Ada Kerancuan Penyebutan Bunga Simpanan Haji

Kamis, 05 Juli 2012 – 06:48 WIB
Maftuh Basyuni. Foto: ntb.kemenag.go.id

PENGELOLAAN dana haji terus menjadi polemik. Bagaimana pandangan mantan Menteri Agama Maftuh Basyuni terhadap masalah tersebut. Berikut wawancara Jawa Pos dengan pria yang juga ketua Satgas Penanganan Hukuman Mati TKI itu.
 
Bagaimana Anda memandang fenomena terus munculnya polemik dana haji saat ini?
Polemik dana haji saat ini muncul karena terjadi bias antara dana simpanan setoran awal calon jamaah haji dan dana abadi umat (DAU). Masyarakat, bahkan ada juga pejabat, yang masih rancu dan menganggap dua pos anggaran ini sama. Padahal, beda.

Untuk dana abadi umat, kondisinya seperti apa?
Dana abadi umat itu adalah dana yang terkumpul sejak saya belum menjadi menteri. Itu merupakan hasil pengumpulan dari menteri sebelum saya. Dana itu muncul dari adanya simpanan setoran jamaah haji dan efisiensi anggaran lainnya.
 
Saat ini apakah dana abadi umat itu sudah dipakai?
Dana abadi umat tidak boleh diutak-atik karena masih menunggu umbrella (payung hukum). Dana ini sampai saat ini tidak ditambah dan tidak dikurangi. Posisinya didiamkan saja. Sebab, jika diutak-atik, ini bisa menimbulkan masalah. Jumlahnya sekarang sekitar Rp 1,7 triliun.

Lalu, bagaimana dana simpanan setoran awal jamaah haji?
Nah, setoran awal inilah yang disebut-sebut nilainya mencapai Rp 40 triliun. Bukan dana abadi umat yang Rp 40 triliun. Sekali lagi, dana setoran awal ini bukan dana abadi umat. Harus dibedakan. Ada pembatas yang tegas.
 
Bagaimana pengelolaan dana setoran awal jamaah haji ini sejak kepemimpinan Anda hingga sekarang?
Dana setoran awal ini awalnya disimpan dalam bentuk deposito. Setelah saya menjadi menteri, dana ini disimpan dalam bentuk sukuk. Kebijakan baru saya ini sempat menimbulkan gejolak karena pihak bank selaku penerima uang dari calon jamaah takut kolaps jika uangnya ditarik dalam jumlah besar. Akhirnya penyimpanan ke sukuk dijalankan secara bertahap.

Apakah ada untungnya?
Meskipun sempat berpolemik, saya yakin, disimpan dalam bentuk sukuk lebih menguntungkan. Selain itu, aman. Bila disimpan dalam bentuk deposito, dana talangan atau jaminan jika bank penerima simpanan kolaps maksimal hanya Rp 2 miliar. Bayangkan jika dana setoran yang tersimpan di sebuah bank mencapai Rp 1 triliun. Maka, sisanya hangus, yang kembali hanya Rp 2 miliar.

Selain itu, bunga simpanannya lumayan tinggi. Saat masa saya dulu, bunga simpanan di sukuk mencapai 11 persen. Karena bunganya fluktuatif, sekarang sepertinya sekitar 8 persen.

Kabarnya, sempat ada upaya lain sebagai bentuk investasi dana setoran awal haji ini?
Benar. Kami waktu itu sudah mempunyai gagasan untuk membeli pesawat terbang. Rencananya, dana abadi umat (waktu itu) cukup untuk membeli empat sampai lima pesawat terbang. Jika tidak musim haji, pesawat itu akan disewakan ke Garuda Indonesia atau maskapai penerbangan lainnya. Setelah rencana ini hampir goal, saya batalkan. Sebab, saya menilai banyak makelar atau sejenisnya yang berada di balik jual beli pesawat terbang.

Rencana investasi lainnya?
Ini sebenarnya bukan investasi, tapi bisa menguntungkan pihak Indonesia. Yaitu, bekerja sama dengan orang Arab Saudi untuk membuat pemondokan yang kontrak sewanya jangka panjang. Misalnya, 30 tahun. Ide ini muncul karena Arab Saudi tidak mengizinkan orang asing mendirikan pemondokan haji di sana. Termasuk pihak Indonesia.

Ada satu investor Arab Saudi yang bersedia membuat semacam pemondokan berkapasitas 500 ribu orang. Dengan kapasitas ini, seluruh jamaah haji Indonesia yang sekitar 200 ribu orang, plus jamaah haji negara lainnya, bisa tertampung. Persyaratan dari sang investor itu adalah pemerintah Indonesia harus berani teken kontrak jangka panjang, kira-kira selama 30 tahun, untuk terus menyewa pemondokan ini.

Tetapi, setelah terjadi pergantian menteri, rencana ini menguap begitu saja. Model pemondokan masih secara konvensional, yaitu menyewa setiap tahun. Upaya ini bisa sedikit boros karena harganya naik setiap tahun.

Setelah masyarakat tahu bedanya dana abadi umat dan dana simpanan setoran awal haji, mereka lantas menanyakan ke mana bunga simpanan setoran awal ini?
Di sinilah terjadi miskomunikasi. Saat ini pemerintah, dalam hal ini Kemenag, menghindari betul penggunaan kata bunga simpanan. Sebagai gantinya, pemerintah menggunakan istilah dana manfaat atau dana optimalisasi setoran awal haji.

Nah, dengan adanya istilah-istilah itu, masyarakat menganggap bunga simpanan setoran awal tidak pernah digunakan. Mereka juga beranggapan, karena tidak digunakan selama bertahun-tahun, bunga simpanannya sekarang mengendap.

Padahal, bunga setoran awal ini sudah digunakan setiap tahun. Yaitu, dikucurkan untuk menambal biaya komponen indirect cost. Tetapi, karena itu tadi, pemerintah menggunakan istilah dana hasil manfaat atau dana hasil optimalisasi, masyarakat menjadi rancu. Sebaiknya tidak perlu takut menggunakan istilah bunga simpanan dana setoran awal.
 
Mengapa takut?
Saya kira, pemerintah takut karena bisa dianggap menjalankan praktik riba. Selama ini bunga bank selalu diidentikkan dengan riba. Padahal, riba itu ada kriteria tertentu. Tidak setiap pembungaan itu riba. Disebut riba jika salah satu pihak, dari peminjam atau yang memberikan pinjaman, dirugikan. Bunga untuk simpanan setoran awal haji ini bukan riba.

Selama ini penggunaan bunga simpanan setoran awal itu untuk apa saja?
Banyak sekali. Untuk di tanah air, misalnya untuk pengurusan paspor dan visa. Lalu, untuk pengadaan buku manasik, dokumen administrasi pendamping ibadah haji (DAPIH), dan gelang identitas.

Dana itu juga digunakan untuk bimbingan manasik haji di daerah, akomodasi dan katering selama di asrama haji, asuransi, biaya Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat), dan biaya operasional petugas mulai tingkat KUA, kabupaten/kota, hingga provinsi.
 
Masih ada lagi?
Masih ada. Yaitu, biaya-biaya selama di Arab Saudi. Misalnya, katering di Madinah, Arafah, Mina, dan Jeddah. Selain itu, akomodasi di Jeddah, subsidi akomodasi (termasuk pemondokan) di Makkah dan Madinah, transportasi lokal di Makkah dan Jeddah, serta untuk bantuan operasional penunjang di lapangan.

Berarti bunga simpanan sudah dikembalikan lagi ke jamaah?
Ya, benar seperti itu. Sayangnya ada ketidakcocokan informasi. Masyarakat tahunya bunga simpanan. Sedangkan pemerintah menyebut itu dana hasil manfaat atau dana hasil optimalisasi. Sebaiknya istilahnya ditetapkan kembali ke bunga simpanan saja. Biar tidak ada polemik di masyarakat.

Saat ini pembahasan BPIH tidak kunjung selesai, pendapat Anda?
Setiap pembahasan BPIH tentu ada perdebatan yang alot antara pemerintah dan DPR. Untuk kondisi saat ini, dengan pertimbangan harga-harga pos pengeluaran jamaah naik, seperti pemondokan dan tiket pesawat, pemerintah mau tidak mau harus ikut menaikkan rata-rata BPIH dalam usul mereka ke DPR.

Di satu sisi, DPR menilai konstituennya mengeluh jika BPIH yang dibebankan ke masyarakat dinaikkan karena mengikuti kenaikan harga-harga tadi. Sebagai solusinya, DPR meminta alokasi uang dari bunga simpanan setoran awal jamaah haji lebih tinggi. Dengan begitu, beban atau tanggungan yang jatuh ke calon jamaah haji tidak terlalu tinggi.

Namun, usul DPR untuk menggenjot penggunaan bunga simpanan dana setoran awal ini membuat pemerintah keberatan. Jika dipaksakan, tidak hanya bunga simpanan yang habis dipakai. Tetapi, itu juga akan menyedot simpanan pokok dana setoran awal jamaah haji.

Untuk kelanjutan investasi bunga simpanan setoran awal haji bagaimana?
Mudah-mudahan Dirjen penyelenggaraan haji dan umrah yang baru memiliki rencana yang bagus. Tapi, itu kita serahkan kepada beliau untuk menentukan. Yang jelas, pasti punya pertimbangan yang mendalam.
 
Pak Maftuh, kita beralih sedikit ke masalah penanganan TKI di luar negeri. Sebentar lagi masa kerja Satgas Penanganan Hukuman Mati TKI berakhir, bagaimana evaluasi Anda?

Benar, masa kerja kami berakhir 7 Juli nanti. Secara umum, hasil evaluasi kami adalah urusan penempatan TKI harus dibenahi sejak keberangkatan atau dari hulunya. Bagaimana tidak kacau, sampai perwakilan kita di luar negeri tidak tahu persis jumlah WNI di negara tersebut.

Contohnya?
Misalnya, di Malaysia saja. Ada yang menyebut WNI atau TKI kita di sana berjumlah 2 juta jiwa. Ada yang menyebut lagi sekitar 1,5 juta jiwa. Bahkan, ada yang mengatakan lebih dari 2 juta jiwa. Ini kan berarti datanya masih perlu dibenahi.

Apakah ini masuk rekomendasi satgas ke presiden nanti?
Saya tidak bisa mendahului dengan memberi tahu Anda. Kami laporkan dulu nanti ke presiden seluruh rekomendasi kami.
 
Capaian dari satgas sendiri seperti apa?
Selama masa kerja kami, yaitu dua kali enam bulan (diperpanjang enam bulan sekali), sudah berhasil membebaskan vonis hukuman mati untuk 72 WNI. Rata-rata ada yang benar-benar dibebaskan dari hukuman. Tetapi, ada juga yang berubah dari hukuman mati menjadi hukuman seumur hidup.
Mereka ini tersebar di beberapa negara. Terutama di Arab Saudi dan Malaysia. Kasusnya juga beragam. Mulai urusan pembunuhan hingga kasus narkoba.

Ada beberapa LSM yang menilai kinerja satgas masih kurang memuaskan. Bagaimana pendapat Anda?
Silakan berkomentar seperti itu. LSM ini dalam setiap orasi kan pokoknya WNI yang tersangkut vonis mati harus dibebaskan. Apa pun bentuk kejahatannya. Pihak-pihak ini harus berkaca dengan kondisi di Indonesia. Ketika presiden memberikan grasi atau potongan penjara lima tahun kepada WNA asal Australia, masyarakat protesnya seakan-akan akan terus dibawa hingga mati.

Begitu pula yang terjadi di luar negeri. Jika ada kepala negara yang memberikan keringanan atau bahkan pembebasan kepada WNI yang terlibat kejahatan serius, bisa jadi juga diprotes penduduk setempat.


Tapi, mengapa ada yang berhasil?
Ya itulah hasil kerja keras kami. Dengan adanya satgas ini, kepala negara lain menjadi lebih perhatian dengan nasib WNI. Berbeda jika dibandingkan dengan sebelum ada satgas. Dengan adanya satgas, diplomasi pembelaan terhadap WNI yang tersangkut vonis mati yang dijalankan pemerintah Indonesia lebih bertaji.
 
Potensi hukuman atau vonis mati terhadap WNI apakah akan hilang setelah berakhirnya masa kerja satgas?
Potensi hukuman ini muncul karena ada potensi gesekan WNI di luar negeri. Potensi ini terus ada, mengingat banyaknya jumlah WNI, terutama TKI di luar negeri. Kondisi diperparah dengan banyaknya WNI di luar negeri yang ilegal. WNI ini tidak tahu akan bekerja apa dan di mana. Digaji berapa, bekerja sampai berapa tahun, semua tidak jelas. Gejolak yang terjadi di WNI illegal ini bisa berpotensi menimbulkan gesekan atau kejahatan. Ujung-ujungnya bermuara kepada hukuman. Intinya, kita bekerja dengan tetap menghormati kedaulatan hukum negara lain. (wan/c4/nw)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemain Jangan Suka Merengek


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler