Ahok Keok, Elektabilitas Golkar Anjlok

Senin, 22 Mei 2017 – 09:44 WIB
Ketua Umum Golkar Setya Novanto (kanan) dan Basuki T Purnama alias Ahok dalam acara Syukuran Jakarta di Lapangan Blok S, Jakarta Selatan, Jumat (20/1). Foto: Surya Kawung/JawaPos.Com

jpnn.com, JAKARTA - Kerasnya persaingan pemilihan gubernur DKI Jakarta berimbas pada Partai Golongan Karya (Golkar). Hasil jajak pendapat Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menunjukkan elektabilitas Golkar menurun hampir dua persen gara-gara mendukung Basuki T Purnama alias Ahok.
 
Peneliti LSI Denny JA Adjie Alfaraby menyatakan, elektabilitas Golkar sebelum pelaksanaan musyawarah nasional luar biasa (munaslub) pada April 2016 berada pada angka 12,2 persen. Setelah keputusan Rapimnas Golkar mencalonkan Joko Widodo sebagai calon presiden, elektabilitas Partai Golkar di Oktober 2016 meningkat menjadi 15,3 persen.

Namun, kekalahan Ahok pada Pilkada DKI 2017 menunjukkan penurunan elektabilitas partai beringin hitam itu. "Pada bulan Mei, elektabilitas Partai Golkar turun menjadi 13,5 persen. Ini akibat sentimen pilkada DKI," kata Adjie saat memaparkan hasil survei LSI di Rapimnas Golkar di Hotel Novotel Balikpapan, Kalimantan Timur, Minggu (21/5) malam.
 
Menurut Adjie, sentimen pilkada DKI itu bisa berdampak pada kelanjutan elektabilitas Partai Golkar. Namun, penurunan itu bisa ditangkal jika partai pimpinan Setya Novanto itu menerapkan strategi-strategi baru untuk menghadapi pemilihan kepala daerah serentak 2018 dan pemilihan umum 2019. "Ada empat strategi yang bisa dijalankan Partai Golkar," kata Adjie.
 
Dia menjelaskan, Partai Golkar di bawah kepemimpinan Novanto akan dianggap sukses jika pada Pemilu Presiden 2019 mampu memenangkan Jokowi. Kemenangan ini akan menjadi sejarah bagi Partai Golkar.

BACA JUGA: Golkar Matangkan Strategi demi Muluskan Pemilu Sistem Tertutup

"Karena pasca-era reformasi, belum ada capres Partai Golkar yang memenangi pilpres," kata Adjie.
 
Kemenangan di pilpres juga bisa lebih berarti jika Partai Golkar bisa memenangi pemilu legislatif. Untuk mencapai itu, terlebih dahulu Partai Golkar harus bisa menjadi jawara di pilkada serentak 2017 dan 2018. 
 
"Satu syarat sudah tercapai, yakni di pilkada 2017. Tinggal di pilkada 2018 Golkar harus memenangkan minimal 60 persen pilkada," ujar Adjie.

Setidaknya dari 171 daerah yang menggelar pilkada serentak 2018, ujar dia, Partai Golkar harus bisa menang di 10 provinsi dan 90 kabupaten/kota.
 
Strategi terakhir, kata Adjie, Partai Golkar harus memiliki program big bang di bidang ekonomi. Dalam arti harus ada sejumlah program populer yang diasosiasikan dengan Partai Golkar.

BACA JUGA: KPK Usut Perubahan Keterangan Paulus Soal Pertemuan Novanto

Adjie meyakini program populer semacam itu bisa menarik simpati pemilih secara luas. "Golkar selama ini paling depan di isu ekonomi, tapi saat ini tampaknya belum terlalu kuat," tandasnya.(bay/jpg)

BACA JUGA: Luhut Ajak Kader Golkar Percaya Diri Menyosialisasikan Jokowi

BACA ARTIKEL LAINNYA... Papa Novanto Terseret e-KTP, Pak Luhut: Tenang Saja


Redaktur & Reporter : Antoni

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler