PERUSAHAAN Daerah Air Minum (PDAM) Jaya dinilai gagal memberikan layanan pada masyarakat ibu kota. Kualitas air bersih perpipaan itu masih jauh dari harapan. Problemnya, karena airnya sering kali keruh, bau kaporit, hingga tekanan kucuran air yang lemah.
Anehnya, petugas di lapangan bersikap arogan, memutuskan sambungan pipa dan meteran, meski pelanggan baru menunggak satu bulan. Pemutusan pipa jaringan dan meteran itu, dilakukan oleh Manajer Area Bisnis Balai Pustaka, Hendra Tenaya, Kamis (245), terhadap pelanggan air PAM Jaya, Tom Pasaribu di Jalan Tawes No 49, RT 003/RW 07 Kelurahan Jati, Kecamatan Pulogadung, Jakarta Timur.
"Saya sangat kecewa dengan arogansi Manajer Area Bisnis Balai Pustaka, Hendra Tenaya bersama timnya yang datang tiga kali dikawal polisi untuk memutuskan jaringan pipa dan meteran di rumah saya. Memang, saya akui menunggak pembayaran. Bukan saya tidak mau bayar, tetapi saya sengaja melakukan perlawanan terhadap kinerja salah satu operator yang tidak pernah memperbaiki layanan air bersih yang kualitasnya masih buruk," ujar Tom Pasaribu, Jumat (25/5).
Ia menyebut aneh jika untuk menagih tunggakan rekening PDAM saja harus harus membawa belasan petugas lapangan dan dikawal polisi. "Cara-cara itu tidak fair, sebab, berkali-kali saya, pelanggan air bersih mengajukan keberatan tentang kualitas air bersih tidak pernah ditanggapi oleh direksi, anehnya giliran pelanggan menunggak langsung direspon dengan pemutusan jaringan dan meter yang dikawal polisi," kata Tom yang juga Direktur Eksekutif Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3I).
Lebih lanjut Tom Pasaribu menambahkan, Pemprov DKI dan PAM Jaya selalu berjanji ada perubahan-perubahan pelayanan kualitas air bersih. Kenyataannya, mana yang perubah? "Pelayanan masih seperti itu, airnya masih sering kali keruh, kalau untuk mandi badan jadi licin, bau kaporit," kata Tom.
"Tidak ada masalah jaringan pipa dan meteran ke rumah sata diputus. Tapi saya menuntut agar direksi, direktur, manajer itu seharusnya berorientasi kepada pelayanan masyarakat pelanggan air Jakarta. Tapi mereka tidak mampu, dan hanya berpikir bagaimana meraup keuntungan sebanyak-banyaknya dari pelanggan air bersih," ucap Tom menambahkan.
Tom juga bingung dengan penegak hukum seperti Kejaksaan Tinggi DKI dan Polda Metro Jaya yang tidak memproses pengaduan masyarakat tentang dugaan penyimpangan kinerja Aetra. "Wajar kalau pelanggan air bersih menuduh, penegak hukum melindungi dugaan tindak pelanggaran hukum yang dilakukan Aetra," ucapnya.
Sementara Manajer Area Bisnis Balai Pustaka Hendra Tenaya mengatakan, pemutusan di rumah Tom dilakukan karena sejak September, tagihannya belum dibayar. "Tagihannya mencapai Rp 1,7 juta plus denda. Sesuai dalam Perda, kalau pelanggan menunggak satu bulan diberi surat peringatan, kemudian bila tidak dibayar juga maka dilakukan pemutusan jaringan dan meterannya," kata Hendra.(wok)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Rawan Penyelewengan, Dana Hibah DKI Rp 1,3 T Harus Transparan
Redaktur : Tim Redaksi