Air Terjun Jadi Favorit, Dikelola secara Komersial

Senin, 04 Maret 2013 – 08:24 WIB
Melek Brucu, salah seorang staf The Imhoff-Schokoladenmuseum. Foto: SEKARING RATRI ADANINGGAR/JAWA POS
DI Kota Koln (Cologne), Jerman, terdapat museum cokelat yang tersohor. Museum bernama the Imhoff-Stollwerck Museum itu juga mengajari pengunjung untuk mencicipi yummy-nya cokelat ala Jerman. Berikut tulisan wartawan Jawa Pos SEKARING RATRI ADANINGGAR yang baru pulang dari negeri kanselir tersebut.
-----------------
Ada berbagai julukan untuk satu-satunya museum cokelat di Cologne itu. Ada yang menamakan The Schokoladen Museum, ada juga yang menyebutnya Cologne Chocolate Museum.

Sebagian besar orang juga mengenalnya sebagai The Imhoff-Schokoladenmuseum atau Imhoff Chocolate Museum karena museum tersebut didirikan oleh pengusaha terkenal asal Jerman, Hans Imhoff. Museum tersebut resmi dibuka pada 31 Oktober 1993.

Imhoff Chocolate Museum merupakan salah satu museum cokelat yang terkenal di dunia. Saking tenarnya, Kota Cologne pun ikut dikenal sebagai ibu kota cokelat di Jerman.

Karena itu, tidak sulit mencari lokasi museum. Hampir setiap warga Koln tahu persis letak museum cokelat itu. Museum tersebut tepat berada di pinggir Sungai Rhine. Lokasinya yang cukup strategis membuat museum tersebut asyik untuk dikunjungi.

Begitu memasuki museum, saya langsung disambut aroma cokelat yang sangat kental. Di sisi kiri, tampak sebuah gerai cokelat atau chocolate shop yang penuh warna. Gerai tersebut menjual jenis cokelat dalam berbagai bentuk.

Ada cokelat berbentuk kelinci, lollypop, payung, hingga bola-bola. Rasanya pun beragam. Ada perpaduan dark chocolate yang dipadu dengan karamel, ada pula cokelat susu dengan pink pepper.

Tepat di seberang pintu masuk terdapat sebuah kaf" bernama Chocolat The Grand Caf". Lokasi kaf" tersebut berdampingan langsung dengan Sungai Rhine. Dengan demikian, para pengunjung kaf" bisa sekaligus menikmati pemandangan sungai yang elok itu. Sebagian besar menu kaf" berupa sajian yang berbahan cokelat. Mulai minuman hot chocolate, kue, hingga pie cokelat.

Setelah menyaksikan limpahan cokelat di chocolate shop, saya menuju greenhouse yang berada di dalam ruang kaca berukuran 10 meter persegi. Greenhouse tersebut mirip hutan tropis sungguhan. Hanya, ukurannya mini. Hutan tropis buatan tersebut dinamakan tropicarium.

Dari tropicarium tersebut pengunjung diperkenalkan pada spesies-spesies pohon cokelat dari jenis theobroma cacao dan theobroma grandiflorum. Di sini pengunjung bisa merasakan suasana hutan tropis lengkap dengan suara-suara alam seperti suara burung dan jangkrik.

Seusai menyambangi tropicarium, saya menuju lokasi berikutnya, yakni sebuah air terjun cokelat setinggi tiga meter, lengkap dengan sebuah pohon cokelat emas.

Pengunjung bisa mencicipi wafer berlapis cokelat dari air terjun cokelat tersebut secara gratis. Seorang staf berseragam putih, lengkap dengan topi ala chef, siap membagi-bagikan wafer berlapis cokelat tersebut kepada para pengunjung, termasuk saya.

Staf museum bernama Melek Brucu itu menuturkan, air terjun cokelat tersebut terdiri atas 200 liter cokelat cair yang biasa dipakai untuk melapisi wafer. "Baru setelah dilapisi cokelat cair, wafer disuguhkan kepada pengunjung," ujar warga muslim Jerman keturunan Turki itu ketika ditemui pekan lalu.

Air terjun cokelat tersebut ditempatkan di depan sebuah jendela kaca besar yang menyajikan pemandangan kota yang menakjubkan. Menurut Melek, spot air terjun cokelat menjadi salah satu favorit pengunjung. Sebab, pengunjung bisa mencicipi cokelat gratis sekaligus menikmati pemandangan alam di sekitarnya.

"Biasanya setelah dapat cokelat, pengunjung akan berdiri sejenak di dekat air terjun untuk melihat pemandangan sekitar yang asri," jelas perempuan berusia 42 tahun itu.

Melek menjelaskan, museum cokelat tidak pernah sepi pengunjung setiap hari. Sekalipun bukan musim libur, pengunjung bergiliran masuk-keluar. Kebanyakan turis lokal, meski wisatawan asing tidak sedikit. Dalam setahun pengunjung bisa mencapai lima juta orang. "Tapi, pengunjung dari Asia sedikit. Yang banyak dari Eropa," ujarnya.

Tidak jauh dari lokasi air terjun cokelat, pengunjung bisa melihat langsung proses produksi cokelat. Memang, produksinya tidak banyak. Dalam sehari, hanya menghasilkan 400 kilogram cokelat. "Sebab, kebutuhannya hanya untuk demo di hadapan pengunjung," kata Melek.

Masih di lantai yang sama, museum itu juga memajang berbagai patung dari cokelat. Di antaranya patung Santa Claus, kuda, sapi hingga kelinci. Patung-patung tersebut berukuran cukup besar. Bahkan, melebihi ukuran orang Asia. Sayang, patung-patung itu tidak bisa dipegang dan dimasukkan dalam kaca etalase berukuran besar.

Pembuatan cokelat di Jerman sudah ada sejak 3000 tahun lalu. Pada abad ke-17 dan 18, cokelat merupakan barang mewah yang hanya bisa dinikmati kaum borjuis di Eropa. Karena itu, museum juga memajang berbagai macam gelas porselen yang dipakai untuk minum cokelat.

Ada pula ruang yang disebut the treasure chamber. Di ruang tersebut pengunjung bisa mempelajari sejarah dan penggunaan cokelat di masa lampau, khususnya pada masa kebudayaan bangsa Maya dan Aztec. Ruang sejarah cokelat itu sengaja dibuat seinteraktif mungkin.

Tidak jauh dari ruang sebelumnya, pengunjung diajak masuk ke ruang sinema mini untuk menyaksikan proses pembuatan cokelat. Di ruang itu pengunjung bisa menonton berbagai iklan produk cokelat mulai 1926 hingga saat ini.

Sebenarnya, Imhoff Chocolate Museum menyediakan paket tur keliling bagi pengunjung. Namun, karena keterbatasan waktu, saya tidak sempat mengikuti program itu.

Melek dengan senang hati menjelaskan bahwa dalam paket tur keliling tersebut, pengunjung bisa melihat secara langsung pembuatan cokelat sekaligus mencicipi berbagai jenis cokelat yang baru dibuat. Bahkan, kita tidak hanya mencicipi cokelat yang biasa diproduksi, tapi juga cokelat baru yang belum dirilis di pasaran.

"Setelah mencicipi, Anda akan dimintai pendapat mengenai rasa cokelat tersebut, like professionals," ujar Melek sembari tersenyum.

Tidak hanya itu, museum juga melayani kursus singkat membuat cokelat bagi yang tertarik. Hanya dalam tiga jam, pengunjung bisa membuat sendiri dan membawanya pulang.

Sayang, biaya kursus singkat tersebut cukup mahal bagi kantong orang Indonesia. Kendati begitu, semakin banyak jumlah orang dalam grup, makin murah biayanya. Misalnya, dalam satu grup terdapat dua orang, maka biaya per orang mencapai " 85,00 atau sekitar Rp 1.105.000.

"Tapi, kelompok yang beranggota tujuh sampai sembilan orang biaya per kepala lebih kecil, sekitar " 40.00 (Rp 520 ribu)," tandasnya. (*/c2/ari)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Resepnya, Pakai Bumbu Kualitas Nomor Satu

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler