Akademisi: Apapun Alasannya, Jokowi Berhak Berhentikan Kapolri

Minggu, 18 Januari 2015 – 20:31 WIB
Presiden Joko Widodo. Foto: Dokumen JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Pengajar Politik dan Pemerintahan Universitas Padjajaran, Bandung, Jawa Barat, Muradi mengatakan, pemberhentian Jenderal Sutarman sebagai Kapolri merupakan hak prerogatif Presiden Joko Widodo sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.

Artinya, kata dia, apapun alasannya Presiden berhak melakukannya karena berbagai kepentingan yang terkait pemerintahannya. Dia pun menilai alasan pergantian itu bisa saja karena tidak cocok dengan gaya pemerintahannya.

BACA JUGA: Yuddy Ketagihan Blusukan, di KA Berbaur dengan Penumpang Umum

Kemudian, tidak cukup cepat melakukan penyesuaian dengan visi dan misi pemerintahan, maupun karena dinilai tidak cukup cakap menjaga netralitas saat pemilihan presiden yang lalu.

"Serta kebutuhan melakukan regenerasi, dan penyegaran kepemimpinan di internal Polri," kata Muradi, Minggu (18/1).

BACA JUGA: Ditelepon Langsung Kepala BKN, Ini Reaksi Si Penipu Honorer

Terkait pengangkatan Wakapolri Komjen Badrodin Haiti menjadi pelaksana tugas Kapolri yang dianggap janggal dan aneh karena Sutarman tidak dalam berhalangan atau bermasalah, itu tergantung penafsiran Undang-undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian.

Menurut Muradi, pembacaan dan interpretasi atas UU tersebut bisa saja berbeda. Tapi, kata dia, proses penundaan pengangkatan Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri merupakan realitas politik yang harus diambil.

BACA JUGA: Pakar HTN Sebut Jokowi Bisa Kena Pasal Perbuatan Tercela

"Sehingga langkah dan kebijakan politik tersebut harus dihormati. Meski memang ada cela atas interpretasi undang-undang tersebut," katanya.

Namun demikian, kata dia, memang idealnya pengangkatan Plt Kapolri tersebut dilakukan setelah mengangkat Budi Gunawan sebagai Kapolri dan kemudian di-nonaktifkan untuk menjalani proses hukumnya.

Hal itu agar bisa selaras dengan UU di mana interpretasi berhalangan atau bermasalah dapat terpenuhi.

"Dengan catatan, bila tidak terbukti maka nama baik Budi Gunawan dipulihkan dan sebaliknya apabila terbukti maka mekanisme pergantian untuk Kapolri definitif bisa kembali dilakukan," paparnya.

Lebih lanjut Muradi mengatakan, keputusan Presiden Joko Widodo menunda pengangkatan Budi harus dibaca sebagai langkah Presiden untuk melihat permasalahan agar lebih jernih.

Dengan kata lain, pengangkatan Budi Gunawan adalah bagian dari proses politik yang harus dilakukan presiden. Bisa saja kemudian dalam waktu yang tidak terlalu lama, kemudian melantik Budi Gunawan sebagai Kapolri definitif.

Hal ini bisa dikarenakan proses hukum yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi dianggap lambat dan tidak memberikan progres yang diharapkan.

"Atau ternyata KPK dianggap tidak dapat membuktikan tuduhan tersebut dan pada akhirnya Budi Gunawan dipulihkan nama baiknya dan kemudian dilantik," katanya. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... 5.200 CPNS Umum Sudah Kantongi NIP


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler