jpnn.com, JAKARTA - Aksi kekerasan dan intimidasi kembali dialami wartawan yang meliput aksi demo mahasiswa pada 24 September lalu di Jakarta. Sedikitnya ada empat wartawan yang menjadi korban intimidasi polisi.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta Asnil Bambani mengatakan, pihaknya sangat mengecam tindakan intinidasi tersebut. Selain menyebabkan wartawan luka-luka, para pencari berita juga trauma.
BACA JUGA: Pernyataan KontraS Soal Mahasiswa Banyak Ditangkap Saat Aksi Demo Ricuh
“Kami terima laporan ada empat jurnalis yang diintimidasi dan terluka pada peliputan 24 September lalu," ujar Asnil kepada wartawan, Kamis (26/9).
Pertama, kekerasan terhadap jurnalis Kompas.com, Nibras Nada Nailufar. Nibras mengalami intimidasi saat merekam perilaku polisi yang melakukan kekerasan terhadap seorang warga di kawasan Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Selasa malam.
BACA JUGA: Beredar Kabar Polri Benturan dengan TNI Saat Pengamanan Demo Mahasiswa, Oh Ternyataâ¦
Dalam peristiwa ini, polisi melarang korban merekam gambar dan memaksanya menghapus rekaman video kekerasan. Nibras bahkan nyaris dipukul oleh seorang polisi.
Kedua, kekerasan terhadap jurnalis IDN Times, Vanny El Rahman. Dia dipukul dan diminta menghapus foto dan video rekamannya mengenai kekerasan yang dilakukan polisi terhadap demonstran di sekitar flyover Slipi, Jakarta.
Ketiga, kekerasan terhadap jurnalis Katadata, Tri Kurnia Yunianto oleh polisi. Tri dikeroyok, dipukul dan ditendang oleh aparat dari kesatuan Brimob. Meski Kurnia telah menunjukkan ID Pers yang menggantung di leher dan menjelaskan sedang melakukan liputan, pelaku kekerasan tidak menghiraukan dan tetap melakukan penganiayaan.
Tak hanya itu, polisi juga merampas handphone Kurnia dan menghapus video yang terakhir kali direkamnya. Video itu berupa rekaman polisi membubarkan massa dengan menembakkan gas air mata.
Keempat, kekerasan terhadap jurnalis Metro TV, Febrian Ahmad oleh massa yang tidak diketahui. Mobil yang digunakan Febrian saat meliput wilayah Senayan dipukuli dan dirusak massa. Akibatnya, kaca mobil Metro TV bagian depan dan belakang, serta kaca jendela pecah semua.
Atas peristiwa ini, AJI Jakarta mengutuk keras segala bentuk kekerasan yang dilakukan kepada jurnalis. Baik yang dilakukan aparat kepolisian maupun massa.
“AJI menilai kekerasan yang dilakukan polisi dan massa itu merupakan tindakan pidana sebagaimana diatur UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” ujar Asnil.
Sampai saat ini AJI Jakarta terus melakukan verifikasi kekerasan yang dialami sejumlah jurnalis saat meliput aksi mahasiswa Selasa kemarin. Karena tak menutup kemungkinan masih ada jurnalis lain mengalami kekerasan saat liputan.
Untuk menyikapi kekerasan terhadap jurnalis ini, Komite Keselamatan Jurnalis mendesak Polri menangkap pelaku kekerasan terhadap jurnalis saat meliput, baik yang melibatkan anggotanya dan sekelompok warga. Apalagi kekerasan yang dilakukan anggota Polri tersebut terekam jelas dalam video-video yang dimiliki jurnalis.
AJI juga berharap para pelaku kekerasan terhadap jurnalis harus diproses hukum untuk diadili hingga ke pengadilan.
Selain itu, mereka mengimbau masyarakat agar tidak melakukan kekerasan terhadap jurnalis saat liputan. Sebab, jurnalis dalam menjalankan tugasnya dilindungi UU Pers.
“Kami juga mengimbau perusahaan media mengutamakan keamanan dan keselamatan jurnalisnya saat meliput aksi massa yang berpotensi ricuh, serta aktif membela wartawannya termasuk melaporkan kasus kekerasannya ke kepolisian,” sambung Asnil.
Kemudian, AJI Jakarta juga mendesak Dewan Pers agar terlibat aktif menyelesaikan kasus kekerasan terhadap jurnalis yang terjadi sepanjang aksi tanggal 24 September, maupun kekerasan terhadap jurnalis yang terjadi pada waktu sebelumnya. (cuy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan