“Bagaimana level PP itu menafsirkan sebuah UU? Apakah hal ini ada di negara lain?”ungkap seorang anggota KIDP dari Yayasan Dua Puluh Delapan (Y28), Christian Chelsea, di Jakarta, Rabu (3/10).
Sebagai contoh, Chelsea membeber terkait gugatan uji materi akan hal pemusatan kepemilikan Lembaga Penyiaran Swasta (LPS). Dalam putusannya, MK menilai kekhawatiran KIDP tidak beralasan. Apalagi sampai disebut pasal tersebut mengandung muatan multi tafsir, sehingga dikhawatirkan menghilangkan atau bahkan sampai mengancam demokrasi penyiaran. “Menurut MK, pasal 18 ayat (1) dalam UU32 tahun 2002 tersebut, tidak multi tafsir.
Karena sudah dijelaskan oleh pemerintah lewat Peraturan Pemerintah Nomor 50 tahun 2005. Padahal dalam hal ini, harapan kita seharusnya filosofi penafsirannya itu digali dari UUD45. Jadi bukan lewat PP. Dan (tafsiran dari UUD1945) inilah kemudian yang diuji terhadap pasal-pasal yang kita ajukan.
Oleh karena itu, tidak heran jika pengusung KIDP lainnya, Amir Effendi Siregar dari Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2Media), menyatakan sangat sedih akan keputusan MK tersebut. “Harusnya MK punya keberanian untuk membuat tafsiran sendiri, diluar tafsiran dari PP. Karena kita tahu, bahwa jual beli penyiaran ini sering terjadi di bawah meja.
Namun meski demikian, KIDP yakin masih ada ruang. Sehingga monopoli hak penyiaran tidak hanya dikuasai oleh segelintir orang. Dan publik benar-benar dijamin sebagai konsumen. “Kita akan mengawal Revisi UU Penyiaran ini di DPR. Jadi masih ada ruang,”ungkapnya optimis sekaligus menyatakan kesiapan KIDP tetap berusaha mengawal agar UU Penyiaran nantinya memenuhi kepentingan publik.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... IDI Tuding Pemerintah Pilih Kasih Terkait BPJS
Redaktur : Tim Redaksi