Karenanya, Neta mengungkapkan, Polda Metro perlu melakukan deteksi dini dan antisipasi maksimal agar hal-hal negatif tidak terjadi dalam proses pemilukada DKI Jakarta itu.
Kelima ancaman itu, menurutnya, pertama sikap tidak siap kalah dari kedua calon gubernur. "Hal ini terlihat dari makin tajamnya manuver kedua cagub untuk saling memojokkan. Situasi ini bisa makin parah dengan meluasnya sikap radikal pendukung kedua cagub," kata Neta, Minggu (9/9).
Kedua, lanjut Neta, tawuran antarpreman dan tawuran antarwarga yang kian marak, yang bukan mustahil bisa berdampak pada konflik antar endukung masing-masing cagub.
Ketiga, banyaknya korban kebakaran yang jika tidak ditangani secara maksimal hak suaranya berpotensi menimbulkan gelombang protes dan konflik.
Keempat, banyaknya para pendatang pasca lebaran yang belum mendapatkan pekerjaan di ibukota. "Mereka berpotensi dimanfatkan pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab untuk membuat masalah," jelasnya.
Kelima, Neta menambahkan, penemuan bom rakitan di Tambora perlu diantisipasi, apakah ada kaitannya untuk memancing kekacauan pemilukada DKI Jakarta atau tidak. "Belum tertangkapnya Toriq si pemilik bom rakitan membuat ancaman tersendiri bagi situasi kamtibmas Jakarta saat pilkada maupun pascapilkada," katanya.
IPW menilai, pemilukada putaran kedua lebih panas ketimbang putaran pertama. Sebab, jumlah calon tinggal dua, sehingga kekuatan massa pendukung terkonsentrasi kepada persaingan sengit kedua cagub.
"Kapolda Metro harus memanggil kedua cagub untuk meminta tiga komitmen dan jaminan. Kedua cagub sama-sama menciptakan pilkada damai, menyatakan siap menang dan siap kalah serta akan mengendalikan masing-masing pendukung," katanya.
Menurutnya, hal ini perlu dilakukan mengingat Jakarta adalah barometer politik nasional. "Jakarta aman, pilkada di daerah lain pun relatif aman. Sebaliknya, Jakarta rusuh, bukan mustahil kerusuhan merembet ke daerah lain," pungkas Neta. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... HB X Akhirnya Mundur Dari Golkar
Redaktur : Tim Redaksi