jpnn.com, JAKARTA - Menteri BUMN Erick Thohir telah memastikan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok akan jadi bos di Pertamina.
Kepada wartawan di Istana, Jumat (22/11), Erick mengaku telah bertemu dan berbicara empat mata dengan Presiden Jokowi soal perombakan direksi dan komisaris di sejumlah perusahaan BUMN. Setelah berbicara sekitar sepuluh menit, Jokowi memberikan keputusan. “Sudah diputuskan, Pak Basuki akan jadi Komut Pertamina,” kata Erick.
BACA JUGA: Ahok Jadi Komut Pertamina: Sudah Sah, Jangan Gaduh Lagi ya
Ahok akan didampingi Wamen BUMN, Budi Sadikin, yang menjabat wakil komisaris utama. Kemudian, Emma Sri Hartini sebagai direktur keuangan. Emma sebelumnya menjabat sebagai Dirut Telkomsel.
Soal posisi Ahok sebagai kader PDIP, Erick menegaskan, direksi maupun komisaris BUMN tidak boleh terafiliasi dengan partai politik. Tujuannya, untuk menjaga independensi. Erick mengaku sudah membicarakan soal itu dengan Ahok.
BACA JUGA: Erick Thohir: Ahok Harus Mundur dari PDIP, Itu sudah Klir
So, Ahok yang merupakan mantan narapidana dalam kasus penodaan agama itu bakal mendapatkan gaji jumbo, sekitar Rp 38 miliar per tahun.
Memang tidak ada angka pasti. Karena selalu berubah tiap tahun. Rakyat Merdeka rmco.id melansir, dalam Peraturan Menteri BUMN tentang penghasilan direksi dan komisaris perusahaan BUMN diketahui, gaji komisaris utama adalah sebesar 85 persen dari gaji dirut. Selain itu, gaji para pejabat diketahui dari laporan keuangan perusahaan.
BACA JUGA: Respons Hasto PDIP Soal Ahok Jadi Komut Pertamina: Tak Harus Mundur dari Partai
Perhitungan gaji direktur utama Pertamina itu sendiri ditetapkan lewat pedoman internal yang ditetapkan Menteri BUMN. Besaran gaji ini ditetapkan melalui RUPS/Menteri BUMN setiap tahun, terhitung sejak Januari tahun berjalan.
Sebagai patokan, bisa dilihat di 2018. Saat itu, kompensasi yang diberikan kepada jajaran direksi dan komisaris sebesar USD 47,23 juta atau setara Rp 661 miliar. Jika dibagi rata-rata dengan direksi dan komisaris Pertamina kala itu yang berjumlah 17, per orang menerima sekitar Rp 38 miliar dalam satu tahun atau Rp 3,2 miliar per bulan.
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan, Ahok harus segera beradaptasi dengan jabatan barunya ini. Salah satu yang perlu diperhatikan adalah gaya komunikasi publiknya. Keinginan untuk menghadirkan birokrasi yang transparan dan cepat bekerja tidak harus ditunjukkan dengan gaya komunikasi yang keras. “Jangan sampai ada sentimen dislike di situ,” kata Mamit malam tadi.
Mamit memperkirakan, sebagai komut, Ahok tidak akan melakukan over lapping. Karena hal teknis akan lebih banyak dikerjakan direksi. Komisaris adalah pengawas. “Posisi Ahok nantinya akan menjembatani harapan pemerintah ke Pertamina dan sebaliknya,” ungkapnya. (bcg)
Video pilihan :
Redaktur & Reporter : Adek