Agun Sebut Lapas di Indonesia Belum Punya Konsep Bina Napi

Minggu, 29 Juli 2018 – 22:33 WIB
Dialog kunjungan kerja DPR dengan jajaran Lapas Sukamiskin Bandung, Sabtu (28/7). Foto: Humas DPR

jpnn.com, BANDUNG - Anggota Komisi III DPR RI Agun Gunandjar menyatakan bahwa lembaga pemasyarakatan (lapas) maupun rumah tahanan negara (rutan) di Indonesia belum memiliki konsep pembinaan bagi para narapidana.

“Nggak ada, belum ada konsep pembinaan terhadap warga binaan. Lapas maupun rutan seharusnya menjadi tempat pembinaan narapidana,” kata Agun saat berdialog dengan jajaran sipir dan warga binaan kasus korupsi di Lapas Sukamiskin Bandung, Sabtu (28/7/).

BACA JUGA: Fahri Hamzah: BPJS Harus Jujur dan Terbuka pada Masyarakat!

Agun ikut dalam rombongan Komisi III DPR yang mengunjungi Lapas Sukamiskin. Kunjungan itu dipimpian oleh Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah.

Selain Agun, sejumlah anggota Komisi III DPR yang ikut dalam kunjungan itu adalah Masinton Pasaribu, Arteria Dahlan, Dosi Iskandar dan Abdulah Toha. Rombongan diterima oleh Kakanwil Kumham Jabar Ibnu Chaldun dan kepala baru di Lapas Sukamiskin.

BACA JUGA: Fahri: Orang Ditahan Bertahun-Tahun juga Butuh Hiburan

Dalam dialog yang dipimpin Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah itu, Agun mengaku telah berkeliling ke sejumlah lapas. Politikus Partai Golkar itu mengaku tidak menemukan adanya upaya pembinaan yang jelas bagi para tahanan terutama koruptor.

“Bahwa orang dihukum itu memang untuk dibina. Seharusnya sarana prasarana pembinaannya harus dipenuhi. Saya tanya kegiatan Anda (napi Sukamiskin, red) apa? Engak ada. Belum ada konsep pembinaan terhadap warga binaan korupsi,” kata dia.

BACA JUGA: Fahri Dorong Dibukanya Rute Pesawat Maluku ke Darwin

Agun menambahkan, pemerintah sudah seharusnya membuat serta merumuskan regulasi terkait pembinaan dan fasilitas napi. Namun, hal itu juga harus didasarkan pada kategori binaan.

“Narapidana umum dengan narapidana korupsi, terorisme, maupun narkotika harus berbeda regulasinya,” cetusnya.

Politikus yang punya latar belakang pendidikan ilmu pemasyarakatan itu lantas memberi contoh. Misalnya, narapidana umum harus diberi wadah pelatihan ekonomi agar mereka bisa mengembangkan dirinya setelah keluar dari lapas.

“Kami lebih sering mendapatkan narapidana umum, kalau dia mau bebas dia stres. Karena dia nggak mau pulang, pusing dia kalau bebas itu, mau makan di mana, tidur di mana. Apakah keluarganya mau menerima dia lagi itu pusing. Sementara bagi narapidana lainnya, kebutuhan mereka jauh berbeda dibanding warga binaan umum,” bebernya.

Agun juga menyinggung soal pelayanan di dalam lapas atau rutan. Menurutnya, napi koruptor sudah sewajarnya mendapat fasilitas untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Menurutnya, razia fasilitas maupun pembongkaran sarana malah akan membuat narapidana stres akibat tekanan yang ada di dalam lapas. Karena itu Agun mengatakan, sebaiknya napi tetap diberi kesempatan menghibur diri.

“Dia biasa main di luar itu (seperti) main golf, dilayani, segala rupa. Tapi ketika dia masuk ke kamar (tahanan), dua sampai tiga kali makan, bangunnya diatur, aktivitas diatur, disekat, ada tempat steril itu menurut saya tingkat penderitaannya luar biasa,” kata dia.

Mantan ketua Komisi II DPR itu menambahkan, terbatasnya ruang gerak bagi napi korupsi akan menjadi permasalahan tersendiri. Akibatnya, banyak laporan tentang mudahnya napi keluar masuk penjara.

Namun, berbeda halnya jika narapidana diberi fasilitas maupun kenyamanan di dalam lapas. Dia meyakini para napi tidak akan melakukan hal yang melanggar aturan.

“Soal jera gak jera, karena kebutuhan dirinya. Kemudian kemampuan aktualisasi diri. Apa yang terjadi merupakan dorongan. Semakin ditekan, malah semakin nekat,” pungkas politikus yang akrab disapa dengan panggilan Kang Agun itu.(eno/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Fahri Hamzah Dukung Rute Penerbangan Maluku-Darwin


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler