Adian Napitupulu Pernah Sodorkan Anak Pengumpul Getah Karet jadi Komisaris BUMN

Kamis, 23 Juli 2020 – 18:40 WIB
Politikus PDIP Adian Napitupulu. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Politikus PDI Perjuangan Adian Napitupulu membantah telah meminta-minta jatah komisaris sejumlah perusahaan pelat merah kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir.

Pentolan aktivis'98 itu menegaskan, pihaknya menyodorkan nama setelah diminta oleh Presiden Joko Widodo.

BACA JUGA: Adian Napitupulu: Saya Bilang, Pak Presiden, Ampun, Mohon Maaf

Nama-nama yang diusulkan juga sesuai dengan keinginan Jokowi, seperti yang sebelumnya pernah disampaikan.

Menurut Adian, pada 2014 lalu Jokowi berharap perusahaan-perusahaan pelat merah yang banyak tersebar di penjuru Nusantara, diisi para komisaris berlatar belakang putra daerah.

BACA JUGA: Adian Napitupulu Mengaku Mengantar Nama-nama Rekannya ke Istana

Jokowi menyampaikan usulan tersebut, tepatnya usai Pemilihan Presiden 2014 lalu, saat mulai menjabat sebagai presiden di periode pertama.

"Dulu dia berbicara, bisa tidak yang duduk di posisi komisaris ini putra daerah. Misalnya, BUMN yang ada di Aceh, yang menjabat orang Aceh. Nah, presiden meminta nama (seperti itu) di 2014 lalu," ujar Adian dalam 'Bincang Santai Dengan Adian Napitupulu' yang disiarkan langsung di YouTube, Kamis (23/7).

BACA JUGA: Mulut Judika Mengeluarkan Darah Kental Setiap Pagi

Menurut Adian, ketika itu para aktivis'98 menyampaikan sekitar 12-13 nama yang berasal dari sejumlah provinsi.

"Kenapa putra daerah? karena kebanyakan itu perusahaannya di daerah, tetapi komisarisnya tinggal di Jakarta. Bisa enggak dibuat, komisaris putra daerah dan tinggalnya di sana," ucapnya.

Adian lebih lanjut mengatakan, usulan presiden tersebut sangat penting diterjemahkan hingga saat ini.

"Andaikan ada dua ribu komisaris perusahaan yang letaknya di daerah itu komisarinya tinggal di Jakarta. Bisa dibayangkan berapa biaya yang harus dikeluarkan hanya untuk rapat," ucapnya.

Anggota Komisi VII DPR ini mencontohkan, komisasir setiap perusahaan pelat merah itu melakukan rapat empat kali dalam sebulan.

Jika tinggal di Jakarta, maka diperlukan biaya yang tidak sedikit untuk ke daerah, hanya untuk menghadiri rapat.

"Saya asumsikan untuk transportasi, setiap orang menghabiskan sekitar Rp 20 juta. Maka untuk rapat saja, itu menghabiskan Rp 40 miliar per bulan. Jadi, apa yang disampaikan presiden itu sangat masuk akal," kata Adian.

Menurutnya, ketika komisaris merupakan dari putra daerah dan tinggal di daerah tersebut, maka akan sangat efektif dalam hal penghematan anggaran.

Selain itu, juga sangat efektif dalam hal melakukan pengawasan.

"Dulu yang kami usulkan itu bahkan ada putra daerah yang belum genap berusia 30 tahun. Luar biasanya, orang tua dari komisaris muda itu, profesinya pengumpul getah karet," katanya.

Adian kemudian menegaskan, langkah yang pernah mereka lakukan pada 2014 lalu, juga kembali dilakukan usai Pilpres 2019.

Tepatnya, setelah presiden meminta kembali sejumlah nama dari kalangan aktivis'98.

"Jadi, itu yang kami lakukan. Kami mengusulkan nama-nama yang memang putra daerah. Itu yang kami lakukan," pungkas Adian Napitupulu. (gir/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler