Air Sungai pun Dijual Rp 70 Ribu

Jumat, 05 Oktober 2018 – 12:59 WIB
Kekeringan parah. Foto: JPG

jpnn.com, PACITAN - Budi Raharjo benar-benar bisa memanfaatkan bencana kekeringan yang melanda Pacitan menjadi pundi-pundi pendapatan baginya. Menggunakan pikap miliknya, warga Desa Sidomulyo, Kebonagung, itu berjualan air dengan menyasar kantong-kantong kekeringan di wilayah Pacitan yang tak terjangkau armada BPBD. ''Biasanya (pikap) untuk mengangkut pasir,'' katanya kemarin (4/10).

Dalam sehari, Budi bisa dua hingga tiga kali bolak-balik mengambil air di sungai Desa Kebonagung. Satu galon air isi 1.050 liter dijual Rp 70 ribu. ''Kalau beli dua galon saya diskon Rp 10 ribu, jadi tinggal Rp 130 ribu,'' sebutnya.

Bukan perkara mudah menjadi penjual air. Tak jarang Budi harus berjibaku menaklukkan medan sulit menuju tempat tinggal pelanggan. ''Kadang rumahnya di gang sempit. Jadi, mobil tak bisa masuk dan harus pakai slang,'' beber pria 62 tahun tersebut.

Bagaimana jika lokasi konsumen jauh? Budi mengatakan tidak mematok harga lebih tinggi meski harus mengeluarkan biaya transportasi lebih banyak. ''Kalau jarak dari sumber ke tujuan dekat, untungnya lumayan. Tapi, kalau jauh, kadang cuma cukup untuk makan siang,'' ujar bapak dua anak itu.

Dia menyebutkan, sejumlah pelanggan mulai rutin memesan air saat pertengahan musim kemarau. Umumnya air tersebut digunakan untuk mandi dan mencuci. Namun, tak sedikit yang memanfaatkannya untuk memasak dan minum. 

''Namanya juga air sungai, mungkin beberapa orang masih ragu dengan kebersihannya,'' ungkapnya.

Pairah, warga Dusun Klepu, Sidomulyo, mengatakan terpaksa menggunakan air sungai yang dijual pedagang keliling untuk berbagai keperluan. Sebab, sumur pompa di rumahnya sudah tidak mengeluarkan air. ''Mau bagaimana lagi, sulit cari air bersih. Kalau ada dropping juga nggak pernah kebagian,'' katanya. 

Dia menambahkan, satu galon air seharga Rp 70 ribu hanya bertahan satu minggu untuk kebutuhan minum, memasak, mandi, dan mencuci. Karena itu, dia berharap musim kemarau segera berlalu. ''Sudah dua bulan lebih begini (beli air, Red). Bisa dihitung sudah berapa uang yang kami keluarkan,'' keluhnya. 

Pairah menerangkan, sebenarnya di dusun tetangga terdapat sumber air, tapi selalu dipadati warga. Debit airnya juga semakin kecil. ''Dulu waktu airnya masih agak besar, sering nyuci di sana,'' tuturnya. (mg6/isd/c7/diq)

BACA JUGA: Bencana Kekeringan, Waspada Musim Paceklik

BACA ARTIKEL LAINNYA... Puncak Kemarau, Kekeringan Berpotensi Meluas


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler