Adu Argumen Koalisi Gemuk vs Koalisi Ramping

Jumat, 02 Mei 2014 – 08:23 WIB
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto. Foto: dok.JPNN

jpnn.com - JAKARTA – Aksi saling berbalas kritik antara partai Gerindra dan PDI Perjungan terus berlanjut. Tidak hanya melempar puisi, tapi pilihan model koalisi-pun menjadi sorotan antara kedua partai yang pernah berkoalisi di Pilpres 2009 ini.

Di antaranya soal kritik koalisi ramping PDIP, yang disampaikan oleh jajara elite partai di bawah komando Prabowo Subianto.
 
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto pun angkat bicara menjawab serangan Gerindra. Menurutnya, koalisi ramping semata-mata untuk membangun pemerintahan yang efektif.  

BACA JUGA: KPK Harap Sri Mulyani Jujur

“Pilihan untuk membangun koalisi ramping ini bagian dari upaya untuk menghindarkan politik dagang sapi,” kata Hasto kepada INDOPOS (Grup JPNN), Kamis (1/5).

Karena itu, PDI Perjuangan dan capres Joko Widodo belajar dari kelemahan koalisi yang dibangun pada masa lalu. “Kita tidak ingin hal itu terulang lagi,” tambahnya.

BACA JUGA: Polri Perketat Syarat Jadi Kasatlantas

Orang dekat Megawati ini juga menjelaskan, koalisi ramping juga dimaksudkan agar pemerintahan Jokowi tidak tersandera oleh kepentingan banyak partai politik yang ikut dalam koalisi tersebut.

Sebab, dengan koalisi ramping itu PDI Perjuangan dan pemerintahan Jokowi bisa menjalankan skala prioritas dalam membuat Indonesia berdaulat, berdikari, dan berkepribadian sesuai dengan perjuangan bersama.
 
“Kami jelaskan bahwa, koalisi ramping yang dimaksudkan Jokowi adalah ramping dari campur tangan kepentingan yang menyandera agenda kerakyatan. Ramping dari penyakit kekuasaan, bahkan zero dari hasrat koruptif. Ini modal penting sebelum kita membangun kolaisi lebih jauh,” terangnya.
 
Meski begitu, dalam membangun koalisi, PDIP tidak akan menutup peluang bagi semua pihak yang memiliki visi pembangunan sama untuk bergabung di koalisi. Namun, lanjutnya, PDIP lebih tertarik membuka diri kepada pihak profesional dengan visi yang sama untuk berkoalisi. Sehingga harapan semua pihak di berbagai bidang bisa dibangun bersama.
    
“Karena itulah Jokowi membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi mereka yang ingin berjuang untuk kebangkitan Indonesia Raya,” tandasnya.

BACA JUGA: Kasus Hukum tak Tuntas, Aceng Fikri Tetap Dilantik

Sekadar diketahui, sebelumnya, Partai Gerindra menyindir konsep koalisi ramping yang digagas PDIP. Bagi partai berlambang kepala Garuda ini, koalisi ramping yang melibatkan sedikit partai akan membuat pemerintahan tidak berjalan efektif.

“Harus dipahami bahwa koalisi ramping praktiknya akan berat dijalankan,” papar Sekretaris Jendral DPP Gerindra Achmad Muzani dalam diskusi "Membaca Arah Koalisi Pasca Pileg" di Habibie Center, Jakarta Selatan, Rabu (30/4).
 
Muzani mengatakan pemerintahan yang efektif mesti didukung sedikitnya 50 persen plus 1 kekuatan partai politik di parlemen. Ini karena berbagai program dan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah mesti dibahas dan mendapat persetujuan dari DPR.

“Harusnya parpol yang sudah siap bertarung di Pilpres 2014 nanti, sadar bahwa pengajuan anggaran dari pemerintah misalnya, pembahasan dilakukan bersama DPR dan pemerintah. Bagaimana kalau DPR tidak menyetujui?” ujar Muzani.
 
Berangkat dari pemahaman itu, Muzani menyatakan Gerindra akan membangun koalisi besar dalam mengusung Prabowo Subianto sebagai calon presiden (capres). Menurutnya Gerindra tidak ingin koalisi yang dibangun hanya sebatas untuk memenuhi syarat presidential threshold menjadikan Prabowo capres.

“Kalau cuma untuk mengantar tiket capres, kami cukup berkoalisi dengan satu partai. Tapi kami tidak mau seperti itu,” tegasnya.

Menaggapi hal itu, peneliti POINT Indonesia Karel Susetyo menilai partai asuhan Megawati bagaimanapun jika ingin menang di Pilpres 2014, harus membagi kekuasaan untuk partai politik yang berkoalisi supaya bisa bekerja secara sama-sama.
 
“PDI Perjuangan juga harus memberikan kekuasaan dengan partai Islam jika memilih untuk bergabung memenangkan calon presiden PDI Perjuangan, yakni Joko Widodo alias Jokowi. Sebab semua yang berkoalisi harus berbagi kuasa,” jelasnya pada INDOPOS.

Menurutnya, koalisi itu sama dengan kerjasama yang artinya sama-sama kerja. Jadi, lanjutnya, sebelum bekerja masing-masing parpol di dalamnya tentu harus sadar dengan setiap jeanis pekerjaanya.

“Kerja yang efektif adalah kerja yang berbasiskan kuasa. Jadi, koalisi pasti bicara kekuasaan yang berfungsi sebagai basis legalitas kerja pemerintah, baik di eksekutif maupun legislatif,” pungkasnya. (dms)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tak Mau Seperti PPP, PD Hati-Hati Pilih Mitra Koalisi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler