

Oleh karena itu, narasi pengurangan risiko yang efektif untuk masalah merokok harus didasarkan pada aspek-aspek tersebut.

Strategi komunikasi ini juga menggunakan model kolaborasi HexaHelix yang melibatkan akademisi, masyarakat umum, pemerintah, pelaku usaha, media dan organisasi masyarakat untuk bersama mengatasi masalah tersebut.

“Komitmen dan kebijakan yang tepat sasaran dari pemerintah diperlukan untuk mengatasi masalah merokok secara tersegmentasi, yakni membedakan strategi untuk non-perokok agar tidak mulai merokok, perokok aktif yang ingin berhenti merokok dan perokok aktif yang sulit berhenti merokok," tutur Kholil.

Faktor kunci keberhasilan untuk mengatasi masalah merokok secara tersegmentasi tersebut ialah membangun strategi komunikasi yang efektif, baik langsung maupun tidak langsung, dengan menggunakan peran media sosial, teknologi digital, dan kolaborasi dengan figur publik agar pesan yang disampaikan dapat tepat sasaran pada tiga target, yaitu non-perokok, perokok berhenti (quitter) dan perokok beralih (switcher).

Untuk membangun strategi komunikasi tersebut, narasi harus memuat faktor kesehatan, sosial budaya dan ekonomi.

Kesehatan adalah prioritas utama karena semua perokok sadar bahwa merokok dapat berdampak buruk bagi kesehatan mereka, dan pengobatan penyakit akibat merokok memerlukan biaya yang mahal.

Pendekatan pengurangan risiko menjadi salah satu narasi yang diperlukan untuk membantu perokok yang sulit berhenti merokok agar beralih ke produk alternatif.

Sementara, Hifni mengatakan pemaparan hasil studi di acara ini menjadi kesempatan untuk bertukar ilmu dan pengalaman dalam mengkaji strategi komunikasi yang tepat untuk mengatasi masalah merokok.

“Segmentasi dalam strategi komunikasi berperan penting untuk menentukan narasi yang tepat agar pesan-pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh audiens yang dituju. Usia, latar belakang pendidikan, budaya, dan kondisi ekonomi dari audiens juga berpengaruh," ungkap Hifni.

Kajian strategi komunikasi untuk mengatasi masalah merokok ini harapannya dapat membantu pemerintah dalam merumuskan kebijakan yang tepat sasaran dan solutif.

“Kami siap berkolaborasi dengan pemerintah untuk mengembangkan strategi komunikasi persuasif-tersegmentasi dan melakukan kajian lebih lanjut," tegas Hifni.(chi/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Penjualan Momogi Stick ke Korea Selatan Tembus Hingga Ratusan Juta


Redaktur & Reporter : Yessy Artada

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler