SURABAYA - Kalangan perguruan tinggi menyikapi berbeda terhadap fenomena banyaknya sarjana lulusan manajemen yang belum bekerja di Surabaya. Ada kampus yang memangkas, tetap mempertahankan, bahkan menambah jumlah kuota mahasiswa jurusan manajemen.
Mahasiswa manajemen juga diarahkan menjadi wirausahawan yang menciptakan lapangan kerja, bukan pencari kerja.
Ketua Departemen Manajemen FEB Unair Sri Gunawan menyatakan, fakultasnya pikir-pikir untuk menambah kuota mahasiswa baru. "Sarjana manajemen nganggur itu fenomena. Bahkan, sampai sekarang. Itu kami pikirkan," ujar Sri Gunawan.
Laki-laki yang juga ketua Forum Manajemen Indonesia itu mengungkapkan, setiap tahun akademik Unair membuka 280 kursi untuk manajemen. Kuota tersebut dipertahankan. Unair juga akan fokus mengarahkan mahasiswa menjadi wirausahawan. Sebab, lulusan manajemen tidak mungkin langsung jadi manajer. Selalu ada tahapannya. "Ini masih kami pikirkan. Selama ini mahasiswa yang sibuk bisnis kuliahnya molor. Harus dicarikan solusinya," kata dia.
Meski demikian, Sri Gunawan memastikan selama ini lulusan manajemen Unair terserap cepat ke dunia kerja. Dalam tiga bulan setelah lulus, mereka sudah bekerja. "Yang jelas, mereka sudah kami bekali sertifikasi. Misalnya, kemampuan perencanaan finansial. Kami harap sarjana manajemen bisa bersaing," tandasnya.
Sebelumnya Disnaker Surabaya menyatakan, hingga Juni 2014, setidaknya 790 sarjana manajemen menganggur. Jika ditotal dengan akuntansi, manajemen keuangan, dan ekonomi pembangunan, ada 1.519 orang Surabaya yang belum dapat kerja.
Secara terpisah, Rektor Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Prof Ida Aju Brahmasari menyatakan, kampusnya tidak mengurangi kuota mahasiswa jurusan ekonomi manajemen. Jumlahnya justru semakin banyak. Pada 2013 jumlahnya 376 orang. Pada 2014 angkanya menjadi 489 mahasiswa. "Jurusannya memang diminati. Setiap tahun naik terus," ujar perempuan yang akrab disapa Sari tersebut.
Menurut dia, Untag lebih mengarahkan mahasiswa lulusan manajemen ekonomi untuk menciptakan lapangan kerja. "Jadi, mereka tidak mencari kerja," imbuhnya. Namun, tidak tertutup kemungkinan lulusan manajemen juga menjadi karyawan. Untag bekerja sama dengan berbagai perusahaan sehingga lulusannya tidak khawatir dalam mendapatkan pekerjaan.
Rektor Universitas Wijaya Kusuma (UWK) Prof Sri Harmadji berpendapat, kuota mahasiswa baru jurusan manajemen dengan jumlah penganggur tidak berhubungan. Karena itu, dia tidak akan memangkas kuota jurusan manajemen.
"Kami sudah bekerja sama dengan perusahaan untuk menampung lulusan," ujarnya kemarin (30/10). UWK, kata dia, juga memiliki job fair bagi mahasiswa yang sudah lulus sehingga tidak sulit mencari kerja.
Langkah berbeda ditempuh STIE Perbanas. Kampus yang beralamat di Nginden Semolo itu akan mengurangi kuota hingga 80 kursi. "S-1 manajemen dipangkas 40 kursi. Akuntansi juga 40 kursi," kata Ketua STIE Perbanas Surabaya Lutfi SE MFin.
Menurut dia, biasanya setiap angkatan mahasiswa manajemen berjumlah 250 orang. Nanti kuotanya tinggal 335 mahasiswa. Lutfi mengatakan, Perbanas memutuskan untuk lebih selektif dalam memilih mahasiswa baru. Sebab, persaingan lulusan manajemen semakin ketat. Tuntutan dunia kerja juga semakin tinggi.
Lutfi mengatakan, Perbanas sudah mengantisipasi agar lulusan manajemen tetap laku di pasaran. Yakni, menggandeng lembaga sertifikasi perbankan yang sudah terlisensi Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Setiap mahasiswa manajemen wajib mengambil sertifikasi general banking.
Ada sertifikasi opsional juga. Misalnya, manajemen risiko dan broker investasi. "Mengantisipasi MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015), pekerja asing masuk. Jadi, kami fasilitasi untuk sertifikasi dan bahasa Inggris. TOEFL minimal 500," ungkapnya.
Kemudian, jaringan dengan industri perbankan dipererat. Ada pelatihan persiapan menuju dunia kerja. Misalnya, melatih cara membuat surat lamaran dan CV. Para lulusan juga dipertemukan dengan perbankan dan alumni. "Basic kami perbankan. Sudah spesifik. Alhamdulillah, lulusan kami tetap dicari," tandasnya.
Di sisi lain, Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Jawa Timur mencatat fenomena jumlah sarjana penganggur didominasi dua jurusan: hukum dan manajemen. Mereka dikategorikan sebagai pengangguran terdidik atau pengangguran intelektual.
Data Disnaker Jatim untuk September 2014 mencatat, 1.074 lulusan hukum kini belum bekerja. Terbanyak kedua sarjana manajemen, 710 orang. Itu belum yang tercatat pada 2013. Mereka merupakan sebagian di antara lebih dari 6 ribu sarjana yang masih jobless di Jawa Timur.
Kepala Disnaker Jatim Edi Purwinarto menyatakan, data tersebut merupakan laporan dari disnaker kabupaten/kota. Mereka merekap seluruh pencari kerja dengan beragam latar belakang pendidikan.
"Pengangguran terbuka (semua pencari kerja) di Jatim 4,02 persen. Jumlah riilnya 832 ribu orang. Ini PR semua pihak. Bagaimana menyalurkan mereka ke tempat kerja," ujar Edi Purwinarto kemarin (31/10).
Edi berpandangan, pengangguran intelektual bisa menjadi masalah besar jika tidak segera ditangani. Sebab, tahun depan ASEAN Free Trade Area (AFTA) sudah berlangsung. Persaingan antar pencari kerja semakin ketat. Sarjana harus memiliki kompetensi untuk bersaing dengan tenaga asing.
Edi menyebut beberapa langkah untuk menuntaskan sarjana pengangguran. Pertama, sejak awal siswa harus jeli memilih jurusan sesuai minat dan bakat. Bukan lantaran ngetop-nya jurusan. Kemudian, mendorong perubahan mindset dunia pendidikan. Yakni, sarjana tidak mencari lowongan kerja. Namun, bisa menciptakan lapangan kerja. (nir/der/c10/roz)
BACA JUGA: Status ITS Jadi PTN Berbadan Hukum
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemprov DKI Masih Kekurangan 928 Bus Sekolah
Redaktur : Tim Redaksi