Ada yang Usul agar Presiden Jokowi Buat Perppu Hukuman Mati untuk Koruptor

Selasa, 10 Desember 2019 – 15:32 WIB
Koruptor. Foto: Pixabay

jpnn.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo alias Jokowi mewacanakan hukuman mati koruptor dengan suatu kondisi tertentu jika ada kehendak kuat dari masyarakat. 

Pengamat komunikasi politik Emrus Sihombing menyatakan bahwa kehendak kuat itu bisa muncul secara natural, tetapi bisa dikonstruksi atau dibentuk dan diciptakan oleh para elite, teutama pemerintah bersama DPR. 

BACA JUGA: Setelah Rocky Gerung, Giliran Andi Arief Dipolisikan Henry Yosodiningrat

"Sebab, dua lembaga negara ini merupakan representasi kehendak rakyat melalui Pemilu 2019 serta mempunyai sumber daya yang mampu mengondisikannya," kata Emrus, Selasa (10/12).

Jadi, Emrus menegaskan Presiden Jokowi dengan para menteri bersama DPR harus menggelorakan dengan berbagai teknik kemasan pesan komunikasi.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Suami Iis Dahlia Pilih ke London hingga Erick Thohir Bicara Dirut Garuda Baru

Misalnya dalam bentuk acara parodi para menteri bersama DPR yang dilakukan secara sistematis dan masif  sehingga menimbulkan dorongan yang kuat dari rakyat.

"Agar hukuman mati bagi para koruptor sebagai tindakan yang pantas diterima oleh para pelaku korupsi," ungkap Ermus.

BACA JUGA: Dooor! Hartono Langsung Ditembak Mati di Tempat, Tak Ada Ampun

Direktur eksekutif EmrusCorner mengatakan wacana hukuman mati bagi koruptor yang dilontarkan oleh Presiden Jokowi dapat diurai dari dua sisi.

Pertama, sebagai kegalauan Presiden Jokowi terhadap perilaku koruptif yang tak kunjung berhenti dilakukan oleh para elite negeri ini dari berbagai kalangan dan bidang kehidupan. 

Karena itu, tutur Emrus, wacana Presiden Jokowi ini harus disambut baik dan direalisasikan oleh semua kalangan masyarakat untuk membentuk opini publik.

"Bahwa hukuman mati kepada koruptor sangat wajar dan mendesak diwujud nyatakan," ujarnya.

Sebab, lanjut dia, realitas menunjukkan bahwa perilaku koruptif di tanah air sudah pada stadium membahayakan keuangan negara dan sekaligus mengancam keberadaan nilai sila kelima Pancasila, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia karena menumpuknya kekayaan bangsa ini pada segelintir orang saja. 

"Jadi,  jika hukuman mati koruptor sekadar wacana,  sangat disayangkan di tengah maraknya perilaku koruptif di negeri ini," ungkapnya. 

Karena itu, DPR dari semua fraksi sejatinya menyambut baik wacana yang dilontarkan oleh Presiden Jokowi dengan memasukkan pada revisi RUU Tindak Pidana Korupsi.

"Dibuat saja, misalnya pada RUU tersebut, pasal yang menyebut, “Setiap WNI yang melakukan korupsi lebih satu miliar rupiah, mutlak dieksekusi mati"," paparnya.

Emrus yakin kalau  DPR dalam kurun waktu tertentu misalnya satu tahun, tidak menunjukkan kehendak politik yang positif terhadap wacana presiden terkait hukuman mati koruptor, maka tidak ada salahnya Jokowi mewacanakan lanjutan dengan mengatakan akan mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu). 

"Sebab, pemberian hukuman mati tersebut baik yang tertuang dalam bentuk UU atau perppu sudah sangat dibutuhkan dan mendesak mengingat perilaku koruptif di tanah air hingga kini masih terus terjadi yang jelas-jelas mengancam keselamatan keuangan negara," jelasnya.

Kedua, wacana hukuman mati koruptor akan dimaknai oleh publik sebagai slogan semata bila pemerintah hanya sekadar mewacanakan.

Pemerintah sama sekali belum tampak berinisiatif menyusun rancangan atau revisi UU yang memasukkan aturan soal hukuman mati bagi koruptor yang diusulkan kepada DPR untuk dibahas bersama. 

Apalagi bila wacana tersebut berhenti begitu saja tanpa lanjutan, dan akan mengeluarkan Perppu bila memang DPR  tidak memberi sinyal yang kuat untuk melahirkan UU hukuman mati bagi para koruptor. 

Dengan demikian, wacana hukuman mati koruptor dipastikan akan layu sebelum berkembang.  Hilang begitu saja, tanpa wujud. Hanya terdengar tanpa realisasi.

"Dengan demikian, wacana itu hanya bagian catatan yang tertinggal di jejak digital saja. Sangat disayangkan. Mari kita renungkan," pungkasnya. (boy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler