Ahli Bahasa Memastikan Novel LWMK Karya Matcharay Bukan Hasil Plagiat

Selasa, 20 April 2021 – 17:52 WIB
Novel LWMK karya Matcharay. Foto: dok Rainbook

jpnn.com, JAKARTA - Ahli bahasa dari Universitas Muhammadiyah Malang Eggy Fajar Andalas mengatakan novel 'Live with My Ketos (LWMK)' karya seorang remaja umur 16 tahun dengan nama pena Matcharay bukan hasil plagiat.

Itu disampaikannya setelah melakukan kajian ilmiah kebahasaan terhadap novel yang masuk jajaran best seller tanah air tersebut.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Seharusnya Bukan Tanggung Jawab Habib Rizieq, TNI AL Turun Tangan, Kok Bangsa Ini Tambah Dungu?

Eggy mengatakan novel yang akan diangkat ke dalam miniseri itu tidak bisa disebut plagiat.

“Sebab dalam karya kreatif selalu ada pengaruh dari karya sebelumnya. Karya sastra tidak pernah lahir dalam ruang hampa tapi dipengaruhi dari hasil akumulasi pengetahuan penulis yang membaca karya-karya sebelumnya jadi selalu ada pengaruh karya terdahulu,” kata Eggy.

BACA JUGA: Pancasila dan Bahasa Indonesia Raib dari Daftar Mata Kuliah Wajib, HNW Sarankan Ini ke Jokowi

Sebelumnya karya tersebut viral diberitakan telah memplagiat karya novel berjudul Regal. Tudingan itu muncul setelah ditemukan beberapa fragmen yang mirip dengan novel LWMK yakni adagen pingsan di lapangan, tokoh di UKS, tokoh berkumpul di basecamp, dan saat tokohnya dicegat oleh musuhnya.

Menurut Eggy, adegan-adegan yang terjadi dalam novel itu lazim ada di dunia remaja dan menjadi latar dalam novel bergenre teenlit.

BACA JUGA: Ahli Bahasa Jelaskan Alasan Habib Rizieq Layak Disebut Penghasut

“Kemiripan seperti ini tidak bisa dibilang klaim plagiat, kalau kemiripan bisa jadi iya. Kalau baca keseluruhan, bobot plagiat yang disangkakan juga bukan menjadi tema utama hanya fragmen-fragmen saja. Itu bukan inti utama dari gambaran keseluruhan cerita tapi fragmen-fragmen dalam novel,” tegasnya.

Menurut Eggy, kemiripan dalam cerita tidak bisa disebut sebagai hasil plagiat. Dia mengatakan ada gambaran yang bisa jadi sama tetapi bila ada originalitas, ekspresi estetis dalam pengungkapan, dan ada kreativitas pengarangnya maka tidak bisa dikatakan plagiasi.

"Termasuk ada pilihan diksi, modifikasi, dan karena terinspirasi,” katanya.

Sementara itu Direktur Utama Penerbit Rainbook yang menerbitkan novel LWMK, Satya P mengatakan pihaknya juga menolak praktik plagiarisme.

“Kami tidak menoleransi jika salah satu buku yang kami terbitkan terbukti hasil plagiat. Kami pastikan bahwa kami akan melakukan tindakan kepada penulis jika bukunya terbukti hasil plagiat. Namun dalam novel LWMK setelah dilakukan investigasi dipastikan tidak ada plagiat” tegasnya.

Selain itu, kata dia, dalam perjanjian tertulis sebelum buku diterbitkan dengan jelas menyebutkan bahwa penulis menjamin karya yang akan diterbitkan adalah karya orisinal dari penulis, bukan hasil plagiat dari pihak lain.

Satya juga telah meminta pendapat ilmiah beberapa ahli bahasa, baik melalui referensi maupun pendapat langsung, untuk menguji keaslian novel LWMK tersebut.

Hasilnya dipastikan tidak ada unsur plagiat dalam novel LWMK.

“Berdasarkan perspektif hukum tuduhan plagiat hanya boleh disematkan kepada seseorang atau karya jika sudah dapat dibuktikan dan mendapat vonis dari pengadilan. Tuduhan plagiat adalah tuduhan serius yang berimplikasi hukum,” katanya.

Satya mengajak semua insan literasi, baik para penerbit, penulis, dan pembaca buku bersama-sama mengembangkan dunia literasi Indonesia menjadi lebih konstruktif, kreatif, dan positif. (flo/jpnn)


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler