jpnn.com, BANGKOK - Royal Police Cadet Academy (RPCA) Thailand mengebiri peluang perempuan untuk menjadi penegak hukum. Tahun depan akademi tersebut tidak akan membuka pendaftaran bagi perempuan.
Masyarakat Thailand pun berontak. Tapi, tekad RPCA sudah bulat. Mereka juga tidak mau memaparkan alasan di balik kebijakan itu.
BACA JUGA: Menteri Yohana: Setop Diskriminasi Dalam Pekerjaan!
’’Ini adalah sebuah kemunduran. Seluruh hak perempuan di negeri ini harus tetap dijamin,” protes Direktur Lembaga HAM Women and Men Progressive Movement Jadet Chaowilai sebagaimana dikutip Reuters.
Tanpa kadet perempuan yang lantas akan menjadi polisi wanita alias polwan, hukum Thailand akan sulit ditegakkan. Untuk kasus-kasus pelecehan seksual dan pemerkosaan, korban harus didampingi polwan. Sebab, biasanya para korban adalah perempuan. Mereka lebih nyaman berkomunikasi dengan polwan.
Jika jumlah polwan tak bertambah, para korban pelecehan seksual juga bakal takut dan malas untuk melapor. ’’Korban mungkin akan malu dan enggan berbicara kepada polisi pria,’’ ujar Jadet. Akibatnya, kasus-kasus tersebut akan jalan di tempat.
RPCA memang bukan satu-satunya akademi polisi di Thailand. Kaum hawa yang ingin menjadi polwan masih bisa mendaftar ke akademi lain. Tapi, tetap saja kebijakan RPCA itu diskriminatif. Apalagi, sejak 2009, ada sekitar 300 perempuan yang menjadi kadet. Sejauh ini, RPCA sudah meluluskan 700 kadet yang lantas menjadi polwan.
Keputusan RPCA itu diduga merujuk pada kebijakan Royal Thai Police Office (RTPO). Rencananya, kepolisian nasional Thailand tersebut tidak lagi menerima perempuan.
The Guardian melaporkan bahwa RTPO mengambil kebijakan itu karena banyak polwan yang mengundurkan diri gara-gara mengurus keluarga.
Jika itu terjadi, kebijakan RTPO akan bertentangan dengan hasil riset lembaga nonprofit Friedrich-Ebert-Stiftung. Lembaga tersebut malah merekomendasikan Thailand punya lebih banyak polwan. Dengan begitu, akan ada cukup banyak polwan untuk menangani kasus pelecehan seksual dan kekerasan terhadap perempuan.
Di Thailand, kasus pelecehan seksual tidak tergarap maksimal. Dari sekitar 20–30 ribu kasus per tahun yang dilaporkan, hanya sebagian kecil yang diproses. (sha/c7/hep)
Redaktur & Reporter : Adil