JAKARTA - Ahli dari Kejaksaan Agung yang dihadirkan pada persidangan perkara korupsi proyek bioremediasi di PT Chevron Pacific Indonesia (CPI), dipersoalkan pihak terdakwa. Pasalnya, ahli diragukan independensinya dan diduga pernah terkait dengan tender proyek bioremediasi Chevron di sejumlah lokasi di Riau.
Sampai-sampai Hotma Sitompul yang menjadi Koordinator Penasihat Hukum bagi terdakwa perkara itu, Herland bin Ompo, melakukan aksi walk out dari persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (25/3) sore. Penyebabnya, keberatan Hotmat terhadap dua ahli yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara itu tak digubris majelis.
Herland adalah Direktur PT Sumigita Jaya yang menjadi rekanan Chevron dalam proyek bioremediasi di Riau. Saat persidangan atas Herlan dimulai, Hotma langsung menyatakan keberatannya terhadap dua ahli, yakni Edison Effendi dan Prayitno. Alasannya, dua ahli itu dimintai keterangan oleh penyidik Kejaksaan Agung dalam hari, tanggal dan waktu yang bersamaan. "Bahkan isinya, sampai titik dan komanya sama," kata Hotma.
Karenanya tak sekedar walk out, Hotma juga mengancam melaporkan Edion dan Prayitno ke polisi karena telah memberikan keterangan palsu saat diperiksa di Kejaksaan maupun di persidangan. Hotma juga akan mengadu ke Komisi Yudisial, Mahkamah Agung dan ke Jaksa Agung.
Mengutip pasal 185 ayat (6) huruf b KUHAP, Hotma menegaskan bahwa cara hidup dan kesusilaan saksi berpengaruh pada tingkat kepercayaan di persidangan. "Keterangan dua saksi ini tidak dapat kami percaya. Saya tak mau dibohongi dengan keterangan dua orang ini," ucapnya sembari hengkang dari persidangan yang dipimpin Dharmawatiningsih itu.
Anggota Tim Penasihat Hukum Herland lainnya, Dion Y Pongkor, juga mempersoalkan kapasitas Effendi yang pernah berada di lokasi pengambilan sapling tanah di Riau, untuk uji bioremediasi. Sebab, Effendi ada di lokasi pengambilan sampling pada Februari 2012, sementara surat dari kejaksaan tentang penunjukan sebagai ahli baru keluar pada Maret 2012.
"Jadi dalam kapasitas apa saksi ada di lokasi pengambilan sampling? Ahli ini sejak awal sudah terlibat pengambilan sampel, ini berengaruh pada pengujian sampel. Ini sudah saksi fakta," ucap Dion.
Pada persidangan perkara yang sama yang digelar terpisah dengan terdakwa Direktur PT Green Planet Indonesia, Ricksy Prematuri, status Edison sebagai ahli juga dipertanyakan. Penasihat hukum Ricksy, Najib Aligismar, mengungkapkan bahwa Edison pernah mewakili PT Riau Kemari dalam proses tender bioremediasi di PT CPI.
Namun Effendi menegaskan, posisinya di PT Riau Kemari hanya konsultan. "Tidak ada nama saya di akta perusahaan," kelitnya.
Pengakuan Effendi sempat membuat anggota majelis, Sofialdi, meradang. Sebab, Effendi seolah tak mau mengakui bahwa dirinya ikut dalam proses tender bioremadiasi. Terlebih lagi, Effendi sempat mengakui bahwa dirinya memang memproduksi microorganisme yang bisa digunakan untuk bioremediasi.
Majelis pun menunjukkan absensi rapat PT Chevron yang juga dihadiri Effendi selaku wakil dari PT Riau Kemari. Namun tetap saja Effendi berkelit. "Saya akui hadir tiga atau empat rapat. Tapi saya hanya konsultan di PT Riau Kemari," tegasnya.
Lantas untuk apa kehadiran Edison di lokasi bioremediasi? Edison mengatakan, dirinya ada di lokasi untuk memastikan pengambilan sampel tanah yang terkontaminasi minyak sudah sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 128 Tahun 2003 tentang Tatacara dan Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah Terkontaminasi. "Saya di sana untuk memastikan sampel diambil sesuai Kepmen 128," tegasnya.
Seperti diketahui, Herlan dan Rizky didakwa korupsi terkait proyek bioremediasi PT CPI di sejumlah lokasi di Riau. Sumigita dan Green Planet adalah rekanan Chevron dalam proyek bioremediasi itu. Namun kejaksaan menuding proyek biormediasi itu hanya akal-akalan saja, sehingga negara dirugikan hingga USD 6 juta lebih. (ara/jpnn)
Sampai-sampai Hotma Sitompul yang menjadi Koordinator Penasihat Hukum bagi terdakwa perkara itu, Herland bin Ompo, melakukan aksi walk out dari persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (25/3) sore. Penyebabnya, keberatan Hotmat terhadap dua ahli yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara itu tak digubris majelis.
Herland adalah Direktur PT Sumigita Jaya yang menjadi rekanan Chevron dalam proyek bioremediasi di Riau. Saat persidangan atas Herlan dimulai, Hotma langsung menyatakan keberatannya terhadap dua ahli, yakni Edison Effendi dan Prayitno. Alasannya, dua ahli itu dimintai keterangan oleh penyidik Kejaksaan Agung dalam hari, tanggal dan waktu yang bersamaan. "Bahkan isinya, sampai titik dan komanya sama," kata Hotma.
Karenanya tak sekedar walk out, Hotma juga mengancam melaporkan Edion dan Prayitno ke polisi karena telah memberikan keterangan palsu saat diperiksa di Kejaksaan maupun di persidangan. Hotma juga akan mengadu ke Komisi Yudisial, Mahkamah Agung dan ke Jaksa Agung.
Mengutip pasal 185 ayat (6) huruf b KUHAP, Hotma menegaskan bahwa cara hidup dan kesusilaan saksi berpengaruh pada tingkat kepercayaan di persidangan. "Keterangan dua saksi ini tidak dapat kami percaya. Saya tak mau dibohongi dengan keterangan dua orang ini," ucapnya sembari hengkang dari persidangan yang dipimpin Dharmawatiningsih itu.
Anggota Tim Penasihat Hukum Herland lainnya, Dion Y Pongkor, juga mempersoalkan kapasitas Effendi yang pernah berada di lokasi pengambilan sapling tanah di Riau, untuk uji bioremediasi. Sebab, Effendi ada di lokasi pengambilan sampling pada Februari 2012, sementara surat dari kejaksaan tentang penunjukan sebagai ahli baru keluar pada Maret 2012.
"Jadi dalam kapasitas apa saksi ada di lokasi pengambilan sampling? Ahli ini sejak awal sudah terlibat pengambilan sampel, ini berengaruh pada pengujian sampel. Ini sudah saksi fakta," ucap Dion.
Pada persidangan perkara yang sama yang digelar terpisah dengan terdakwa Direktur PT Green Planet Indonesia, Ricksy Prematuri, status Edison sebagai ahli juga dipertanyakan. Penasihat hukum Ricksy, Najib Aligismar, mengungkapkan bahwa Edison pernah mewakili PT Riau Kemari dalam proses tender bioremediasi di PT CPI.
Namun Effendi menegaskan, posisinya di PT Riau Kemari hanya konsultan. "Tidak ada nama saya di akta perusahaan," kelitnya.
Pengakuan Effendi sempat membuat anggota majelis, Sofialdi, meradang. Sebab, Effendi seolah tak mau mengakui bahwa dirinya ikut dalam proses tender bioremadiasi. Terlebih lagi, Effendi sempat mengakui bahwa dirinya memang memproduksi microorganisme yang bisa digunakan untuk bioremediasi.
Majelis pun menunjukkan absensi rapat PT Chevron yang juga dihadiri Effendi selaku wakil dari PT Riau Kemari. Namun tetap saja Effendi berkelit. "Saya akui hadir tiga atau empat rapat. Tapi saya hanya konsultan di PT Riau Kemari," tegasnya.
Lantas untuk apa kehadiran Edison di lokasi bioremediasi? Edison mengatakan, dirinya ada di lokasi untuk memastikan pengambilan sampel tanah yang terkontaminasi minyak sudah sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 128 Tahun 2003 tentang Tatacara dan Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah Terkontaminasi. "Saya di sana untuk memastikan sampel diambil sesuai Kepmen 128," tegasnya.
Seperti diketahui, Herlan dan Rizky didakwa korupsi terkait proyek bioremediasi PT CPI di sejumlah lokasi di Riau. Sumigita dan Green Planet adalah rekanan Chevron dalam proyek bioremediasi itu. Namun kejaksaan menuding proyek biormediasi itu hanya akal-akalan saja, sehingga negara dirugikan hingga USD 6 juta lebih. (ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menakertrans Prioritaskan Industri Padat Karya
Redaktur : Tim Redaksi