jpnn.com - Program Akademi Kewirausahaan Masyarakat (AKM) yang diinisiasi Fisipol UGM mendapat tanggapan positif. Itu terlihat dari jumlah sarjana yang mendaftar mencapai lebih dari 1.200 orang. Program ini bertujuan untuk menyiapkan tenaga pendamping pengembangan wirausaha di pedesaan berbasis potensi masing-masing desa.
“Gagasan AKM berangkat dari sejumlah pertimbangan. Pertama, besarnya angka pengangguran terdidik. Data terbaru menunjukkan, dalam setahun terdapat sekitar 800 ribu lulusan sarjana, namun tidak semuanya terserap dunia kerja atau memiliki usaha sendiri,” kata Dekan Fisipol UGM Erwan Agus Purwanto.
BACA JUGA: Jumlah Pengangguran Terdidik, Ya Ampun!
Menurut Erwan, setiap tahun ada tambahan pengangguran terdidik sekitar 60 ribu. “Untuk itu diperlukan langkah terobosan untuk mendidik para sarjana untuk menjadi pendamping atau menjadi calon wirausaha-wirausaha baru,” katanya.
Peminat program AKM batch pertama atau gelombang pertama ternyata membeludak. "Peminat program AKM tersebar dari hampir seluruh wilayah di Indonesia. Provinsi Jateng, Jatim, DIY dan NTT merupakan provinsi-provinsi dengan jumlah peminat terbanyak," kata Erwan.
BACA JUGA: Organisasi Alumni Perguruan Tinggi Harus Berkontribusi ke Almamater
Rektor UGM Panut Mulyono mengapresiasi program AKM. Menurutnya, program tersebut tidak hanya ditujukan bagi alumni UGM, namun juga terbuka bagi seluruh sarjana di tanah air. “Kami memberi kesempatan dan mengundang para sarjana untuk menjadi bagian dari gerakan wirausaha nasional berbasis pedesaan. Nantinya diharapkan, para sarjana tersebut untuk akan menjadi kelompok sociopreneurs baru Indonesia,” kata Panut.
Para sarjana yang telah melamar, nantinya akan dipilih 100 orang dari 30 provinsi untuk menjadi peserta AKM Batch-1 di Yogyakarta. Para peserta terpilih akan mengikuti proses cloning selama 10 hari (19-28 Juli 2018) untuk membangun mental, karakter, serta kompetensi dasar kewirausahaan yang dibimbing langsung oleh para mentor yang merupakan para praktisi wirausaha yang telah berhasil.
Proses cloning berupa inkubasi, pembangunan karakter, dan dialog kebangsaan dengan melibatkan sejumlah kelompok bisnis, filantropi, sociopreneur dan entrepreneur yang telah berpengalaman, pemerintah pusat, pemerintah daerah, AAU Yogyakarta, serta para pelaku sociopreneur internasional.
Selama proses cloning, AKM menyediakan berbagai fasilitas. Mulai dari biaya transportasi dari daerah asal ke Yogyakarta (PP), akomodasi, dan konsumsi. “Tidak ada pungutan biaya apapun bagi peserta program ini,” kata Erwan.
Pasca proses cloning, para peserta mengikuti tahap deployment atau diterjunkan langsung ke desa-desa yang menjadi target binaan para mitra AKM. Para mitra adalah lembaga pemerintah dan swasta yang memiliki perhatian dan kepedulian terhadap pembangunan masyarakat pedesaan.
Di desa-desa tersebut, para peserta akan menjalankan peran sebagai pendamping pengembangan wirausaha berbasis potensi masing-masing desa. “Berbekal ilmu yang diperoleh selama proses cloning, mereka diharapkan mampu melakukan pemetaan masalah dan potensi desa serta mengaktivasi masyarakat lokal untuk merintis wirausaha bersama-sama,” papar Erwan.
Selama masa pengembangan 1 tahun, para peserta akan memperoleh dukungan dari para mitra AKM. "Tidak hanya memberikan bekal berupa keahlian dan kesempatan terjun langsung ke masyarakat pedesaan, AKM juga memberikan kesempatan bagi peserta untuk memanfaatkan jejaring (network) yang dimiliki oleh AKM," katanya.
Bahkan setiap inisiasi wirausaha yang berhasil dikembangkan oleh masyarakat desa, AKM memberikan perhatian penuh pada upaya pengembangannya, baik berupa akses teknologi maupun akses pasar. (JPNN/pda)
Redaktur : Tim Redaksi