Ahok jadi Komisaris Utama Pertamina, Para Mafia Migas Ketar-Ketir

Minggu, 24 November 2019 – 10:03 WIB
Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Foto : Antara/ Istimewa

jpnn.com, JAKARTA - Peneliti Alpha Research Database Indonesia Ferdy Hasiman menilai, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok adalah seorang eksekutor sehingga lebih tepat jika diangkat menjadi direktur utama, bukan komisaris utama Pertamina.

Ferdy menduga pengangkatan Ahok menjadi komisaris utama hanyalah jalan tengah dari hasil kompromi politik.

BACA JUGA: Ahok, Mantan Narapidana yang Bakal Digaji Rp 38 Miliar Setahun

"Disebut kompromi karena di satu sisi Presiden Joko Widodo boleh jadi memiliki ambisi menempatkan Ahok sebagai Dirut Pertamina, tetapi di sisi lain perlu menimbang kuatnya arus penolakan lawan politik dan para mafia migas yang tak ingin Ahok menunjukan kinerjanya melayani rakyat, seperti yang dilakukannya saat memimpin DKI Jakarta," ujar Ferdy di Jakarta, Minggu (24/11).

Meski menjabat komisaris utama, para mafia tetap harus berhati-hati dengan sosok mantan gubernur DKI Jakarta itu.

BACA JUGA: Iwan Fals Singgung Gaji Ahok sebagai Komisaris Utama Pertamina

Ferdy meyakini pengangkatan Ahok adalah upaya Jokowi berperang melawan mafia migas yang sudah lama bercokol di Pertamina.

"Ahok adalah the president man, orang presiden di Pertamina. Posisi komut bagi Ahok itu penting untuk mencegah intervensi nonkorporasi, intervensi politik, intervensi mafia ke tubuh Pertamina," ucapnya.

BACA JUGA: Ahok Dapat Jabatan di BUMN, Jokowi: Kita Tahu Kinerjanya

Selain itu, para direktur Pertamina, kata Ferdy, juga harus bekerja dengan baik. Karena Ahok diyakini berani 'menelanjangi' dirut berkinerja buruk ke publik. Itu sama seperti 'menelanjangi' para koruptor ke publik.

"Direktur yang tak bekerja baik dan bermain-main dengan mafia pasti akan ciut nyalinya, karena Ahok tangan kanan Jokowi untuk luar dalam Pertamina," ucapnya.

Ferdy meyakini Jokowi sudah belajar dari kegagalan Pertamina melakukan peremajaan kilang Balongan, kilang Cilacap, Kilang Duri dan beberapa kilang lain untuk mengurangi impor.

Jokowi juga diyakini sudah belajar, percuma menempatkan komisaris mantan petinggi militer dan mantan menteri BUMN di Pertamina, tetapi tidak bisa membantu dalam proses pengawasan.

"Dirut yang diangkatnya (Dwi Soetjipto, Elia Massa Manik, Nicke Widyawati ) tetap saja tidak menunjukan kinerja apik. Produksi minyak dan gas turun, padahal Jokowi sudah memberikan hak kelola Blok Mahakam (2015) dari Total E&P, Blok Rokan dari Chevron Indonesia dan beberapa blok migas yang dioperatori pihak asing ke Pertamina," katanya.

Ferdy menyebut dirut Pertamina juga tidak bisa mencari solusi lain dan tidak inovatif untuk mengurangi tingginya impor LPG (70%) yang semuanya menyebabkan defisit neraca perdagangan makin melebar.

Karena itu Ahok sebagai komisaris utama Pertamina diyakini bisa mengevaluasi kembali program kerja dan bisnis terkait LPG.

"Soalnya, kita ini mengonsumsi apa yang kita tidak punya. Hanya karakter gas dari Sumatera dan Natuna saja yang bisa diubah menjadi LPG. Itupun hanya 30 persen saja, sisanya 70 persen impor. Mafia migas ini juga bermain diimpor LPG," pungkas Ferdy.(gir/jpnn)


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler