JAKARTA - Pakar hukum administrasi negara, Prof Philipus M Hadjon mengatakan, Presiden berdasarkan kewenanganya menurut Pasal 17 jo Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 tetap dimungkinkan membentuk jabatan wakil menteri (Wamen). Artinya tanpa ada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, Presiden tetap bisa menunjuk Wamen.
“Inilah yang dinamakan diskresi (kewenangan, red) dari kekuasaan (presiden) termasuk penerapan pasal 10 UU Kementerian Negara yang memberi kewenangan kepada presiden untuk membentuk jabatan wakil menteri (wamen) pada kementerian tertentu sesuai beban kerja,” kata Philipus saat memberi keterangan sebagai ahli yang diajukan pemerintah dalam pengujian UU Kementerian Negara di gedung MK, Selasa (7/2).
Menurutnya, pasal 10 UU Kementerian Negara bukan persoalan konstitusionalitas, tetapi menyangkut implementasi pasal tersebut. Karenanya bila dikatakan ada persoalan konflikasi aturan jabatan Wamen, itu sangat keliru. “Ini persoalan legalitas,” ujar Guru Besar Hukum Administrasi Negara Universitas Trisakti itu.
Dia menambahkan, pasal 10 UU Kementerian Negara tetap konstitusional. “MK tak perlu membatalkan pasal itu,” tandasnya.
Seperti diketahui, Ketua Umum Gerakan Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (GN-PK), Adi Warman dan Sekjennya, TB Imamudin, mengajukan uji materi Pasal 10 UU Kementerian Negara yang mengatur jabatan wakil menteri pada kementerian tertentu. Pasal itu dinilai GN-PK bertentangan dengan Pasal 17 UUD 1945.
Menurut pemohon, Pasal 17 UUD 1945 tidak mengenal istilah atau jabatan wakil menteri, sehingga pengangkatan wakil menteri oleh presiden yang bersandarkan Pasal 10 UU Kementerian Negara dalam Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II bertentangan dengan konstitusi. Selain itu, jabatan wakil menteri tidak dikenal dalam susunan organisasi kementerian sebagaimana diatur dalam Pasal 51 PP Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara. (kyd/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Proyek Listrik Dikorupsi, Dituntut 8 Tahun Bui
Redaktur : Tim Redaksi