CISEENG – Aksi penolakan kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) terus bergulir. 16 warga Kabupaten Bogor nekat melakukan aksi kubur diri di Kampung Setu, Rt 04/01, Desa Prigi Mekar, Kecamatan Ciseeng. Aksi kubur diri tersebut mengundang perhatian warha sekitar, sedikitnya 16 orang berjejer dan membenamkan tubuhnya ke dalam tiga lubang sedalam lebih dari satu meter yang mereka gali tepat dibawah tower sutet.
Anto (42) salah satu peserta kubur diri jatuh pingsan karena kesulitan bernafas. Warga Desa Perigi Mekar itu, dievakuasi ke rumah warga untuk mendapat perawatan."Hidup kita sudah susah, dengan menaikan harga BBM hidup kita tambah susah,” kata koordinator aksi kubur diri, Dadang
Aksi warga tersebut membawa dua misi, selain menolak kenaikan harga BBM, warga menuntut ganti rugi terhadap banguanan dan tanah yang terkena dampak pembangunan jaringan listrik Jawa-Bali.
Dadang menambahkan, untuk setiap bangunan, apapun bentuknya, warga meminta ganti rugi sebesar Rp 1 juta permeter persegi, ia memperkirakan total bangunan yang terkena dampak sutet di Kabupaten Bogor sekitar 5.000 bangunan, di Desa Ciseeng terdapat 136 bangunan. Sedangkan untuk tanah, lanjutnya, harga yang ditetapkan relatif, bergantung harga tanah di wilayah tersebut.
“Untuk di Ciseeng, pinggir jalan ini, harga tanah sudah setengah juta per meter. Kami minta, PLN membebaskan sampai radius 50 meter dari bangunan tower, jadi totalnya untuk satu titik tower kami menuntut pembebasan lahan 1000 meter,” katanya.
Aksi kubur diri yang dilakukan oleh 16 warga dari perwakilan seluruh rayon di Kabupaten Bogor itu rencananya akan terus dilakukan hingga tuntutan mereka didengar dan dikabulkan pemerintah. "Saya akan terus berada disini sampai tuntutan kita dipenuhi. Kalaupun saya harus mati disini saya siap. Karena kita memperjuangkan hak ini juga untuk anak cucu kita nanti," ujar Mamuri(32), salah seorang pengunjuk rasa yang ikut mengubur dirinya dibawah tower sutet bertegangan 500 kilovolt tersebut.
Selain itu, warga asal Kampung Jampang, Desa Kalisuren, Kecamatan Tahurhalang ini sengaja datang ke tempat tersebut bersama kedua anak dan istrinya untuk ikut melakukan aksi kubur diri. Menurutnya, jika dirinya dan warga lain tidak menggelar aksi seperti ini, maka kapan lagi warga akan menuntut ketegasan pemerintah dalam memberikan ganti rugi. "Saya melakukan ini atas kemauan sendiri. Walaupun tersiksa, saya akan terus bertahan," tegas pria yang akrab dikenal Muri tersebut.
Senada dengan Muri, Iyang (25), pemuda asal Desa Ciseeng, Kecamatan Ciseeng, mengatakan akan terus bertahan dengan badan terkubur sampai seluruh warga mendapatkan ganti rugi. "Demi warga dan ketegasan hukum saya ada disini," ujar Iyang sambil menahan beban tanah yang mengubur badannya.
Sayangnya, fisik Iyang tidak sekuat semangat juang untuk mempertahankan hak warga tersebut. Satu jam setelah berada di dalam tanah, kondisi tubuh Iyang mulai menurun. Bahkan ia terpaksa ditarik keluar karena hampir pingsan berada di dalam tanah. Selain Iyang, satu warga juga terpaksa ditarik keluar karena bernasib serupa.
Kendati demikian, warga lain yang ikut dikubur sebagian badannya mengaku akan terus berusaha untuk bertahan sampai tuntutan mereka dipenuhi. “ Kami hanya minta agar PLN bersedia memberikan ganti rugi atas apa yang telah mereka lakukan,” ungkap Iyang, saat dibopong dari atas tanah.(ful/yus)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Perbatasan Dua Kabupaten di NTT Memanas
Redaktur : Tim Redaksi