Ada Potensi Pajak yang Besar dari UMKM, Akankah Kena Bea?

Jumat, 17 September 2021 – 06:00 WIB
Potensi pajak UMKM cukup besar. Ilustrasi UMKM pembuatan Aci. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengakui potensi pajak di kalangan pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sangat besar.

Data jumlah UMKM mencapai 64,2 juta unit atau 99,9 persen dari populasi pelaku usaha dengan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 61,7 persen.

BACA JUGA: Bantu UMKM Bertransformasi Digital, Ralali.com Hadirkan Ralali Solution Center

“Akan tetapi, meski jumlah wajib pajaknya sudah meningkat, kontribusi pajak UMKM tercatat masih sangat rendah,” katanya secara virtual sebagaimana tertera dalam keterangan pers.

Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, kontribusi Pajak Penghasilan (PPh) final UMKM berjumlah Rp 7,5 triliun atau hanya sekitar 1,1 persen dari total penerimaan PPh secara keseluruhan di tahun yang sama sebesar Rp 711,2 triliun.

BACA JUGA: Gandeng 68 UMKM Bantu Warga Terdampak COVID-19 di HUT ke-388 Karawang

Oleh karena itu, Teten mendorong kepatuhan wajib pajak UMKM dengan adanya skema penyederhanaan penghitungan, pelaporan, dan pengenaan satu jenis pajak untuk UMKM.

Di samping itu, pertumbuhan wajib pajak UMKM mengalami peningkatan sejak Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu diberlakukan.

BACA JUGA: Ekosistem UMKM Digital jadi Fondasi Pemulihan Ekonomi

Teten menyampaikan, wajib pajak UMKM pada tahun 2016 yang mencapai 1,45 juta tumbuh menjadi 2,31 juta di tahun 2019 yang lalu.

PP tersebut dinyatakan memberikan skema kemudahan dan insentif bagi UMKM dengan pengurangan tarif Pajak Penghasilan (PPh) final menjadi 0,5 persen.

Dia menyebutkan melalui skema pajak ini UMKM mendapatkan beberapa manfaat penting. Seperti penghitungan pajak dengan cara yang mudah dan sederhana, beban pajak yang lebih ringan, lalu tarif rendah yang memotivasi kemudahan berwirausaha.

Kemudian, peningkatan kepatuhan sehingga UMKM lebih bankable (memenuhi persyaratan bank untuk mendapatkan kredit usaha) dan akses UMKM naik kelas atau berkembang lebih terbuka.

Selain itu, PP No. 23 tahun 2018 juga disebut memberikan alokasi waktu yang dapat digunakan UMKM belajar pembukuan dan pelaporan keuangan.

Yaitu, 7 tahun untuk Wajib Pajak (WP) perorangan, 4 tahun untuk WP badan usaha berbentuk koperasi, perseroan komanditer (CV), atau firma, dan 3 tahun untuk WP badan berupa Perseroan Terbatas (PT).

Saat ini, kata Tetem, pemerintah juga mendukung pengembangan aspek akuntansi UMKM dengan mengamanatkan penyediaan sistem aplikasi pembukuan/pencatatan keuangan sederhana bagi UMKM secara gratis oleh pemerintah melalui PP No.7 tahun 2021.

“KemenkopUKM saat ini telah mengembangkan Lamikro (Laporan Akutansi Usaha Mikro), sebuah aplikasi laporan keuangan sederhana untuk usaha mikro,” akunya.

Melalui Lamikro, dia menyebutkan pelaku usaha dapat menghitung arus kas, belanja, pendapatan, dan laba secara mudah karena dapat diakses melalui ponsel berbasis Android maupun melalui website www.lamikro.com secara gratis.

Aplikasi tersebut sudah memenuhi standar akutansi Entitas Mikro Kecil dan Menengah yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia sehingga pembukuan pelaku usaha dapat diakui oleh bank. (antara/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Elvi Robia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
Pajak UMKM   UMKM   UKM   Teten Masduki   pajak   Ekonomi  

Terpopuler