Ahli Hukum Yakin Utang Piutang Bukan Ranah Pidana

Rabu, 05 Februari 2020 – 18:59 WIB
Ahli Hukum Pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Mudzakir menjadi ahli meringankan sidang perkara korupsi di PT Angkasa Pura II di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (5/2). Foto : Fathan Sinaga /JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Ahli Hukum Pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Mudzakir menilai utang piutang bukan ranah pidana suap atau tindak pidana korupsi.

Menurut Mudzakir, dalam dunia Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan hal yang lumrah dan legal dari sisi individu direksi maupun badan hukumnya.

BACA JUGA: Terungkap, Ada Utang-Piutang Antar BUMN dalam Sidang Kasus Angkasa Pura

"Kalau hasil pribadi pinjam itu sah-sah saja sebagai hukum perdata transaksi minjam-minjam adalah sah. Kesimpulannya, apakah boleh? Boleh, sah-sah saja. Bahkan antarbadan hukum pun boleh," kata Mudzakir saat menjadi ahli meringankan sidang perkara korupsi di PT Angkasa Pura II di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (5/2).

Mudzakir mendengar bahwa uang yang diberikan dari eks Direktur Utama PT Industri Telekomunikasi Indonesia (INTI) Darman Mappangara ke Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II Andra Yastrialsyah berlatar utang piutang.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: FPI Beraksi, Rekrut PPPK Lagi Hingga PNS Dapat Gaji Ganda

Karena itu, penegak hukum harusnya melihat persoalan utang piutang itu dari rangkaian peristiwa hukum yang biasa disebut antofactum, factum dan postfactum.

Dia menegaskan, permasalahan pidana harus menjadi domain pidana, begitu juga perdata.

Mudzakir menyatakan Presiden Joko Widodo pernah membuat pernyataan kepada penegak hukum bahwa hukum admistrasi atau perdata, jangan dipidanakan.

"Karena beliau risau hal yang berbau administrasi dalam penyelenggara negara dipidanakan. Demikian juga dengan berhubungan kontrak berakhir pemidanaan," kata Mudzakir.

Dalam kasus ini, jaksa KPK mendakwakan Darman Mappangara telah menyuap Andra Yastrialsyah Agussalam senilai USD 71 ribu dan SGD 96.700 dolar. Suap diberikan secara bertahap pada Juli 2019.

Darman selaku penyuap didakwa melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a dan b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP pidana.

Sedangkan Andra sebagai penerima suap didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. (tan/jpnn)


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler