jpnn.com, KARAWANG - Pendangan ahli hukum pidana, pada sidang kasus anak gugat ibu kandung di Karawang, nilai hakim sangat objektif dan perkara murni kasus pidana.
Ahli hukum pidana, sekaligus dosen Universitas Sehati Indonesia (Usindo) Eigen Justisi menuturkan, sejak awal mendengar dan mengikuti persoalan kasus ibu dan anak tersebut, ia menilai banyak pendapat yang kontraproduktif dengan perkara tersebut.
BACA JUGA: Kalah Gugatan Praperadilan Pegi Setiawan, Polda Jabar: Kami Tetap Patuh Hukum
"Iya kalau saya memang mengikuti dari awal, ini kan kasus pidana, si anak ini melaporkan ibunya karena terkait dengan pemalsuan tanda tangan. Disitu banyak mungkin masyarakat yang kontra produktif dengan duduk perkaranya sehingga seolah-olah ini adalah kasus anak menggugat warisan, padahal kalau mau menggugat warisan, kontruksi hukumnya berbeda, dan gugatannya sudah pasti perdata bukan pidana," kata Eigen, Rabu (10/7).
Diketahui sebelumnya, seorang anak yang bernama Stephanie Sugianto melaporkan ibu kandungnya Kusumayati, gegara tak terima tanda tangannya dipalsukan dalam surat keterangan waris (SKW).
BACA JUGA: Via Vallen Melahirkan Anak Pertama, Ini Nama Panggilan Bayinya
Kasus tersebut bermula pada saat Sugiono ayah kandung dari Stephanie sekaligus suami dari Kusumayati, warga Kelurahan Nagasari, Kabupaten Karawang, meninggal pada 6 Desember 2012. Sepeninggal sang ayah, Stephanie melaporkan sang ibu Kusumayati, pada tahun 2021 karena tandatangannya diduga dipalsukan oleh Kusumayati, dalam pembuatan Surat Keterangan Waris (SKW), pada 27 Februari 2013.
Lebih lanjut diterangkan Eigen, setelah menelaah duduk perkara kasus tersebut, pelapor mengadukan terlapor dengan sangkaan Pasal 263 ayat (1) KUHP, sehingga dalam proses perkaranya, pelapor tidak menyinggung persoalan warisan.
BACA JUGA: Polda Jabar Tak Hadiri Gugatan Praperadilan Pegi Setiawan, Ini Alasannya
"Ini pasalnya tetap 263, kalau pelapor ini niat menguasai warisan tentu salah, justru sebenarnya konteks dari persoalan ini lebih kepada motif. Apa sebenarnya motif terdakwa memalsukan tandatangan korban, dan apa sebenarnya motif korban melaporkan terdakwa. Ini yang sama-sama kita tidak tahu, dan hakim harus jeli terhadap itu," kata dia.
Selama berjalannya persidangan Eigen, menilai hakim cukup hebat, sebab mengarahkan persoalan ini kepada penyelesaian pribadi dalam keluarga.
"Selama ini saya ikuti majelis hakim ini hebat, dia kan pengadil sebetulnya tidak berpihak kepada ibu atau anak. Bahkan saya dengar kemarin sempat mediasi, ini upaya yang tepat untuk kasus tersebut, karena menyangkut pemulihan hubungan baik antara ibu dan anak," imbuhnya.
Lebih lanjut dijelaskan Eigen, dalam perkara tersebut hakim juga harus tetap objektif dalam menangani perkara ini, bahkan hakim seharusnya bisa menelaah latar belakang dari korban dan terdakwa atas pelaporan kasus ini, agar menghasil putusan yang seadil-adilnya.
"Iya tentu hakim harus objektif, dan kalau bisa harus tahu nih apa motif kedua belah pihak dalam kasus ini. Supaya menghasilkan putusan yang seadil-adilnya, tapi sejauh ini memang saya nilai majelis hakim yang menangani kasus ini hebat-hebat dan sudah teruji," pungkasnya.
Sebagai informasi, Stephanie menempuh jalur hukum terkait dugaan pemalsuan tanda tangan dalam Surat Keterangan Waris (SKW) tertanggal 27 Februari 2013.
Surat itu dibuat di Kelurahan Nagasari, Kecamatan Karawang Barat dan notulen RUPSLB PT EMKL Bimajaya Mustika tertanggal 1 Juli 2013.
Sementara itu, tim hukum Kusumayati, Nyana Wangsa kepada awak media menjelaskan duduk perkara dari sudut kliennya sebagai tergugat. Dia memastikan, kliennya sama sekali tidak pernah mengubah apa pun dalam SKW dan hal itu sudah terbukti saat sidang perdana digelar.
“Fakta persidangan, ditanya oleh hakim, Bu Stephanie kenapa anda sampai melaporkan ibu anda dengan dalih dia hak warisnya dihilangkan padahal secara yuridis tetap tercantum sebagai ahli waris di notaris," kata Nyana menirukan perkataan hakim saat jumpa pers di Jakarta. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif