Ahli Epidemiologi Bicara Soal Vaksin AstraZeneca

Sabtu, 02 Januari 2021 – 16:22 WIB
Vaksin buatan AstraZeneca. Foto: Reuters/Peter Cziborra

jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah Indonesia melalui PT Bio Farma telah menandatangani kerja sama pembelian 50 juta dosis vaksin Covid-19 dari AstraZeneca.

Hal ini disebut memberi variasi yang cukup dalam hal vaksin untuk rakyat.

BACA JUGA: Korea Selatan Produksi 150 juta Vaksin Sputnik V

Sejauh ini sudah ada tiga varian vaksin Covid-19 yang akan dipergunakan di Indonesia, selain dari Sinovac. Ketiga vaksin tersebut yakni Pfizer, AstraZeneca, dan Novavax.

Pfizer dan AstraZeneca memiliki klaim efikasi atau keampuhan yang tinggi, yakni lebih dari 70 persen untuk Astrazeneca, dan 90 persen untuk Pfizer. Sementara Novavax belum mengklaim efikasi.

BACA JUGA: Bukan 19 Detik, Video Syur Gisel dan MYD Berdurasi Lebih Panjang?

Namun, Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Masdalina Pane menuturkan meski klaim efikasi ketiga vaksin tergolong tinggi, belum tentu jenis vaksin Covid-19 tersebut aman dan ampuh untuk melawan virus corona yang berkembang di masyarakat Indonesia.

Sebab belum ada data uji klinis yang mengikutsertakan masyarakat Indonesia.

BACA JUGA: Hindari Liburan Saat Pandemi, Ini Bahayanya untuk Anak

"Seharusnya vaksin tersebut diuji coba dulu di Indonesia, baru bisa dikatakan aman. Kalau hanya menggunakan referensi (data pasca-vaksinasi) dari negara lain, saya no comment," kata Masdalina beberapa hari lalu.

Perlu diketahui jika pengembang vaksin Covid-19 asal Inggris, AstraZeneca, telah mengumumkan berdasarkan data awal dari uji coba fase 3, bahwa kandidat vaksinnya memiliki tingkat efektivitas rata-rata sebesar 70 persen.

Namun, sejumlah pakar mempertanyakan sejumlah aspek dari data yang telah dipublikasikan AstraZeneca, terutama berkaitan dengan perbedaan dosis dan jumlah relawan uji coba.

Merunut kejadian ini, Masdalina juga menyinggung soal Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI), yang mungkin terjadi di Indonesia setelah melakukan vaksinasi Covid-19.

Sementara itu, Ahli Biologi Molekuler Ahmad Rusdan Handoyo Utomo menjelaskan, vaksin Covid-19 semestinya tetap ampuh mendeteksi virus corona dalam tubuh, meski telah bermutasi.

Namun hal tersebut tetap harus dibuktikan melalui kajian ilmiah.

"Secara teoritis harusnya bisa mendeteksi karena vaksin menargetkan keseluruhan bodi dari protein spike virus, walaupun ada sebagian bodi bermutasi, antibodi yang muncul karena vaksin masih bisa mengenali bagian dari bodi spike yang lain, we will see, seperti apa ke depan," sebut Ahmad.(chi/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler