Ada 50 Ribu Anak-Anak TKI di Sabah dan Serawak

Kamis, 12 Februari 2015 – 04:17 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Kementerian Ketenagakerjaan segera berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menyediakan akses pendidikan yang lebih luas bagi anak-anak Tenaga Kerja Indonesia(TKI) di Malaysia. Hal ini dilakukan sebagai tindak lanjut pertemuan antara Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Najib Razak di Putrajaya, Jumat (06/02) lalu yang menyepakati kemudahan izin bagi pendirian Community Learning Centers (CLCs) di Sabah dan Sarawak.

Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri mengatakan, penyediaan akses pendidikan bagi anak-anak TKI yang berada di luar negeri harus diperbanyak agar mereka bisa belajar di sekolah yang layak dan tumbuh berkembang dengan baik. 

BACA JUGA: Soal Manuver Politik Samad, Pengawas Internal KPK Diminta Objektif

"Penyediaan akses pendidikan bagi anak-anak TKI harus dipermudah. Tak hanya di Malaysia tapi juga di berbagai negara penempatan TKI lainnya," kata Hanif di kantor Kemenaker di Jakarta, kemarin (11/2).

Menurut Hanif, keberadaan anak-anak TKI rentan putus sekolah dan proses tumbuh kembangnya perlu lebih diperhatikan. Oleh karena itu akses pendidikan, pelatihan dan pemberdayaan serta kehidupan yang layak sangat dibutuhkan oleh anak-anak TKI.

BACA JUGA: Pakar Hukum Desak KPK Segera Bentuk Komite Etik

"Pemerintah kedua negara wajib memberikan akses pendidikan bagi setiap anak TKI sebagaimana yang diamanatkan UNESCO. Pendidikan bagi ribuan anak-anak TKI yang berada  di Malaysia harus terjamin," imbuh Hanif.

Diperkirakan sedikitnya ada 50 ribu anak TKI yang berada di Sabah dan Sarawak. Sebagian besar merupakan anak-anak TKI yang bekerja di ladang dan perkebunan yang menjadi kantung-kantung TKI di Malaysia.

BACA JUGA: Wakapolri Janjikan Perlindungan untuk Penyidik KPK

Selama ini, menurut Hanif jumlah sekolah dan jenjang pendidikan lanjutan yang tersedia bagi 
anak TKI masih terbatas. Selain itu, sarana-prasarana dan fasilitas sekolah yang layak pun masih dirasakan kurang memadai.

Kendala lainnya, yang dihadapi, ujar Hanif adalah masih minimnya jumlah tenaga pengajar. Terutama tenaga-tenaga pengajar  yang bersedia mengajar di sekolah-sekolah yang berada di kawasan-kawasan terpencil dan jauh.

"Selain memperoleh akses sekolah formal dan nonformal anak-anak TKI pun harus diberdayakan sejak usia dini dengan diberikan pelatihan keterampilan, pelajaran bahasa, dan pengenalan budaya," bebernya.

Karena itu, lanjut Hanif dengan  penyediaan akses pendidikan yang layak, minimal mereka di kemudian hari bisa lebih baik dari orang tua mereka. Untuk itu, pihaknya akan memprioritaskan pendidikan bagi anak-anak TKI dengan melibatkan beberapa pihak terkait. (nas)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sarankan Jokowi Perbaiki Komunikasi dengan Partai Pengusung


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler