jpnn.com, JAKARTA - Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar merespons dugaan ada agenda politik di balik langkah KPK menetapkan Gubernur Papua Lukas Enembe (LE) tersangka suap dan gratifikasi.
Namun, Fickar justru melihat tidak ada agenda politik di balik proses hukum yang sedang dijalankan lembaga antirasuah itu.
BACA JUGA: Paulus Waterpauw Peringatkan Kuasa Hukum Lukas Enembe, Jangan Lewat 2 x 24 Jam
"Menurut saya, tidak ada agenda politik apa pun yang mendasari kasus ini. Ini murni masalah hukum tindak pidana korupsi," kata Fickar dalam keterangan di Jakarta, Selasa (27/9).
Dia berpendapat KPK pasti punya bukti kuat untuk menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka.
BACA JUGA: Orangnya Tito Karnavian Berkomunikasi dengan Andi Arief soal Utusan Presiden, Ini yang Terjadi
Fickar juga mengatakan tidak ada ketentuan yang mewajibkan seorang tersangka harus berasal dari saksi.
Menurut dia, ketika ada alat bukti yang cukup, yaitu minimal dua, maka seseorang dapat ditetapkan jadi tersangka meski belum sekalipun diperiksa sebagai saksi.
BACA JUGA: KPK Bisa Saja Hentikan Kasus Lukas Enembe, Syaratnya Tersangka Meninggal
Oleh karena itu, dia melihat tidak ada persoalan dalam proses penetapan LE tersangka.
Abdul Fickar pun menilai KPK sudah bertindak sesuai prosedur. Jika merasa ada penyimpangan, Lukas Enembe pun bisa mengajukan praperadilan untuk menyatakan penetapan tersangka, penangkapan, dan penahanannya tidak sah.
Penyidik KPK menetapkan Lukas Enembe tersangka kasus dugaan gratifikasippat Rp 1 miliar terkait proyek di Pemerintah Provinsi Papua.
Selain itu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga membongkar dugaan penyimpanan dan pengelolaan uang Lukas Enembe yang tidak wajar.
Di antara ketidakwajaran itu berupa setoran tunai Rp 560 miliar dari Lukas yang ada dugaan mengalir ke kasino judi.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Menko Polhukam Mahfud MD sebelumnya juga telah membantah tudingan ada motif politik di balik kasus Lukas. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam