JAKARTA - Mantan Juru Bicara Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Mesuji, Indriaswati Dyah Saptaningrum mengatakan, ketua lembaga Adat Megou Pak Wan Mauli hanya satu dari sebagian banyak spekulan tanah yang memanfaatkan konflik di Mesuji.
Menurutnya, berdasarkan hasil investigasi awal tim TGPF Mesuji, pihaknya menemukan banyak spekulan tanah yang memanfaatkan situasi di Mesuji. Karena itu, sesuai rekomendasi, tim meminta aparat penegak hukum mengusut para mafia tanah itu.
"Kami (TGPF) sudah minta Menkopolhukam (Djoko Suyanton red) bikin rapat setelah temuan awal yang juga mengundang pejabat Pemda dan minta Polda ambil langkah-langkah cepat," kata Indri kepada Radar Lampung di Jakarta.
Terlebih lagi, banyaknya aksi spekulan tanah saat itu juga didukung dengan bukti-bukti kwitansi yang ditunjukan Pemerintah Daerah (Pemda), termasuk beberapa selebaran tentang pembukaan lahan di wilayah konflik tersebut. "Karena banyaknya spekulan, (Bukti) kwitansinya aja segepok," ujar Indri.
Namun, Indri tak bisa memastikan berapa jumlah calo tanah yang beraksi di wilayah Register 45 tersebut. Termasuk, apakah spekulan itu juga melibatkan aparat Pemerintah. "Waduh, tanya ke Polda saja. Yang diusut polisi waktu itu aja ada 24," tandasnya.
Kepada koran ini juga, Deputi Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin menyatakan, penangkapan Wan Mauli hanya sebuah pengalihan isu. Sebab, Pemerintah tak bisa menyeleseikan masalah intinya, yaitu sengketa tanah antara warga dengan perusahaan.
Menurutnya, tanah ti merupakan tanah masytarakat adat yang memang sudah ada sebelum perusahaan itu berdiri. Kemudian lanjut Iwan, pemerintah secara sepihak menganggap tanah itu kawasan hutan dan diberikan izin Hutan Tanaman Industri (HTI). "Bukankah pemerintah juga jual beli izin tanpa dasar hak yang kuat," tudingnya.
Iwan juga menduga, bukti kwitansi yan diamankan oleh pihak kepolisian belum tentu terkait jual beli tanah. Sebab, kami dapat informasi, itu adalah kwitansi pengurusan perjuangan tanah," ucapnya.
Semestinya, pihak kepolisian fokus pada rekomendasi Komnas HAM dan TGPF Mesuji. Karena kata dia, akar permasalahan mengapa ada izin HTI yang luasnya melebihi batas kawasan hutan sesuai peta residen Lampung, sehingga arel kelebihan itu sejak dulu diklaim sebagai kawasan adat.
"Kalau polisi hendak fokus pada jual beli lahan kawasan hutan itu, polisi juga harus berimbang menyelidiki mengapa ada perluasan izin areal kawasan hutan Produksi untuk PT Silva Inhutani yang tidak sesuai dengan luas kawasan hutan yang sebenarnya diakui sejak dulu (sebagai tanah adat), sehingga (perusahaan) mengambil tanah adat," pungkasnya. (kyd/ary)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Warga Kubur Diri Tolak Kenaikan BBM
Redaktur : Tim Redaksi